Refleksi :  Rakyat  telah ditenggelamkan dalam kemiskinan dengan beban hutang 
luarnegeri tujuh turunan oleh penguasa kleptokratik, kalau ditambah lagi 
tengelam  alamiah  karena kuasa Illahi, apa yang bisa dibuat?  

http://www.harianterbit.com/artikel/rubrik/artikel.php?aid=64123


Stop `global warming`, jangan biarkan Indonesia `tenggelam`
      Tanggal :  18 Mar 2009 
      Sumber :  Harian Terbit 


Oleh Tety Polmasari


SAYA  terhenyak  saat Sesmenko Kesra,  Bapak  Indroyono  Soesilo, menegaskan  
jika pada 2030 sekitar 2000 pulau di  Indonesia  akan tenggelam  gara-gara  
global warming. Parahnya  lagi,  pada  2050 wilayah  Tanjung Priok, Ancol, dan 
Pantai Indah Kapuk, juga  akan tenggelam gara-gara pemanasan global. 
Ini masih 'lebih baik' karena Indonesia sebagai negara masih tetap ada, tapi 
negara seperti Saint Lucia, Fiji dan negara- negara Bahama, akan hilang 
gara-gara perubahan iklim yang banyak diakibatkan tangan-tangan manusia yang 
tak bertanggung jawab. 

Saat ini saja pulau yang dimiliki Indonesia sekitar 17.480 pulau dari 17.504 
pulau akibat naiknya air laut dan usaha penambangan. Ini berdasarkan data yang 
dikeluarkan Departemen Kelautan dan Perikanan pimpinan Freddy Numberi. 

Membayangkan hal ini saja sudah membuat saya gemetar.  Bagaimana nasib anak 
cucu penerus negeri berpenghuni 250 juta jiwa ini? Pemanasan global yang 
mengakibatkan naiknya muka laut - yang bermuara pada perubahan iklim khususnya 
di negara Indonesia, sungguh memiliki dampak yang sangat serius. 

Berdasarkan data, kenaikan suhu Bumi periode 1990 - 2005 antara 0.15 - 0.13 
derajat Celcius, jika kondisi ini dibiarkan diprediksikan periode 2050 - 2070 
suhu Bumi akan naik pada kisaran 4,2 derajat Celcius. Padahal Emil Salim, pakar 
lingkungan kita, pernah menegaskan jika naik 2 derajat Celcius saja maka 
kehidupan di Bumi akan bubar. 

Di saat atmosfer menghangat lapisan permukaan lautan juga akan menghangat 
sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tingkat permukaan laut. Perlu 
diketahui peningkatan tinggi muka air laut sekitar 30 perse berasal dari 
pencairan es dan sisanya berasal dari pemuaian air akibat peningkatan 
temperatur. 

Dampak yang dirasakan Indonesia jika tanpa ada upaya pencegahan maka akan 
kehilangan 2.000 pulau karena air laut akan naik pada ketinggian 90 cm, seperti 
yang diungkapkan Sesmenko Kesra, Indroyono Soesilo. (Di Jakarta saja kenaikan 
permukaan air laut mencapai 5 - 8 milimeter tiap tahunnya). 

Kerusakan lingkungan, terutama akibat penambangan pasir laut dan abrasi 
dianggap sebagai biang keladi lenyapnya secara fisik 26 pulau itu. Hilangnya 
pulau-pulau ini sudah terasa sejak 8 tahun lalu, saat penambangan pasir laut 
semakin marak. Adanya pemanasan global memunculkan kekhawatiran jumlah pulau 
yang hilang diperkirakan semakin menjadi dengan adanya perubahan iklim. 

Efek rumah kaca juga menjadi penyumbang terjadinya pemanasan global. Jika tidak 
diantisipasi, peneliti lingkungan hidup di Indonesia memperkirakan naiknya 
permukaan air laut setinggi 60 cm pada 2070. Membuat penduduk pesisir akan 
kehilangan tempat tinggalnya, dan hilangnya potensi industri pariwisata bahari 
kita, bahkan punahnya keanekaragaman hayati dunia. 

"Ini jelas menjadi masalah serius bagi masa depan bangsa. 

Dalam 25 tahun ke depan, lebih dari 2000 pulau yang akan tenggelam. Kehilangan 
asset 2.000 pulau akan luar biasa dampaknya yang berujung pada penyempitan 
wilayah kedaulatan RI dan ini berarti menyimpang dari Konsep Wawasan 
Nusantara," tandasnya, saat memaparkan rencana menggelar World Ocean Conference 
(WOC) 2009 di Menada pada Mei 2009 sebagai upaya mempertegas kembali Indonesia 
sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. 

Pemanasan global yang membuat permukaan air laut naik juga akan menurunkan pH 
air laut. Setiap kenaikan 14 - 43 cm maka pH air laut akan turun dari 8,2 
menjadi 7,8. Keadaan ini akan berdampak serius karena dapat menghambat 
pertumbuhan yang akhirnya mematikan biota dan terumbu karang. Tentunya dampak 
ekonomisnya akan terasa sekali mengingat terjadinya pola perubahan habitat, 
migrasi dan populasi ikan serta hasil laut lainnya. Ini akan menjadi pukulan 
telak bagi perekonomian Indonesia! 

Perubahan Iklim juga dapat membuat satu miliar orang menjadi tuna wisma. Komisi 
PBB untuk Pengungsi (UNHCR) memperingatkan para ilmuwan dan politisi bahwa 
naiknya suhu udara, air laut, dan harga pangan digabungkan dengan berkurangnya 
air tawar, hasil panen, dan tanah subur bisa membawa malapetaka. Migrasi 
besar-besaran hingga satu miliar orang akan terpaksa dilakukan oleh mereka yang 
rumahnya terendam air, atau mereka yang tidak lagi memiliki makanan. Belum lagi 
merebaknya berbagai penyakit akibat global warming. 

Lantas apa yang harus kita perbuat untuk menyelamatkan negara kita (dan bumi) 
dari ancaman yang cukup 'mengerikan' itu? 

Departemen Kelautan dan Perikanan menyatakan perlindungan laut juga merupakan 
faktor penting dalam memperlambat perubahan iklim. Apalagi, terumbu karang, 
padang lamun, dan biota laut lainnya dapat menyerap karbondioksida sebanyak 246 
juta ton per tahun. 

Karenanya, departemen itu pun telah memberikan bantuan perlindungan kelautan 
Indonesia saat Konferensi Iklim Internasional di Bali Desember lalu. 

Upaya menyalamatkan bumi dan negara kita tidak ada salahnya dimulai dari diri 
kita sendiri. Jika tidak dimulai dari diri kita, jangan harap masyarakat dan 
bangsa kita akan berubah. 

Misalnya, dengan mengubah gaya hidup kita dengan cara sederhana seperti 
mematikan dua titik lampu listrik antara pukul 17.00 - 22.00 seperti yang 
sering disosialisasikan PT PLN.  Atau membuat sumur resapan, hemat energi 
dengan cara selektif menggunakan peralatan elektronik, mengurangi pemakaian 
mobil pribadi, mengurangi pemakaian kemasan plastik, memilah dan mengelola 
sampah rumah tangga, menanam pohon di halaman rumah, melestarikan hutan, 
mencari energi alternatif, dan banyak hal lain. 

Selain itu, kita sebagai warga negara Indonesia harus memanfaatkan sekaligus 
melestarikan potensi sumberdaya kelautan yang dimiliki negara kita, dan 
Indonesia harus menjadi negara kelautan yang disegani dunia. Ayo, tunggu apa 
lagi kalau bukan dari sekarang?! 

(Penulis adalah wartawan Harian Terbit

Kirim email ke