berita kompas yang disebarluaskan lewat koran digital ini mungkin masuk
kategori out-of-topics di milis ini. tetapi kalau dipikir lagi, motif utama
kawan2 yang mencoba-coba jadi TKI Ilegal di bawah ini sebenarnya motif
ekonomi.

ketika seseorang tidak memiliki pekerjaan untuk menopang hidupnya, maka
alternatifnya cuma beberapa:
1) wirausaha, dengan syarat ia memiliki keahliannya dan tentu modal
usahanya, entah bagaimana caranya.
2) pergi ke tempat ketrampilan/keahliannya dibutuhkan, bagusnya sih resmi,
bagusnya ngga lewat pihak ketiga tapi kalaupun lewat pihak ketiga juga ya
semoga mereka employer yang baik, bukan cuma sekedar makelar.
3) mengemis. dalam situasi tertentu mungkin bisa dimaklumi, tetapi
naga-naganya sekarang mulai jadi profesi dan nampaknya mulai menimbulkan
keresahan di kalangan agamawan sehingga muncul suara2 yang mengharamkan
profesi ini. profesi lho ya ? kalo butuh beneran mungkin lain perkara (tapi
bagaimana membedakannya / hehe)

sebenarnya mengapa orang mau bekerja harus dipersulit, ya ? kalau ia bisa
bekerja dengan legal di luar negeri, bukankah pemerintah juga yang senang ?
kecuali, kalau ternyata ada motif lain (ekonomi?) juga sehingga terjadi
hal-hal di bawah ini

jika jalur resmi, ia harus mengurus perizinan yang makan uang dan waktu
lama. Belum lagi syarat tujuh bulan upah pertama menjadi hak Perusahaan Jasa
Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) sebagaimana pengalamannya dulu


tapi apa iya pekerjaan di dalam negeri kurang ?
kalau memang kurang, pertanyaannya kemudian tentu mengapa, bukan ?
kalau memang pekerjaan kurang, apakah itu berarti supply produk/jasa juga
kurang dibanding permintaannya, sehingga harga-harga naik ? atau sebenarnya
tidak nyambung sama sekali ?
dari sisi ekonominya si pemerintah, sebenarnya lebih untung mana antara
prioritas membuka lapangan kerja di dalam negeri (entah dari sisi
investasian masuk ke dalam negeri, mempermudah iklim usaha dan sarana
prasarana, atau justru menggiatkan kewirausahaan) dengan membiarkan orang
bekerja keluar negeri, baik legal maupun ilegal, seperti ini ?

kalau memang dalam negeri adalah jawaban, kenapa kebijakan pemerintah
sepertinya tidak mendukung itu ya? dan sebaliknya, sebab menurut berita ini
nampaknya bekerja ke luar negeri dengan legal pun susah, khususnya bagi
pekerja kelas menengah bawah.

*BR, ari.ams*

---------- Pesan terusan ----------
Tanggal: 23 Agustus 2010 08.23
Subjek: Bukan Balada Anak Negeri


 *TKI ILEGAL*
Bukan Balada Anak Negeri
Senin, 23 Agustus 2010 | 02:42 WIB

Sebanyak 19 calon tenaga kerja ilegal berjalan dalam kompleks Pangkalan TNI
AL Batam setelah menjalani pemeriksaan, Kamis (5/8). Mereka ditangkap saat
berlayar menuju Malaysia pada Kamis dini hari.

Sebuah kapal cepat bermesin ganda dengan kekuatan total 400 PK telah
menunggu di pantai Kabil, Batam, Rabu (4/8) malam. Adalah Abdul Hamid (33),
sang nakhoda, dibantu dua pemuda, Hendika Setiawan dan Muhamad Yani, sebagai
operator.

Satu per satu tekong atau makelar muncul membawa dua sampai tiga calon
tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal. Total semua calon TKI ilegal berjumlah
19 orang, dua di antaranya perempuan. Setiap calon TKI ilegal telah membayar
uang kepada tekong masing-masing senilai Rp 1 juta.

Menjelang tengah malam, kapal yang membawa calon TKI ilegal itu pun
berangkat. Entah mau dikata malang atau untung, mereka tertangkap patroli
Keamanan Laut TNI AL, Kamis (5/8) sekitar pukul 00.30. Saat itu, kapal masih
berada di perairan Kabil, Pulau Batam.

Singkat cerita, mereka yang terbukti ilegal tersebut dibawa ke Pangkalan TNI
AL Batam berikut nakhoda dan awak kapal untuk diperiksa lebih lanjut. Kamis
siang, mereka dikirim ke Dinas Sosial Kota Batam untuk dipulangkan ke
kampung halaman masing-masing.

*Tertimpa tangga*

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Ungkapan ini pas untuk mereka karena gagal
pergi ke Malaysia dan rugi di ongkos sebab telah mengeluarkan uang untuk
tekong berikut biaya perjalanan dari kampung halaman sampai ke Batam.

Misalnya, Susilo (28) asal Madiun yang menggunakan pesawat dari Surabaya ke
Batam. Total ongkos yang telah dikeluarkan untuk perjalanan dari Madiun
sampai Batam sekitar Rp 1 juta. Jika ditambah dengan uang untuk tekong,
total Rp 2 juta.

Para calon TKI ilegal itu berasal dari beberapa daerah, di antaranya
Larantuka, Madiun, Sumba, Madura, Purwokerto, dan Banten. Mereka rata-rata
bekerja sebagai petani atau buruh tani di desanya. Mayoritas sudah
berkeluarga.

”Di desa saya di Madiun, saya cuma buruh tani. Kalau ada garapan di sawah,
ya bekerja, kalau tidak ada, ya menganggur. Sekarang lebih banyak
menganggurnya. Upah saya Rp 25.000 per hari,” kata Joko (35) yang baru
pertama kali mencoba ke Malaysia.

Hal serupa dikemukakan Susilo. Ayah empat anak itu mengaku tak mampu
menghidupi keluarganya jika hanya bergantung pada hasil panen dari sepetak
tanah sawah warisan orangtuanya di Madiun.

Pengalaman kerja selama dua tahun di Malaysia semakin membulatkan tekad
lulusan SMP itu untuk kembali ke negeri jiran. Apalagi hasil tabungan selama
di Malaysia lumayan.

”Dulu saya bekerja sebagai TKI legal. Setelah kerja dua tahun, saya bisa
pulang membawa uang Rp 30 juta,” kata Susilo yang dulu bekerja sebagai
tukang pasang lift di Malaysia.

Pengalaman serupa dialami Novita (22), calon TKI ilegal asal Larantuka. Tiga
tahun lalu, ia bekerja di Malaysia dengan status TKI legal sebagai pelayan
kedai minuman di bengkel. Setelah dua tahun bekerja, perempuan lulusan SMP
itu pulang membawa uang Rp 20 juta hasil tabungannya.

Lain dulu lain sekarang. Justru karena pengalaman, keduanya memilih jalur
tikus karena lebih murah dan cepat meski risikonya besar.

Menurut Susilo, ia cukup mengeluarkan uang Rp 3 juta untuk jalur tikus dari
Batam sampai ke makelar di Malaysia yang akan memberinya pekerjaan.

Sementara jika jalur resmi, ia harus mengurus perizinan yang makan uang dan
waktu lama. Belum lagi syarat tujuh bulan upah pertama menjadi hak
Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) sebagaimana pengalamannya
dulu. Total modal yang harus dikeluarkan dalam jalur resmi sekitar Rp 7
juta.

Novita (22), Joko (35), dan Susilo (28) adalah klise kisah seputar isu TKI.
Kisah itu akan terus terulang sepanjang negeri asal mereka tak mampu
memberikan kesempatan bekerja layak kepada warga negaranya.

Kampung halaman kini tampaknya memang tak seindah cerita dalam buku-buku
sekolah dasar. Bertani sebagai warisan pusaka budaya agraris hanya tinggal
kenangan. Susah hidup adalah kenyataannya sekarang.

Manakala pekerjaan makin sulit didapat di negeri sendiri, bekerja di negeri
tetangga jadi harapan. Tak heran, anak-anak negeri terus mengalir deras ke
Malaysia meski penganiayaan dan pembunuhan TKI berulang kali menjadi kabar.
Balada berarti sajak sederhana yang mengisahkan cerita rakyat yang
mengharukan. Maka untuk Novita, Joko, Susilo, dan siapa saja yang gagal saat
ingin mengubah nasib lewat jalur tikus ke Malaysia, bukan sajak mengharukan
yang terpaparkan, melainkan karikatur satiris anak negeri yang
tergambarkan.(LAKSANA AGUNG SAPUTRA)

http://cetak.kompas.com/read/2010/08/23/02424230/bukan.balada.anak.negeri


-- 
-----
save a tree, don't print this email unless you really need to


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

=========================
Millis AKI mendukung kampanye "Stop Smoking"
=========================
Alamat penting terkait millis AKI
Blog resmi AKI: www.ahlikeuangan-indonesia.com 
Facebook AKI: http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
Arsip Milis AKI online: 
http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
=========================
Perhatian : 
Untuk kenyamanan bersama, agar diperhatikan hal-hal berikut: 
- Dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor posting sebelumnya
- Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota 
yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas
- Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan kirim ke 
ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    ahlikeuangan-indonesia-dig...@yahoogroups.com 
    ahlikeuangan-indonesia-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ahlikeuangan-indonesia-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke