Salam... Setelah kita mengetahui jenis ketundukan fisik dan ketundukan akal intelek, sebagaimana yang kita lihat pada postingan sebelumnya yang diberi judul ‘mereka yang disebut kafir’ maka selanjutnya kita akan membahas jenis ketundukan yang ketiga, yakni ketundukan hati.
Sesungguhnya realitas dari keimanan seseorang adalah terletak kepada ketundukan hatinya. Ketundukan fisik, lisan, akal dan intelek belumlah bisa dikatakan beriman jika tidak disertai dengan ketundukan hatinya. Ketundukan hati adalah ketundukan seluruh eksistensi seseorang terhadap KEBENARAN dan MENOLAK dengan tegas segala macam kebatilan dan pengingkaran terhadap kebenaran.. Orang bisa saja tunduk secara fisik karena terjebak didalam lingkungan minoritas, tidak boleh melakukan ini dan tidak boleh melakukan yang itu dan dia menyerah secara fisik, sementa akalnya tetap melawan dan menolak perlakuan kalangan mayoritas. Begitu juga dengan akal, orang bisa saja kehabisan omongan atau argumentasi untuk menolak kebenaran yang disodorkan didepannya sehingga akal sehatnya tunduk. Bisa jadi akal sehatnya mengatakan bahwa omongan si A memang betul dan sangat rasional, Presentasinya si B memang luar biasa dan sangat masuk akal, Kemampuan si C dalam urusan ini dan itu memang sangat mencengangkan. Namun demikian ketundukan akal seseorang tidak otomatis akan membuat hati seseorang akan tunduk/beriman terhadap kebenaran yang disaksikan akalnya tersebut. Bisa jadi orang yang sudah tunduk secara intelek masih bergumam menyalah-nyalahkan si A, B dan si C karena iri hati yang luar biasa. Karena cemburu yang ndak ketulungan, karena sikap picik yang tidak berkesudahan, karena tertekan oleh orang yang dia kagumi (ustadnya/pasturnya/gurunya/pemimpinnya/orangtuanya dll). Mereka-mereka yang menolak kebenaran ini, mereka yang hatinya tidak tunduk mengikuti akal sehatnya ini, terkadang mampu menyalah-nyalahkan semua manusia yang dia temui. Mereka bukan hanya menyalah-nyalahkan kita yang hidup sejaman dengannya, bukan hanya mengkafir-kafir kita yang mengabarkan tentang kebenaran, bahkah sering sekali mereka mampu menyalah-nyalahkan Nabi dan orang-orang suci sekalipun. Mereka akan mengatakan : “memang betul Nabi Adam akan masuk surga menurut referensi yang saya tahu, TAPI SAYANG nabi Adam sangat lemah imannya sehingg dia tergoda untuk memakan buah kuldi.” “Memang sungguh mulia Nabi Nuh, TAPI SAYANG anaknya durhaka kepada Tuhan. Nabi Nuh tidak mampu menyelamatkan anaknya sendiri, sungguh hal yang sanggat disayangkan.” “Saya akui bahwa nabi Ibrahim itu adalah nabi yang hanif, nabi yang lurus dan Tauhid, TAPI SAYANG dia masih mempunyai catatan yang tidak bagus, Dia tidak mampu menyelamatkan orang tuanya sendiri.” Ucapan dan penolakan mereka untuk mengakui kelebihan orang sering dipicu karena kerasnya hati mereka. Hati mereka tidak bisa tunduk walaupun akalnya mengakui fakta bahwa nabi pastilah lebih mulia dari pada semua kita-kita yang bukan nabi. Tak pelak lagi, bahwa mereka yang disebut dengan orang yang beriman adalah mereka-mereka yang hatinya sudah tunduk kepada kebenaran. Ketundukan hati adalah ketundukan seluruh eksistensi manusia. Kisah iblis yang diceritakan didalam al-quran merupakan contoh hati yang tidak beriman, meskipun akalnya telah tunduk. Iblis mengakui Tuhan, beriman kepada hari akhir dan sungguh sungguh mengakui para nabi. Tetapi pada saat yang sama Tuhan menyebut Iblis sebagai orang yang kafir sebagaimana tercatat di dalam alquran surat 2 ayat 34: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” Bukti bahwa Iblis mengakui/percaya/beriman kepada Tuhan bisa kita temukan di Al-quran pada surat 7 ayat 12 : Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah." Bukti bahwa Iblis mengakui/percaya kepada hari akhir bisa kita temukan di Al-quran pada surat 7 ayat 14 : “Iblis menjawab: "Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan." “ Bukti bahwa Iblis mengakui/percaya kepada nabi-nabi bisa kita temukan di Al-quran pada surat 38 ayat 81-82 “sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari Kiamat) . Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,” Coba kita duduk dan merenung sejenak tentang apa yang kita lihat ini, Setan digambarkan mengenal dan mempercayai semua itu, percaya bahkan sudah ‘ngobrol’ dengan Tuhan, pecaya kepada hari akhir dan percaya kepada nabi. Namun Tuhan masih menyebutnya sebagai orang-orang yang kafir. Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa TERNYATA mengenal dan mengakui dengan akal saja tidaklah cukup dikatakan sebagai yang beriman jika HATI MASIH BELUM TUNDUK terhadap kebenaran. Iblis mengenal dan mengakui semua apa yang dilihat dengan mata kepalanya sendiri. Iblis mengakui fakta dan realistas yang dia hadapi adalah benar, namun perasaannya/hatinya masih menolak. Hatinya masih bergejolak tidak mau menerima kelebihan yang dimilik Adam. Hatinya menolak karena kesombongannya, hatinya tidak bisa tunduk bahkan menyimpan dendam yang tiada tara. Dan karena persoalan seperti inilah Tuhan menyebutnya termasuk orang-orang yang kafir. Untuk menguji, apakah hati kita sudah tunduk kepada kebenaran maka kau bisa perhatikan dirimu sendiri, apakah kau merasakan ada peperangan antara akal dan batinmu. Apakah ada peperangan antara apa yang kau pahami dengan apa yang kau rasakan…. Ujilah dirimu sendiri dan katakan sendiri apakah kau sudah beriman? Apakah akal, hati dan jiwamu sudah tunduk terhadap kebenaran. Salam, Iman K. www.parapemikir.com Thread berikutnya berjudul : Mereka yang disebut islam Try cool new emoticons, skins, plus more space for friends. Download Yahoo! Messenger Singapore now! http://sg.messenger.yahoo.com