Saya termasuk yang punya banyak pertanyaan mengenai akibat dari 
penerbitan SBI.
Setahu saya SBI diterbitkan untuk menyedot rupiah keluar dari bank.
Dengan aksi itu kemampuan bank untuk menjual kredit turun.
Dipihak lain suku bunga kredit juga naik, sebab peredaran Rupiah turun.
Sebab itu NIM perbankan juga diangkat naik.
Yang bisa diperdebatkan akibat, kalau BI tidak menerbitkan SBI.
Harusnya ada taksiran ekonometri;
a. berapa kenaikan kredit yang terjadi,
b. berapa % suku bunga perbankan akan turun
c. berapa % NIM akan turun

Karena investasi lebih murah, juga bisa ditanya berapa % ekonomi tumbuh 
kalau BI tidak terbitkan SBI.
Sebaliknya pasti ada akibat, dalam bentuk inflasi naik, kalau demikian 
berapa % effeknya.

Mungkin ada pakar yang bisa jawab.

Salam

Hok Ab

Infobank infobanknews.com schrieb:
>  
>
> http://www.infobanknews.com/index.php?mib=mib_news.detail&id=1837 
> <http://www.infobanknews.com/index.php?mib=mib_news.detail&id=1837>
> Perbankan Nasional Masih Rajin Tempatkan Dana di SBI
> Tanggal: 09 Maret 2010 - 15:46 WIB
> Sumber: infobanknews.com
>
> Kepemilikan asing di SBI masih tinggi. Sesungguhnya, makin tinggi SBI, 
> anggaran BI juga akan makin berdarah-darah. Itu karena anggaran BI 
> akan terbebani biaya moneter yang tinggi karena bunga SBI mengacu pula 
> pada BI Rate. Paul Sutaryono
>
> Sekalipun kredit hanya tumbuh 9,96%, bank nasional mampu meningkatkan 
> pencapaian laba bersih 47,73% dari Rp30,61 triliun menjadi Rp45,22 
> triliun.
>
> Kinerja jitu ini telah membuat return on assets (ROA) meningkat dari 
> 2,33% menjadi 2,60%. Rasio ini jauh di atas ambang batas 1,5%.
>
> Ini menunjukkan bahwa bank nasional tetap memiliki daya tahan yang 
> tinggi di tengah badai finansial. Pertanyaannya, apa yang membuat bank 
> nasional mampu meningkatkan laba bersih setinggi itu?
>
> Pertama, penempatan dana di Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Bank 
> nasional ternyata masih rajin menempatkan dananya di SBI. Per Desember 
> 2008 dana bank nasional di SBI sebesar Rp166,52 triliun, namun per 
> Desember 2009 sudah meningkat menjadi Rp212,12 triliun.
>
> Sebuah kenaikan yang cukup signifikan, yakni 27,38% atau Rp45,6 
> triliun. Sungguh ini pendapatan nan gurih karena penempatan di SBI 
> dapat disebut tanpa risiko (risk free). Data teranyar ini sekaligus 
> menggambarkan bahwa bank nasional tetap tekun bermain aman (safety 
> player).
>
> Kepemilikan asing di SBI masih tinggi. Sesungguhnya, makin tinggi SBI, 
> anggaran BI juga akan makin berdarah-darah. Itu karena anggaran BI 
> akan terbebani biaya moneter yang tinggi karena bunga SBI mengacu pula 
> pada BI Rate yang kini mencapai level 6,5%.
>
> Sebenarnya, wacana untuk membatasi SBI sudah membahana sejak tiga 
> tahun lalu mengingat SBI akan meninabobokan bank nasional dan kelompok 
> asing. Sayangnya, wacana tinggal wacana karena BI tetap 
> mempertahankannya. Padahal, sangat jelas SBI itu asli bukan alat 
> investasi! SBI itu merupakan alat moneter!
>
> Kedua, margin bunga bersih (net interest margin atau NIM). SPI 
> menggambarkan bahwa NIM bank nasional masih tinggi, 5,56%, per 
> Desember 2009 atau naik dari 5,54% pada bulan sebelumnya, November 2009.
>
> Padahal, Bank Indonesia berulang-ulang menyampaikan imbauan agar bank 
> nasional mau mengempiskan NIM. Fakta itu menunjukkan bahwa penurunan 
> bunga deposito masih belum diikuti oleh penurunan bunga kredit secara 
> signifikan. Mana datanya?
>
> Lihat saja, dua kelompok bank masih menikmati NIM tinggi. NIM kelompok 
> BUSN nondevisa malah melaju dari 7,86% per November 2009 menjadi 7,97% 
> per Desember 2009, sementara NIM BPD dari 7,82% menjadi 7,88%. (*)
>
> Penulis adalah pengamat perbankan
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
> __._

Kirim email ke