[Keuangan] Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak
Artikel mengenai Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak ini nampaknya ditulis untuk memberi tanggapan berita http://www.pajak.go.id/index.php?option=com_contentview=articleid=10281:17-jenis-jasa-bebas-ppncatid=87:Berita%20PerpajakanItemid=123tentang 17 jenis jasa akan terbebas dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Salah satu tujuan tidak dikenakan PPN adalah agar harganya mampu bersaing. Apa iya? Contoh di bawah ini adalah salah satu contoh yang membuktikan tidak selalu demikian: Peternak Ayam Petelur Untuk mendapatkan panen yang bagus, petani harus beli bibit yang baik, juga makanan yang baik. Kalo pakan ayamnya buatan pabrik, maka pakan itu kena PPN. Artinya si peternak ada tambahan uang keluar senilai PPN Masukan 10%. Belum lagi ia harus juga mengeluarkan uang untuk merawat kondisi kandang, obat2an dan vitamin kesehatan ayam-ayamnya dll yang kena PPN. Misalnya harga pakan, lampu, obat dll 100, maka yang ia keluarkan 110. Waktu dijual, telur2nya itu ngga kena PPN. Kalo misalnya harga jualnya 115, maka laba bersihnya hanya 115-110 = 5. Kenapa begitu ? Sebab PPN Masukannya jadi biaya pengurang laba sebab tidak bisa dikreditkan. Untungnya, telur2 ini waktu dijual kembali di supermarket juga tidak kena PPN. harga jual akhirnya hanya bertambah sebesar margin pedagang, tidak ada unsur PPN. Contoh ini ngga akan jauh beda dengan petani atau pekebun yang produknya bebas PPN. Problemnya, yang ditekan dalam hal ini adalah peternak. Ngga ada jaminan bahwa harga jual peternak yang 115 itu ngga akan dijual oleh si pedagang besar/akhir hanya 120, bisa jadi 300 dan yang dapat laba 180 adlah pedagang. peternak tetep aja dapat 5. Kalau keadaannya kayak begitu, suatu saat peternak akan menaikkan harga produksinya. Pedagang juga akan menaikkan harga jualnya. Kalo ngga ada batasan, maka harga jual telur lokal bisa jadi lebih tinggi daripad telur impor. Saya ngga menentang aturan UU PPN baru (lha memangnya saya siapa kok berani2nya menentang aturan yang ditetapkan sing mBahurekso hehehe :) Semangatnya bagus sekali kok. Tapi ada lobang yang bisa saja saya manfaatkan agar saya tetap dapat untung besar, sabodo teuing dengan tujuan akhir pemerintah yang meniatkan industri dalam negeri bisa bersaing atau survive. Kalo saya ngga ikutan ditatat, maka peternak atau petani tetap saja miskin.. sementara produk asing tetap saja meraja lela, padahal demi aturan ini Kalimat saya bisa saja, loh. Tidak berarti akan begitu jadinya atau harus begitu. Tetapi kalau ada aturan main yang menutup lobangnya, alangkah baiknya.. Nah, dalam artikel di bawah, nampaknya (juga) diasumsikan karena labanya kecil maka peterrnak (kalo ikut contoh di atas) menaikkan harga, pedagang menaikkan harga lagi.. *BR, ari.ams* http://www.klinik-pajak.com/aspek-ekonomis-barang-tidak-kena-pajak.html* Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak* September 25, 2008 by Rudi Filed under PPN Menarik dicermati, langkah bersama berbagai asosiasi pengusaha menyampaikan usulan ke DPR baru-baru ini. Yakni agar barang dan jasa yang tidak kena PPN, jenisnya diperluas atau diperbanyak (harian KONTAN, 16/9/2008). Usulan ini terkait sedang dibahasnya RUU amandemen UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) antara pemerintah dengan DPR. Selama ini sebenarnya banyak juga usulan yang telah diajukan pengusaha kepada pemerintah perihal pembebasan pajak. Beberapa di antara telah diakomodasi. Dengan begitu, kalaupun belum semua usulan dipenuhi, itu tidak terlepas dari kriteria dalam sistem perpajakan sebagai bagian dari sistem perekonomian nasional. Bukan hanya untuk pengamanan penerimaan pajak. *Barang kena pajak* Fenomena ini tentu menimbulkan pertanyaan sebaliknya. Kalau hanya mengikuti kepentingan pengusaha, barang atau jasa apa yang akan dikenakan pajak? Bukankah bila makin banyak jenis barang dan jasa yang tidak kena pajak, justru akan menimbulkan ketidakseimbangan (unequilibrium) di pasar dan sistemperekonomian? Atau balikan terkesan tidak adil dan diskriminatif? Barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) mulai dikenal di Indonesia sejak 1 April 1985, sejalan dengan berlakunya UU No.8/1983 tentang PPN dan PPnBM. Tidak semua barang atau jasa dikenakan pajak. Tapi, hanya yang masuk kategori sebagai BKP atau JKP. Dalam perkembangannya hingga amandemen kedua atas UU PPN dan PPnBM (tahun 2000), pengertian BKP atau JKP terus berkembang. Hal ini untuk menampung perkembangan dunia usaha, dan juga peningkatan asas keadilan, asas kepastian hukum, asas legalitas, dan asas kesederhanaan. Pertama, jika dalam UU PPN 1983, BKP adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya bisa berupa barang bergerak maupun tidak bergerak sebagai hasil proses pengolahan (pabrikasi) yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN. Kedua, dalam UU PPN 1994 dan UU PPN 2000 cenderung sama BKP adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa, barang bergerak atau barang tidak bergerak maupun barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak
Re: [Keuangan] Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak
Mengingat banyaknya barang Indonesia yang diselundupkan ke luar negeri (negara tetangga), ada kemungkinan makin banyak lagi barang-barang tersebut keluar negeri tanpa bayar pajak. Harga jual di luar negeri lebih besar, untung jualan di dalam negeri lebih kecil gara-gara musti bayar pajak lagi... Mungkin gak sih? --- On Fri, 25/9/09, anton ms wardhana ari.am...@gmail.com wrote: From: anton ms wardhana ari.am...@gmail.com Subject: [Keuangan] Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak To: ahlikeuangan-indonesia AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Received: Friday, 25 September, 2009, 7:31 PM Artikel mengenai Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak ini nampaknya ditulis untuk memberi tanggapan berita http://www.pajak. go.id/index. php?option= com_content view=article id=10281: 17-jenis- jasa-bebas- ppncatid= 87:Berita% 20Perpajakan Itemid=123tentan g 17 jenis jasa akan terbebas dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Salah satu tujuan tidak dikenakan PPN adalah agar harganya mampu bersaing. Apa iya? Contoh di bawah ini adalah salah satu contoh yang membuktikan tidak selalu demikian: Peternak Ayam Petelur Untuk mendapatkan panen yang bagus, petani harus beli bibit yang baik, juga makanan yang baik. Kalo pakan ayamnya buatan pabrik, maka pakan itu kena PPN. Artinya si peternak ada tambahan uang keluar senilai PPN Masukan 10%. Belum lagi ia harus juga mengeluarkan uang untuk merawat kondisi kandang, obat2an dan vitamin kesehatan ayam-ayamnya dll yang kena PPN. Misalnya harga pakan, lampu, obat dll 100, maka yang ia keluarkan 110. Waktu dijual, telur2nya itu ngga kena PPN. Kalo misalnya harga jualnya 115, maka laba bersihnya hanya 115-110 = 5. Kenapa begitu ? Sebab PPN Masukannya jadi biaya pengurang laba sebab tidak bisa dikreditkan. Untungnya, telur2 ini waktu dijual kembali di supermarket juga tidak kena PPN. harga jual akhirnya hanya bertambah sebesar margin pedagang, tidak ada unsur PPN. Contoh ini ngga akan jauh beda dengan petani atau pekebun yang produknya bebas PPN. Problemnya, yang ditekan dalam hal ini adalah peternak. Ngga ada jaminan bahwa harga jual peternak yang 115 itu ngga akan dijual oleh si pedagang besar/akhir hanya 120, bisa jadi 300 dan yang dapat laba 180 adlah pedagang. peternak tetep aja dapat 5. Kalau keadaannya kayak begitu, suatu saat peternak akan menaikkan harga produksinya. Pedagang juga akan menaikkan harga jualnya. Kalo ngga ada batasan, maka harga jual telur lokal bisa jadi lebih tinggi daripad telur impor. Saya ngga menentang aturan UU PPN baru (lha memangnya saya siapa kok berani2nya menentang aturan yang ditetapkan sing mBahurekso hehehe :) Semangatnya bagus sekali kok. Tapi ada lobang yang bisa saja saya manfaatkan agar saya tetap dapat untung besar, sabodo teuing dengan tujuan akhir pemerintah yang meniatkan industri dalam negeri bisa bersaing atau survive. Kalo saya ngga ikutan ditatat, maka peternak atau petani tetap saja miskin.. sementara produk asing tetap saja meraja lela, padahal demi aturan ini Kalimat saya bisa saja, loh. Tidak berarti akan begitu jadinya atau harus begitu. Tetapi kalau ada aturan main yang menutup lobangnya, alangkah baiknya.. Nah, dalam artikel di bawah, nampaknya (juga) diasumsikan karena labanya kecil maka peterrnak (kalo ikut contoh di atas) menaikkan harga, pedagang menaikkan harga lagi.. *BR, ari.ams* http://www.klinik- pajak.com/ aspek-ekonomis- barang-tidak- kena-pajak. html* Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak* September 25, 2008 by Rudi Filed under PPN Menarik dicermati, langkah bersama berbagai asosiasi pengusaha menyampaikan usulan ke DPR baru-baru ini. Yakni agar barang dan jasa yang tidak kena PPN, jenisnya diperluas atau diperbanyak (harian KONTAN, 16/9/2008). Usulan ini terkait sedang dibahasnya RUU amandemen UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) antara pemerintah dengan DPR. Selama ini sebenarnya banyak juga usulan yang telah diajukan pengusaha kepada pemerintah perihal pembebasan pajak. Beberapa di antara telah diakomodasi. Dengan begitu, kalaupun belum semua usulan dipenuhi, itu tidak terlepas dari kriteria dalam sistem perpajakan sebagai bagian dari sistem perekonomian nasional. Bukan hanya untuk pengamanan penerimaan pajak. *Barang kena pajak* Fenomena ini tentu menimbulkan pertanyaan sebaliknya. Kalau hanya mengikuti kepentingan pengusaha, barang atau jasa apa yang akan dikenakan pajak? Bukankah bila makin banyak jenis barang dan jasa yang tidak kena pajak, justru akan menimbulkan ketidakseimbangan (unequilibrium) di pasar dan sistemperekonomian? Atau balikan terkesan tidak adil dan diskriminatif? Barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) mulai dikenal di Indonesia sejak 1 April 1985, sejalan dengan berlakunya UU No.8/1983 tentang PPN dan PPnBM. Tidak semua barang atau jasa dikenakan pajak. Tapi, hanya yang masuk kategori sebagai BKP atau
Re: [Keuangan] Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak
tentang penyelundupan barang keluar negeri karena harga lebih mahal sudah pernah terjadi dalam kasus BBM, beberapa tahun yl menurut saya aja sih, penyelundupan itu terjadi bukan karena ngga mau bayar pajak (karena PPN ekspor 0%) tapi karena ada larangan ekspor untuk menjaga ketersediaan supply.. soalnya kalo supply-nya berkurang, harga-harga menaik kalo kejadiannya pas demand-nya menaik juga (salah satu momennya mungkin mudik ini) ya dobel naiknya kale soal selundup selundupan, juga ada kasus kebalikan loh oom. penyebabnya sedikit menyebalkan :( untuk beberapa produk seperti makanan/minunan, pakaian, dan sparepart.. di wilayah yang dekat dengan negara lain (antara lain di kepulauan riau tempat saya sekarang, atau kepulauan bangka belitung tempat saya dulu tinggal), harga barang akan jauh lebih mahal bila harus menunggu pasokan produk dalam negeri dari jawa (dan sialnya selama ini kok ya selalu harus dari jawa kayak pulau lain ngga ada pabrik aja). sedangkan kalo ada produk dari mal atau sin, meskipun kena PPN dan Bea Impor harga masih lebih murah (sedikit). Karena peminatnya banyak, supaya laba tambah gede, mulailah ada penyelundupan dari jiran ke wilayah2 perbatasan untuk produk tertentu. Tambah marak lagi dengan adanya pembatasan impor, kayak pakaian kan udah dilarang impor dari seberang.. padahal kita juga tahu daya beli masyarakat di perbatasan tidak besar, cenderung lebih kecil dibanding yang ada di pulau-pulau utama, khususnya pulau jawa. kadang2 saya memaklumi aturan2 itu (yang menaikkan PPnBM atau Bea Impor atau hanya boleh impor lewat pelabuhan tertentu saja) karena alasan proteksi produk dalam negeri. Tetapi di sisi lain karena saya juga lama tinggal di propinsi final frontier (..to boldly go to where no man has gone before -halah!!-) saya juga merasa kadang pemerintah sendiri seolah terkonsentrasi pada pulau utama, abai pada kebutuhan wilayah lain indonesia (entar kalo wilayahnya udah diklaim jiran baru komplen ;p) andainya ke beberapa wilayah tertentu yang secara operasional akan mengalami kenaikan harga luar binasa bisa dikenakan PPN 0% seolah ekspor (hampir mirip dalam kasus penjualan barang kena pajak pulau batam yang FTZ lah), mungkin bisa membantu ekonomi di wilayah wilayah itu (atau yang punya tujuan lain kayak mau bersaing dengan sin :). sedang dari sisi penjual, karena ada PPN Keluaran (meski 0%), PPN Masukannya bisa direstitusi atau kompensasi sehingga tidak membebani biaya produksi. tapi ini cuma pendapat saya. kalo ada salah-salah kata, mohon bantuan koreksinya :) BR, ari.ams Pada 26 September 2009 05:39, Bali da Dave dfa...@yahoo.com menulis: Mengingat banyaknya barang Indonesia yang diselundupkan ke luar negeri (negara tetangga), ada kemungkinan makin banyak lagi barang-barang tersebut keluar negeri tanpa bayar pajak. Harga jual di luar negeri lebih besar, untung jualan di dalam negeri lebih kecil gara-gara musti bayar pajak lagi... Mungkin gak sih? [Non-text portions of this message have been removed]
Re: [Keuangan] Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak
Iya, pendapat yang masuk akal... --- On Sat, 26/9/09, anton ms wardhana ari.am...@gmail.com wrote: From: anton ms wardhana ari.am...@gmail.com Subject: Re: [Keuangan] Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Received: Saturday, 26 September, 2009, 11:14 AM tentang penyelundupan barang keluar negeri karena harga lebih mahal sudah pernah terjadi dalam kasus BBM, beberapa tahun yl menurut saya aja sih, penyelundupan itu terjadi bukan karena ngga mau bayar pajak (karena PPN ekspor 0%) tapi karena ada larangan ekspor untuk menjaga ketersediaan supply.. soalnya kalo supply-nya berkurang, harga-harga menaik kalo kejadiannya pas demand-nya menaik juga (salah satu momennya mungkin mudik ini) ya dobel naiknya kale soal selundup selundupan, juga ada kasus kebalikan loh oom. penyebabnya sedikit menyebalkan :( untuk beberapa produk seperti makanan/minunan, pakaian, dan sparepart.. di wilayah yang dekat dengan negara lain (antara lain di kepulauan riau tempat saya sekarang, atau kepulauan bangka belitung tempat saya dulu tinggal), harga barang akan jauh lebih mahal bila harus menunggu pasokan produk dalam negeri dari jawa (dan sialnya selama ini kok ya selalu harus dari jawa kayak pulau lain ngga ada pabrik aja). sedangkan kalo ada produk dari mal atau sin, meskipun kena PPN dan Bea Impor harga masih lebih murah (sedikit). Karena peminatnya banyak, supaya laba tambah gede, mulailah ada penyelundupan dari jiran ke wilayah2 perbatasan untuk produk tertentu. Tambah marak lagi dengan adanya pembatasan impor, kayak pakaian kan udah dilarang impor dari seberang.. padahal kita juga tahu daya beli masyarakat di perbatasan tidak besar, cenderung lebih kecil dibanding yang ada di pulau-pulau utama, khususnya pulau jawa. kadang2 saya memaklumi aturan2 itu (yang menaikkan PPnBM atau Bea Impor atau hanya boleh impor lewat pelabuhan tertentu saja) karena alasan proteksi produk dalam negeri. Tetapi di sisi lain karena saya juga lama tinggal di propinsi final frontier (..to boldly go to where no man has gone before -halah!!-) saya juga merasa kadang pemerintah sendiri seolah terkonsentrasi pada pulau utama, abai pada kebutuhan wilayah lain indonesia (entar kalo wilayahnya udah diklaim jiran baru komplen ;p) andainya ke beberapa wilayah tertentu yang secara operasional akan mengalami kenaikan harga luar binasa bisa dikenakan PPN 0% seolah ekspor (hampir mirip dalam kasus penjualan barang kena pajak pulau batam yang FTZ lah), mungkin bisa membantu ekonomi di wilayah wilayah itu (atau yang punya tujuan lain kayak mau bersaing dengan sin :). sedang dari sisi penjual, karena ada PPN Keluaran (meski 0%), PPN Masukannya bisa direstitusi atau kompensasi sehingga tidak membebani biaya produksi. tapi ini cuma pendapat saya. kalo ada salah-salah kata, mohon bantuan koreksinya :) BR, ari.ams Pada 26 September 2009 05:39, Bali da Dave dfa...@yahoo. com menulis: Mengingat banyaknya barang Indonesia yang diselundupkan ke luar negeri (negara tetangga), ada kemungkinan makin banyak lagi barang-barang tersebut keluar negeri tanpa bayar pajak. Harga jual di luar negeri lebih besar, untung jualan di dalam negeri lebih kecil gara-gara musti bayar pajak lagi... Mungkin gak sih? [Non-text portions of this message have been removed] __ Get more done like never before with Yahoo!7 Mail. Learn more: http://au.overview.mail.yahoo.com/ [Non-text portions of this message have been removed]