Bung Oka, Sayang saya belum ada rencaan ke Jakarta. Sekalipun demikian lusa saya ketemu orang penting kabinet yang urus infrastruktur kita yang mogok seperti kedelai bandel itu. Kalau ada tuntutan dari kawan2 milis akan saya sampaikan.
Saya sendiri sesungguhnya menduga Pancasila sudah ditelikung cukup lama, sebab pionir2 negara kita waktu itu merasa berada dalam keadaan darurat perang terus menerus dan memilik jalan2 pintas yabng sesungguhnya melanggar tata negara. Sebab itu saya senang bahwa ilmuwan2 muda kita kemarin muncul dengan usulnya untuk menyederhanakan kabinet. Kertas mereka saya tambah dengan usul supaya MENDAGRI diganti namanya jadi menteri tata negara dan revitalisasi negara. kertas kerja mereka saya lampirkan dibawah. Salam Hok An --------------------- Konperensi Pers SUMBANG SARAN STRUKTUR KABINET DAN NAMA-NAMA KEMENTERIAN DARI TIM VISI INDONESIA 2033 (Andrinof A. Chaniago, M. Si., Ahmad Erani Yustika, Ph. D, Jehansyah Siregar, Ph. D., dan Tata Mutasya, MA) Pengantar Mengingat sejumlah hal yang perlu di pertimbangkan, susunan dan bentuk masing-masing kementerian pada masa Pemerintahan yang akan dipimpin oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono untuk periode 2009-2014 akan mendatang sudah seharusnya lebih ramping dari Kabinet Indonesia Bersatu periode 2004-2009. Beberapa alsan itu adalah, Pertama, mengingat kita sudah kurang lebih sembilan tahun menerapkan, dan tetap berkomitmen dengan, otonomi daerah. Kedua, negara kita masih memiliki anggaran terbatas dan harus menjalankan pemerintahan dengan lebih efisien, efektif dan produktif. Ketiga, struktur birokrasi dan cabang-cabangnya masih banyak yang menjalankan fungsi tumpang tindih, atau kapasitas organisasi yang berlebihan; Mengingat hal-hal di atas, dan untuk membuat Indonesia lebih cepat mengejar ketertinggalannya dari bangsa-bangsa lain, dan agar setiap unit sumber daya yang digunakan bisa menghasilkan output lebih besar dan manfaat lebih banyak, perampingan dan penataan organ-organ dan jabatan-jabatan di dalam lembaga eksekutif dan birokrasi untuk pemerintahan periode 2009-2014 sangatlah diperlukan. Setelah melakukan kajian terhadap struktur dan elemen-elemen organisasi, fungsi dan kewenangan yang terdapat pada struktur kabinet dan pemerintahan pada periode 2004-2009, Tim Visi Indonesia 2033 melihat jumlah kementerian dan jabatan setingkat menteri yang selama ini berjumlah 36 bisa diperkecil sekurang-kurangnya menjadi 27 kementerian dan jabatan setingkat menteri. Bahkan, dengan memperkuat fungsi Sekretaris Kabinet, jumlah kementerian dan jabatan setingkat menteri itu masih bisa diperkecil lagi menjadi 25 buat dengan cara menghapus semua jabatan Menteri Koordinator. Berikut adalah Struktur Organisasi dan Bentuk masing-masing Kementerian yang kami usulkan: Kementerian dan Jabatan Sertingkat Menteri yang tetap dengan nama dan struktur lama: 1. Menteri Koordinator Politik dan Keamanan 2. Menteri Sekretaris Negara 3. Menteri Luar Negeri : 4. Menteri Pertahanan 5. Menteri Hukum dan HAM 6. Menteri Keuangan 7. Menteri Sumber Daya Mineral dan Energi 8. Menteri Kelautan dan Perikanan : 9. Menteri Kesehatan : 10. Menteri Agama : 11. Menteri Riset dan Teknologi : 12. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional : 13. Menteri Komunikasi dan Informasi : 14. Jaksa Agung : 15. Sekretaris Kabinet : Kementerian Hasil Reorganisasi 1. Menteri Koordinator Perekonomian dan Kesra Disamping untuk efisiensi, peleburan jabatan Menko Perekonomian dan Menko Kesra adalah untuk membuat para pejabat ekonomi sekaligus berpikir agar setiap upaya menjaga dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi langsung dikaitkan dengan kebutuhan ekonomi masyarakat. Karena, pada dasarnya, upaya untuk meningkatkan produktifitas ekonomi oleh negara adalah untuk meningkatkan penerimaan negara. Sedangkan tujuan meningkatkan penerimaan negara sendiri adalah untuk meningkatkan biaya pelayanan kepada masyarakat atau untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tidak tepat kalau masalah ekonomi hanya diurus dengan menggunakan ukuran-ukuran agregat ekonomi semata, tetapi harus langsung dikaitkan dengan indikator-indikator kesejahteraan rakyat. Penggabungan ini tentu juga akan menciptakan efisiensi karena mengurangi jabatan menteri dan sejumlah jabatan Aselon I (Deputi dan Staf Ahli). 2. Menteri Dalam Negeri dan Pemberdayaan Apartur Negara Men PAN dihapus dan diubah menjadi satu Dirjen. Tetapi, dari Depdagri, ada Dirjen yang dipindahkan, dilebur dan dihapus. Yang dipindahkan adalah Dirjen Pembinaan Masyarakat dan Desa, ke Departemen Pertanian dan Pembangunan Pedesaan. Sedangkan Dirjen yang perlu dilebur (rasionalisasi) adalah Dirjen Otonomi Daerah dan Dirjen Bina Pembangunan Daerah dijadikan satu Dirjen dengan nama Dirjen Bina Pemerintahan Daerah. Depdagri tidak relevan melakukan pembinaan pembangunan. Kementerian yang lebih tepat melakukan fungsi dan tugas pembinaan pembanugnan daerah adalah Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. Sementara, Dirjen yang perlu dihapus adalah Dirjen Bina Administrasi Keuangan Daerah, karena lebih tepat kewenangan ini diletakkan di Dirjen Keunangan Pusat Daerah di Departemen Keuangan. Berarti, dari Depdagri sekarang kita bisa mengurangi dua jabatan aselon I dan memindahkan satu aselon I. Dengan dihilangkannya jabatan Menteri PAN dan dipindahkan menjadi satu aselon I ke Departemen Dalam Negeri dan PAN, maka semua jabatan aselon I (Deputi) di Kantor Men PAN saat ini hilang, tetapi diganti menjadi satu aselon I berbentuk Dirjen. 3. Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan (Pembangunan Pertanian dan Pedesaan lebih produktif disinergikan. Dengan penyatuan ini, pembangunan pertanian lebih ditegaskan agar tidak terlalu bernuansa sektoral dan teknis, karena sebagian besar urusan pertanian dikaitkan dengan pembangunan masyarakat pedesaan yang mayoritas ádalah petani. Disamping itu, dalam menangani urusan keluarga petani, perlu ada agenda transformasi ekonomi agar luapan angkatan verja di sektor pertanian, tertampung oleh penciptakaan lapangan verja lain di sektor agribisnis dan usaha nonpertanian di pedesaan. Dirjen Pembinaan Masyarakat dan Desa di Depdagri dipindahkan karena kurang relevan bagi departemen yang seharusnya berkonsentrasi pada pembinaan tata kelola pemerintahan, dan Aselon I Depdagri terlalu banyak. Depdagri melalui Dirjen yang relevan hanya berperan sebagai Pembina Pemerintahan Desa) 4. Menteri Pekerjaan Umum dan Perhubungan Kementerian baru hasil penggabungan Dep PU dan Dep Perhubungan ini ditujukan untuk: Pertama, menghilangkan tumpang tindih pembangunan jalan dan pola transportasi yang menggunakannya. Banyak sekali kasus dimana terjadi kerusakan fisik jalan akibat dipakai oleh moda transportasi yang melebihi beban. Kedua, konsep transportasi inter-moda yang sudah sangat mendesak diterapkan juga mensyaratkan padunya transportasi laut, udara dan darat berikut prasarana pelabuhan, terminal, bandara, dan sebagainya dengan prasarana jalan dan sumber daya air (sungai, muka sungai, muka laut, dsb). Pembangunan sumber daya air bukan hanya bertujuan untuk konservasi air (ingat kasus situ gintung dimana balai besar air kurang berperan, juga perlu diingat kasus banjir tol bandara), melainkan secara produktif mengembangan pola transportasi air sekaligus sistem pengairan pertanian secara terpadu. Dengan demikian pembangunan prasarana pengairan pertanian juga perlu digabungkan ke dalam departemen baru ini. Ketiga, terpadunya pembangunan prasarana makro PU dan Perhubungan menjadikan kekuatan pengendalian pembangunan prasarana dasar di hadapan swasta (bukan sebaliknya). Sebagai contoh, kerjasama pemerintah dan swasta dalam pembangunan jalan tol tidak dikendalikan oleh swasta semata dan menjadikannya parsial. Dengan mengacu kepada rencana tata ruang nasional yang disusun oleh BKPRN, secara makro dan mengacu pada rencana sektoral Kementerian Perumahan dan Permukiman (rencana prasarana permukiman perkotaan mikro) dan Kementerian Pertanian (rencana prasarana pengairan mikro) maka pengendalian pembangunan prasarana makro memiliki kerangka yang utuh dan terpadu. Hasilnya, berbagai proposal infrastruktur melalui PPP dan sebagainya lebih didasarkan pada skala prioritas dan justifikasi yang jelas dan terencana sehingga dapat secara efektif mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. 5. Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Penanganan sektor kehutanan harus lebih berorientasi pada pelestarian lingkungan hidup dan keseimbangan ekosistem, walaupun fungsi lain dari hutan tetap harus dilanjutkan. Dengan memasukkan juga urusan penelolaan lingkungan di kawasan nonhutan, seperti perkotaan, maka jabatan Menteri LH diganti menjadi Dirjen yang lebih oprasional. Dengan pelebruan ke kementerian baru ini, semua jabatan Aselon I (Deputi) di Meneg LH hilang dan diganti oleh satu Aselon I berbentuk Dirjen. 6. Menteri Sosial dan Pemberdayaan Perempuan Urusan Departemen Sosial dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan memiliki satu nafas dan karakter dalam hal misi dan metode. Penggabungan ini akan menimbulkan daya efisiensi dan efektifitas yang lebih tinggi karena berdampak pengehematan tetapi tidak akan mengurangi produktifitas. Sebaliknya, pengelolaan urusan-urusan penyandang masalah sosial dan pemberdayaan perempuan akan lebih efisien. Sementara, setidak-tidaknya efektifitasnya selama ini tidak akan berkurang. Mengingat urusan-urusan penanganan penyandang masalah sosial, korban bencana dan kaum perempuan yang masih tertinggal merupakan urusan-urusan kongkret, sebaiknya kementerian ini Berbentuk Departemen. Dengan demikian, penghapusan sejumlah Deputi (Aselon I dari kantor Meneg PP di satu sisi, diikuti oleh pergantian Aselon I ke bentuk Dirjen yang lebih operasional. 7. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kebudayaan bukanlah komoditas atau semata-semata sebagai aset yang digunakan sebagai sumber penerimaan negara, melainkan sumber nilai-nilai hidup dan pembelajaran. Oleh karena itu, Dirjen Sejarah dan Arkeologi di Depbudpar harus dipindahkan kembali ke Depdikbud, dan kembali diberi nama Dirjen Kebudayaan dengan urusan yang juga mencakup urusan nilai-nilai Budaya. Nama kementerian tidak perlu lagi menggunakan kata “Nasional” karena penggunaan kata tersebut mengesankan adanya pembagian yang relevan dan dikotomi antara nasional dan lokal di bidang pendidikan. 8. Menteri Tenaga Kerja dan Pembinaan Koperasi dan UKM Urusan Transmigrasi sudah tidak relevan menjadi program besar dan menjadi bagian dari nama sebuah Departemen. Sejak akhir tahun 1980-an jumlah keluarga yang ditransmigrasikan terus menurun sehinga jumlahnya sudah tidak signifikan untuk dikelola oleh sebuah Direktorat Jenderal. Pada saat yang sama, migrasi penduduk yang masuk ke Jawa terus meningkat dan generasi anak-anak keluarga transmigran termasuk ke dalam penduduk yang melakukan remigrasi ke Jawa dan kota-kota besar di luar Jawa. Ini menandakan Program Transmigrasi sudah tidak relevan dan selama ini hanya menghasilkan pemborosan. Karena salah satu misi utama pemerintahan yang akan datang, seperti juga pemerintahan yang akan berakhir, adalah mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran, maka isu yang paling strategis untuk mencapai misi tersebut adalah isu penciptaan lapangan kerja, peningkatan produktifitas pekerja dan perluasan lapangan usaha. Tempat dan aset yang paling strategis untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan, pengangguran dan peningkatan pendapatan masyarakat banyak tidak lain adalah koperasi dan usaha-usaha kecil dan menengah yang jumlahnya sekitar 42 juta unit. Oleh karena itu, akan lebih tepat dan lebih singkron apabila penanganan lapangan kerja, perluasan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat banyak ditangani dengan menyatukan urusan ketenagakerjaan dan koperasi dan usaha kecil menengah. Penyatuan ini akan memungkinkan pencapaian tujuan lebih efektif dan penggunaan sumber daya lebih efisien karena mengurangi jumlah menteri dan jabatan Aselon I. 9. Menteri Negara Perbendaharaan Negara dan Pembinaan BUMN Dirjen Perbendaraan Depkeu dipindahkan, tetapi berubah dalam bentuk Deputi. Penyatuan dua urusan ini lebih tepat karena baik BUMN dan perbendaharaan yang selama ini diurus oleh Departemen Keuangan adalah perbendaharaan negara. 10. Menteri Perumahan dan Permukiman Kementerian ini sebaiknya merupakan gabungan dari Kemenpera, Ditjen Cipta Karya (PU) dan Ditjen Penataan Ruang (PU) sekarang. Tujuannya pertama, agar tumpang tindih direktorat hingga tumpang tindih program yang terjadi selama ini dapat dipadukan agar lebih efisien, yaitu antara Kedeputian Pengembangan Kawasan dan Perumahan Formal di Menpera dengan Direktorat Pengembangan Permukiman di PU Cipta Karya dan antara program lainnya yang tumpang tindih seperti pembangunan rumah susun, peremajaan kawasan dan perbaikan rumah, dan sebagainya. Efisiensi juga dicapai dengan meninggalkan pola pembangunan yang bertumpu pada pola proyek (turn key project) yang secara langsung ditangani sebuah kementrian, dan menggantikannya dengan pengukuran kinerja berbasis sistem remunerasi yang kini mulai dikembangkan. Tujuan kedua, agar tujuan merumahkan seluruh rakyat secara layak benar-benar dapat diwujudkan karena menjadi salah satu tujuan penting kita bernegara. Yaitu agar dapat dijalankan secara terpadu dan terintegrasi, minimal terpadu di antara elemen-elemen prasarana ke-PU-an seperti Air Bersih, Sanitasi, Tata Bangunan, dan Pengembangan Permukiman serta Tata Ruang yang selama ini ada di PU Cipta Karya dan PU Tata Ruang. Duplikasi yang sama telah terjadi selama ini antara Kemenpera dan Dep PU sehingga seluruh proyek fisik pembangunan perumahan tidak mendapat dukungan yang memadai dari prasarana ke-PU-an tersebut. Mengenai istilah perumahan rakyat merupakan ruh yang tidak bisa ditinggalkan meskipun tidak disebut secara eksplisit sebagai nama kementerian, karena sudah terpatri di dalam pasal 28H UUD 1945 mengenai hak perumahan dan permukiman bagi seluruh lapisan rakyat. Tujuan ketiga, mengembalikan penataan ruang ke tingkat mikro sebagai instrumen efektif pengembangan dan pengendalian perumahan, permukiman dan perkotaan. Selama ini, dengan berdiri sendiri sebagai direktorat jenderal, menangani PR mulai dari nasional hingga mikro kawasan, membuat penataan ruang kehilangan peran pengaturannya di tingkat mikro kawasan, dengan fenomena berbagai kejadian penyimpangan pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan dan luar perkotaan. Diusulkan agar penataan ruang di tingkat wilayah dan nasional dapat ditangani di tingkat nasional melalui BKPRN (dulu BKTRN). Penataan ruang di tingkat nasional sulit dikendalikan oleh PU saja karena perlu mengkoordinir departemen lain yang setingkat PU, seperti Dep Kelautan dan Perikanan, Dep Kehutanan dan Perkebunan, Departemen Pertanian, Dep Dalam Negeri, dll yang memiliki unit penataan ruang di masing-masingnya. Koordinasi di tingkat Badan BKPRN adalah jawaban untuk PR makro. Tujuan keempat, agar penggabungan ketiganya memiliki posisi tawar yang tinggi di hadapan Departemen PU yang lebih fokus dalam pembangunan prasarana makro yaitu binamarga (jalan wilayah), perhubungan dan sumber daya air. Tidak ada justifikasi pembangunan prasarana ke PU an selain dukungan terhadap pembangunan perumahan, permukiman dan perkotaan serta penataan ruang. Ke depan, dalam jangka menengah hingga 10 tahun, kedua departemen ini digabungkan lagi bersama-sama dengan badan pertanahan nasional. Tujuan kelima, agar tidak ada tumpang tindih pembinaan Perusahaan Publik di bidang perumahan dan permukiman. Dengan misi melakukan penguatan BUMN dan BUMD di sektor perumahan dan permukiman, secara simultan dalam jangka waktu yang sama 10 tahun, ditargetkan untuk terbentuknya Otoritas Perusahaan Publik di bidang Perumahan dan Permukiman yang tangguh dan berdaya untuk memimpin pengendalian pembangunan permukiman dan perkotaan (seperti Perumnas), yang sejalan pula dengan terbangunnya Otoritas Publik Transportasi (seperti KAI dan DAMRI) yang semakin kuat dan terkoordinasi. Preseden yang sama di Jepang dapat dijadikan model, yaitu perjalanan MLIT, Ministry of Land, Infrastruktur, Land and Transport, yang meninggalkan penanganan proyek fisik oleh departemen dan menyerahkan pelaksanaannya pada otoritas perusahaan publik yang transparan dan akuntabel, yaitu Urban Renaissance (UR, dulu Housing and Urban Development Corp) dan Japan Railway (JR) yang berkoordinasi erat dan efektif memimpin peremajaan kawasan dan pengembangan kawasan baru, tetap dengan pelibatan sinergis swasta dan masyarakat. Fenomena pengembangan kawasan perumahan dan permukiman yang kini terjadi dipimpin oleh sektor swasta sungguh mengkhawatirkan karena mengkhianati pasal 33 UUD 1945, yaitu peningkatan nilai lahan akibat dibangunnya prasarana publik tidak dapat sepenuhnya jatuh ke publik secara berkeadilan. 11. Menteri Negara Pemuda, Seni Budaya dan Olahraga Direktorat Jenderal Film, Seni Budaya dan Nilai-nilai Budaya di Deparbud dipindahkan menjadi Satu Deputi, tetapi urusan Nilai-nilai Budaya diserahkan kembali ke Dirjen Kebudayaan sesuai dengan struktur baru Depdikbud. Penghapusan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata masih dapat mengurangi satu jabatan Aselon I dan membuat urusan-urusan kebudayaan dan pariwisata ditangani dengan tepat sesuai dengan tujuan pengelolaannya: 12. Menteri Perindustrian dan Perdagangan (untuk dipertimbangkan lebih jauh): Jika bidang-bidang yang diurus dan target oleh masing-masing Departemen tetap seperti selama ini, lebih baik kedua Departemen digabung. Tetapi, jika bidang-bidang urusan masing-masing diperdalam dan target pencapaian kinerja masing-masing ditingkatkan, masing-masing bisa tetap berdiri sendiri. Badan yang diubah sebagai hasil penggabungan dengan unsur lama dari Kementerian atau Unsur Kementerian lain Badan Promosi Investasi dan Pariwisata (perubahan dari BKPM). Karena tujuan pengelolaan urusan investasi dan urusan pariwisata pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama, yakni meningkatkan arus investasi dan arus wisatawan, maka tugas pokok yang harus dilakukan Pemerintah tidak lain adalah melakukan promosi. Karena itu, penggabungan Dirjen Pariwisata yang berasal dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata pada periode pemerintahan 2004-2009 dengan BKPM adalah langkah yang tepat demi efisiensi dan efektifitas. Kementerian Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal menjadi Badan Koordinasi Pembangunan Daerah Tertinggal Kementerian Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal sebaiknya diganti dengan sebuah Badan Koordinasi karena selain sifatnya yang koordinatif menggerakkan banyak kementerian dan badan, juga perhatian terhadap daerah tertinggal udah menjadi arah kebijakan pembangunan yang dituangkan dalam RPJP dan RPJM yang memang harus diterjemahkan ke dalam program-program berbagai kementerian dan badan. Untuk mengefektifkan implementasi kebijakan nasional ini cukup ditangani sebuah badan koordinasi yang langsung berada di bawah Presiden. Catatan Tambahan Dari total jumlah jabatan Menteri dan setingkat menteri yang masih berjumlah 27 jabatan di atas, masih memungkinkan mengurangi dua kementerian, yakni jabatan Menteri Koordinator yang terdapat dalam daftar di atas. Penggabungan tersebut memungkinan tanpa menjadikan tersisanya urusan atau kewenangan dengan cara memperkuat struktur dan kapasitas Sekretariat Kabinet, terutama dalam menangani dan mengolah laporan-laporan kegiatan semua kementerian untuk dipelajari dengan cepat oleh Presiden dan Wakil Presiden. Bila langkah ini dipilih, maka jabatan Menteri dan setingkat menteri tinggal berjumlah 25 jabatan, termasuk di dalamnya Jaksa Agung dan Sekretaris Kabinet. Artinya, berkurang sebanyak 11 (sebelas) jabatan dari Kabinet Indonesia Bersatu 2004-2009. Dengan struktur dan bentuk masing-masing kementerian kabinet yang kami usulkan ini, diperkirakan akan terjadi pengehematan anggaran negara cukup besar dalam lima tahun mendatang, mengingat, selain mengurangi besar biaya fasilitas menteri juga akan diikuti pengurangan biaya fasilitas untuk para pejabat di bawahnya. Dengan struktur baru ini, diperkirakan akan mengurangi sekitar 30 kursi jabatan Aselon I (Dirjen dan Deputi) dari jumlah yang ada saat ini. Pengurangi ini tentu juga akan diikuti dengan pengurangan jumlah jabatan Aselon II (Direktur dan Kepala Biro) untuk sekitar 90 kursi jabatan. Jakarta, 16 September 2009 *** Nomor kontak: Andrinof A. Chaniago, M. Si., Koordinator Tim, 0811848554 dan 0818779912 Ahmad Erani Yustika, Ph. D., 08123300355 Jehansyah Siregar, Ph. D., 081399616005 Tata Mutasya, MA., 08128626997 Oka Widana schrieb: > > Saya kok merasa sepakat dengan yg ditulis rekan Hok An (Btw, kapan Anda ke > Jakarta, lagi?). Pancasila itu, adalah konsensus para pendiri Negara, yang > merupakan visi akan menjadi apa yang namanya negara dan bangsa Indonesia > itu. Pendiri Negara, tidak memberikan petunjuk, bagaimana atau akan > diapakan > pancasila dalam hal implementasi dan aplikasinya dalam berbangsa dan > bernegara. Artinya, Pancasila itu, kalau diibaratkan suatu wadah, masihlah > wadah yang kosong, yang hanya diberi merek Pancasila. > > Jika persepsinya seperti itu, maka tak heran jika pak Harto dan > pemerintahannya pada saat itu berusaha menciptakan wadah yg dinamakan P4. > Kalopun saat ini banyak yang bilang bahwa pendekatan itu salah, karena > bersifat indoktrinatif dan mengikis sikap kritis Warga Negara, saya > kira itu > adalah tahapan belajar yang harus kita lalui. Setelah era P4, seolah-olah > Pancasila seperti tertelan bumi, antara ada dan tiada. Apakah P4, > menghasilkan efek traumatis terhadap Pancasila? Saya kira, walau belum ada > penelitiannya, kok ngak sampai kesitu ya... > > Bung Poltak benar mempertanyakan Pancasila itu seperti apa? Wong dia baru > melihat wadahnya doang.. mas Pras juga benar, karena beliau melihat, > didalam > wadah itu sudah ada isinya, yaitu kebijakan hasil pengalaman bangsa ini > selama 64 tahun merdeka, bahkan sebelumnya. Bung Enda, dan rekena2 > lain saya > kira benar juga karena melihat angle yang berbeda, pada wadah ini. > > Pancasila seperti halnya Merah Putih adalah kartu mati bagi Negara > Indonesia. Dulu Merah Putih, kita artikan berani (merah) karena suci > (putih), mungkin sekarang Merah Putih harus diintepretasikan lain.. (wong > Nurdin Top dkk, aja bisa mengklaim semua aktivitas gilanya adalah berani > karena suci, apa bedanya dg Merah Putih Indonesia?) ditengah kapitalisme > modern, globalisasi, nasionalisme baru. Pancasila saya kira harus > diperlakukan sama, Pancasila adalah wadah yang dinamis, yang tak akan > pernah > penuh. > > Siapa yang harus mengisi, bukan Pemerintah tapi seluruh Warga Negara. > Jangan > Pemerintah yang bertugas mengisi, apalagi memonopoli intepretasi, entar > balik lagi jaman Orba dong. Suatu Badan atau lembaga yang diatas > Pemerintah, > yang merupakan representasi seluruh rakyat..apalagi kalo bukan MPR, disitu > ada wakil Parpol dan Daerah, bukan? UUD 45 yang dulu dianggap sakral saja > bisa diamend, walau kesakralannya ingin tetap dipertahankan dengan cara > tetap menamakannya UUD 45...artinya MPR bisa merumuskan guidance yg lebih > jelas bagaimana mengaktualisasikan (saya tak ingin menggunakan kata > mengamalkan) Pancasila. Dari sanalah barulah bangsa ini bisa melangkah > lebih > jauh... > > Sebagai Moderator, saya tak ingin menutup diskusi mengenai Pancasila ini, > tapi memang kesimpulannya ngak akan jauh dari yang saya tuliskan diatas. > Kalo mau dilanjutkan silahkan sajalah...untuk membedakan dengan topik yang > terkait ekonomi, maka dibawah thread Pancasila, kita hanya akan membahas > hal2 diluar ekonomi. Hal-hal mengenai Ekonomi Pancasila, saya sarankan > dibawah traead Ekonomi Pancasila. > > Salam, > > From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com > <mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com> > [mailto:AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com > <mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com>] On Behalf Of Hok An > Sent: Wednesday, October 07, 2009 12:38 AM > To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com > <mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com> > Subject: Re: [Keuangan] PANCASILA > > Bung Poltak, > > bagi saya Pancasila tadinya adalah janji bentuk dari negara (waktu itu > cuma RI). > Isinya adalah kompromi dari kelompok2 yang mendukung lingkaran kecil > sekitar BPKNIP. > Pada awalnya cuma ada 4 sila. Akhirnya jadi 5 sebab kelompok2 minoritas > menuntut masuknya perikemanusian. > Azas perikemanusian diaktualisasi sesudah UUD 45 diganti dengan > UUDSementara dimana seluruh konvensi PBB yaitu apa yang namanya Hak2 > Azasi Manusia (HAM) diadopsi dalam UUD ini. > Jadi Indonesia adalah satu negara yang pertama mengakui HAM. > Tetapi mengakui kita sekarang tahu semua ternyata bukan melaksanakan. > > Yang terjadi malah degradasi sistem negara hukum sampai nyaris hilang. > Yang hilang bukan hanya sistem hukum, tetapi juga norma dan etika. > Singkat kata sesungguhnya konsensus nasional tentang baik dan buruk, > benar dan salah sudah dalam keadaan lumpuh. > > Perlu dikaji ada atau tidak lembaga negara yang bertugas mengawasi dan > menerapkan sistem hukum, norma dan etika dalam negara kita. > Sesungguhnya badan tertinggi adalah MPR. Tetapi badan ini sudah maya, > sebab fungsi yang nyata tidak jelas lagi. Sebetulnya MPR adalah badan > yang bertugas menyusun sistem nilai apakah UU yang ada sesuai dengan > Pancasila atau tidak. Berdasarkan sistem nilai ini harusnya setiap > undang2 bisa dinilai oleh Makamah konstitusi apakah masih berlaku. > > Dalam praktek se-hari2 harusnya ada menteri UUD yang bertugas mendidik > dan mengawasi semua unit2 kenegaraan supaya bekerja dalam kerangka UUD. > Di Indonesia fungsi ini tidak jelas ada di departemen apa. Harusnya > jabatan ini dipegang oleh Menteri Dalam Negeri yang 10 tahun terakhir > ini se-olah2 kehilangan perannya sebagai juru pimpin tata negara kita. > > Jadi Pancasila dan aparatnya yaitu seluruh sistem perundangan kita ini > belum bisa atau tidak selalu bisa ditagih, mirip obat placebo. Merek > sudah ada tapi isinya masih kosong. > Mengatasi masalah ini tidak mudah, sebab visi politik untuk itu belum ada. > Sebab itu perlu ditanamkan idealisme supaya visi negara modern dengan > tata negara yang jelas bisa jadi infrastruktur politik kita dikemudian > hari. > > Salam > > Hok An > > Poltak Hotradero schrieb: > > > > > > At 11:40 AM 10/6/2009, you wrote: > > >Aku jd tertarik jg comment. Menurutku semua pemikiran/konsep selalu > > >merupakan respond terhadap tantangan jaman dan waktu. Jd, ada > > >assumsi yg melandasi konsep tsb. > > > > > >Asumsi2 dasar ekonomi kapitalis, sosialis rasanya sudah jelas. Yg > > >rasanya belum jelas ialah ekebenarnya apa sih asumsi2 ekonomi > Pancasila? > > > > Bung Enda, > > > > Itu dia bagian dari pertanyaan saya sejak berhari-hari yang lewat. > > Pancasila itu konkritnya apa? (dan sama dengan itu - ekonomi > > Pancasila itu konkritnya apa?) > > > > Kayaknya masih belum terjawab. > > Dan kalau memang belum terjawab -- bagaimana kita bisa tahu ekonomi > > pancasila (apapun itu) adalah penyelesaian atas masalah ekonomi kita? > > > > Bila ternyata Pancasila tidak mendorong penegakan hukum atau > > meritocracy -- maka semakin berkuranglah poin untuk menyatakan bahwa > > ekonomi pancasila adalah resep yang tepat... > > > > Sekadar jadi gerakan moral ya silahkan saja -- tetapi sebagai "agama" > > atau doktrin ekonomi -- Pancasila rasanya sudah terlalu jauh. > > > > >Pertanyaan berikutnya tentu, seberapa penting sebenarnya asumsi tsb > > >dibawa dalam tahap operasional. [Aku sendiri pernah schock baca > > >paper lama dari Milton Friedman "The Methodology of Positive > > >Economics", yg kurang lebih bilang bhw unrealistics assumsi dalam > > >teori ekonomi tidaklah penting, selama teori tsb menghasilkan > ------------------------------------ ========================= Blog resmi AKI, dengan alamat www.ahlikeuangan-indonesia.com ------------------------- Facebook AKI, untuk mengenal member lain lebih personal, silahkan join http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045 ------------------------- Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com ========================= Perhatian : - Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor posting sebelumnya - Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas - Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:ahlikeuangan-indonesia-dig...@yahoogroups.com mailto:ahlikeuangan-indonesia-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ahlikeuangan-indonesia-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/