[Keuangan] Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak

2009-09-25 Terurut Topik anton ms wardhana
Artikel mengenai Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak ini nampaknya
ditulis untuk memberi tanggapan berita
http://www.pajak.go.id/index.php?option=com_contentview=articleid=10281:17-jenis-jasa-bebas-ppncatid=87:Berita%20PerpajakanItemid=123tentang
17 jenis jasa akan terbebas dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Salah satu tujuan tidak dikenakan PPN adalah agar harganya mampu bersaing.
Apa iya?
Contoh di bawah ini adalah salah satu contoh yang membuktikan tidak selalu
demikian:

Peternak Ayam Petelur

Untuk mendapatkan panen yang bagus, petani harus beli bibit yang baik,  juga
makanan yang baik. Kalo pakan ayamnya buatan pabrik, maka pakan itu kena
PPN. Artinya si peternak ada tambahan uang keluar senilai PPN Masukan 10%.
Belum lagi ia harus juga mengeluarkan uang untuk merawat kondisi kandang,
obat2an dan vitamin kesehatan ayam-ayamnya dll yang kena PPN.
Misalnya harga pakan, lampu, obat dll 100, maka yang ia keluarkan 110.
Waktu dijual, telur2nya itu ngga kena PPN. Kalo misalnya harga jualnya 115,
maka laba bersihnya hanya 115-110 = 5. Kenapa begitu ? Sebab PPN Masukannya
jadi biaya pengurang laba sebab tidak bisa dikreditkan.

Untungnya, telur2 ini waktu dijual kembali di supermarket juga tidak kena
PPN. harga jual akhirnya hanya bertambah sebesar margin pedagang, tidak ada
unsur PPN.
Contoh ini ngga akan jauh beda dengan petani atau pekebun yang produknya
bebas PPN.

Problemnya, yang ditekan dalam hal ini adalah peternak. Ngga ada jaminan
bahwa harga jual peternak yang 115 itu ngga akan dijual oleh si pedagang
besar/akhir hanya 120, bisa jadi 300 dan yang dapat laba 180 adlah pedagang.
peternak tetep aja dapat 5.

Kalau keadaannya kayak begitu, suatu saat peternak akan menaikkan harga
produksinya. Pedagang juga akan menaikkan harga jualnya. Kalo ngga ada
batasan, maka harga jual telur lokal bisa jadi lebih tinggi daripad telur
impor.

Saya ngga menentang aturan UU PPN baru (lha memangnya saya siapa kok
berani2nya menentang aturan yang ditetapkan sing mBahurekso hehehe :)
Semangatnya bagus sekali kok.  Tapi ada lobang yang bisa saja saya
manfaatkan agar saya tetap dapat untung besar, sabodo teuing dengan tujuan
akhir pemerintah yang meniatkan industri dalam negeri bisa bersaing atau
survive. Kalo saya ngga ikutan ditatat, maka peternak atau petani tetap saja
miskin.. sementara produk asing tetap saja meraja lela, padahal demi aturan
ini
Kalimat saya bisa saja, loh. Tidak berarti akan begitu jadinya atau
harus begitu. Tetapi kalau ada aturan main yang menutup lobangnya,
alangkah baiknya..

Nah, dalam artikel di bawah, nampaknya (juga) diasumsikan karena labanya
kecil maka peterrnak (kalo ikut contoh di atas) menaikkan harga, pedagang
menaikkan harga lagi..

*BR, ari.ams*


http://www.klinik-pajak.com/aspek-ekonomis-barang-tidak-kena-pajak.html*
Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak*

September 25, 2008 by Rudi
Filed under PPN


Menarik dicermati, langkah bersama berbagai asosiasi pengusaha menyampaikan
usulan ke DPR baru-baru ini. Yakni agar barang dan jasa yang tidak kena PPN,
jenisnya diperluas atau diperbanyak (harian KONTAN, 16/9/2008). Usulan ini
terkait sedang dibahasnya RUU amandemen UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) antara pemerintah dengan DPR.

Selama ini sebenarnya banyak juga usulan yang telah diajukan pengusaha
kepada pemerintah perihal pembebasan pajak. Beberapa di antara telah
diakomodasi. Dengan begitu, kalaupun belum semua usulan dipenuhi, itu tidak
terlepas dari kriteria dalam sistem perpajakan sebagai bagian dari sistem
perekonomian nasional. Bukan hanya untuk pengamanan penerimaan pajak.

*Barang kena pajak*

Fenomena ini tentu menimbulkan pertanyaan sebaliknya. Kalau hanya mengikuti
kepentingan pengusaha, barang atau jasa apa yang akan dikenakan pajak?
Bukankah bila makin banyak jenis barang dan jasa yang tidak kena pajak,
justru akan menimbulkan ketidakseimbangan (unequilibrium) di pasar dan
sistemperekonomian? Atau balikan terkesan tidak adil dan diskriminatif?

Barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) mulai dikenal di Indonesia
sejak 1 April 1985, sejalan dengan berlakunya UU No.8/1983 tentang PPN dan
PPnBM. Tidak semua barang atau jasa dikenakan pajak. Tapi, hanya yang masuk
kategori sebagai BKP atau JKP.

Dalam perkembangannya hingga amandemen kedua atas UU PPN dan PPnBM (tahun
2000), pengertian BKP atau JKP terus berkembang. Hal ini untuk menampung
perkembangan dunia usaha, dan juga peningkatan asas keadilan, asas kepastian
hukum, asas legalitas, dan asas kesederhanaan.

Pertama, jika dalam UU PPN 1983, BKP adalah barang berwujud yang menurut
sifat atau hukumnya bisa berupa barang bergerak maupun tidak bergerak
sebagai hasil proses pengolahan (pabrikasi) yang dikenakan pajak berdasarkan
UU PPN.

Kedua, dalam UU PPN 1994 dan UU PPN 2000 cenderung sama BKP adalah barang
berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa, barang bergerak atau
barang tidak bergerak maupun barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak

Re: [Keuangan] Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak

2009-09-25 Terurut Topik Bali da Dave
Mengingat banyaknya barang Indonesia yang diselundupkan ke luar negeri (negara 
tetangga), ada kemungkinan makin banyak lagi barang-barang tersebut keluar 
negeri tanpa bayar pajak. Harga jual di luar negeri lebih besar, untung jualan 
di dalam negeri lebih kecil gara-gara musti bayar pajak lagi...

Mungkin gak sih?

--- On Fri, 25/9/09, anton ms wardhana ari.am...@gmail.com wrote:

From: anton ms wardhana ari.am...@gmail.com
Subject: [Keuangan] Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak
To: ahlikeuangan-indonesia AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Received: Friday, 25 September, 2009, 7:31 PM






 





  Artikel mengenai Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak ini 
nampaknya

ditulis untuk memberi tanggapan berita

http://www.pajak. go.id/index. php?option= com_content view=article id=10281: 
17-jenis- jasa-bebas- ppncatid= 87:Berita% 20Perpajakan Itemid=123tentan g

17 jenis jasa akan terbebas dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN)



Salah satu tujuan tidak dikenakan PPN adalah agar harganya mampu bersaing.

Apa iya?

Contoh di bawah ini adalah salah satu contoh yang membuktikan tidak selalu

demikian:



Peternak Ayam Petelur



Untuk mendapatkan panen yang bagus, petani harus beli bibit yang baik,  juga

makanan yang baik. Kalo pakan ayamnya buatan pabrik, maka pakan itu kena

PPN. Artinya si peternak ada tambahan uang keluar senilai PPN Masukan 10%.

Belum lagi ia harus juga mengeluarkan uang untuk merawat kondisi kandang,

obat2an dan vitamin kesehatan ayam-ayamnya dll yang kena PPN.

Misalnya harga pakan, lampu, obat dll 100, maka yang ia keluarkan 110.

Waktu dijual, telur2nya itu ngga kena PPN. Kalo misalnya harga jualnya 115,

maka laba bersihnya hanya 115-110 = 5. Kenapa begitu ? Sebab PPN Masukannya

jadi biaya pengurang laba sebab tidak bisa dikreditkan.



Untungnya, telur2 ini waktu dijual kembali di supermarket juga tidak kena

PPN. harga jual akhirnya hanya bertambah sebesar margin pedagang, tidak ada

unsur PPN.

Contoh ini ngga akan jauh beda dengan petani atau pekebun yang produknya

bebas PPN.



Problemnya, yang ditekan dalam hal ini adalah peternak. Ngga ada jaminan

bahwa harga jual peternak yang 115 itu ngga akan dijual oleh si pedagang

besar/akhir hanya 120, bisa jadi 300 dan yang dapat laba 180 adlah pedagang.

peternak tetep aja dapat 5.



Kalau keadaannya kayak begitu, suatu saat peternak akan menaikkan harga

produksinya. Pedagang juga akan menaikkan harga jualnya. Kalo ngga ada

batasan, maka harga jual telur lokal bisa jadi lebih tinggi daripad telur

impor.



Saya ngga menentang aturan UU PPN baru (lha memangnya saya siapa kok

berani2nya menentang aturan yang ditetapkan sing mBahurekso hehehe :)

Semangatnya bagus sekali kok.  Tapi ada lobang yang bisa saja saya

manfaatkan agar saya tetap dapat untung besar, sabodo teuing dengan tujuan

akhir pemerintah yang meniatkan industri dalam negeri bisa bersaing atau

survive. Kalo saya ngga ikutan ditatat, maka peternak atau petani tetap saja

miskin.. sementara produk asing tetap saja meraja lela, padahal demi aturan

ini

Kalimat saya bisa saja, loh. Tidak berarti akan begitu jadinya atau

harus begitu. Tetapi kalau ada aturan main yang menutup lobangnya,

alangkah baiknya..



Nah, dalam artikel di bawah, nampaknya (juga) diasumsikan karena labanya

kecil maka peterrnak (kalo ikut contoh di atas) menaikkan harga, pedagang

menaikkan harga lagi..



*BR, ari.ams*



http://www.klinik- pajak.com/ aspek-ekonomis- barang-tidak- kena-pajak. html*

Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak*



September 25, 2008 by Rudi

Filed under PPN



Menarik dicermati, langkah bersama berbagai asosiasi pengusaha menyampaikan

usulan ke DPR baru-baru ini. Yakni agar barang dan jasa yang tidak kena PPN,

jenisnya diperluas atau diperbanyak (harian KONTAN, 16/9/2008). Usulan ini

terkait sedang dibahasnya RUU amandemen UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) antara pemerintah dengan DPR.



Selama ini sebenarnya banyak juga usulan yang telah diajukan pengusaha

kepada pemerintah perihal pembebasan pajak. Beberapa di antara telah

diakomodasi. Dengan begitu, kalaupun belum semua usulan dipenuhi, itu tidak

terlepas dari kriteria dalam sistem perpajakan sebagai bagian dari sistem

perekonomian nasional. Bukan hanya untuk pengamanan penerimaan pajak.



*Barang kena pajak*



Fenomena ini tentu menimbulkan pertanyaan sebaliknya. Kalau hanya mengikuti

kepentingan pengusaha, barang atau jasa apa yang akan dikenakan pajak?

Bukankah bila makin banyak jenis barang dan jasa yang tidak kena pajak,

justru akan menimbulkan ketidakseimbangan (unequilibrium) di pasar dan

sistemperekonomian? Atau balikan terkesan tidak adil dan diskriminatif?



Barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) mulai dikenal di Indonesia

sejak 1 April 1985, sejalan dengan berlakunya UU No.8/1983 tentang PPN dan

PPnBM. Tidak semua barang atau jasa dikenakan pajak. Tapi, hanya yang masuk

kategori sebagai BKP atau

Re: [Keuangan] Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak

2009-09-25 Terurut Topik anton ms wardhana
tentang penyelundupan barang keluar negeri karena harga lebih mahal sudah
pernah terjadi dalam kasus BBM, beberapa tahun yl

menurut saya aja sih, penyelundupan itu terjadi bukan karena ngga mau bayar
pajak (karena PPN ekspor 0%) tapi karena ada larangan ekspor untuk menjaga
ketersediaan supply.. soalnya kalo supply-nya berkurang, harga-harga menaik
 kalo kejadiannya pas demand-nya menaik juga (salah satu momennya mungkin
mudik ini) ya dobel naiknya kale

soal selundup selundupan, juga ada kasus kebalikan loh oom. penyebabnya
sedikit menyebalkan :(
untuk beberapa produk seperti makanan/minunan, pakaian, dan sparepart.. di
wilayah yang dekat dengan negara lain (antara lain di kepulauan riau tempat
saya sekarang, atau kepulauan bangka belitung tempat saya dulu tinggal),
harga barang akan jauh lebih mahal bila harus menunggu pasokan produk dalam
negeri dari jawa (dan sialnya selama ini kok ya selalu harus dari jawa kayak
pulau lain ngga ada pabrik aja). sedangkan kalo ada produk dari mal atau
sin, meskipun kena PPN dan Bea Impor harga masih lebih murah (sedikit).
Karena peminatnya banyak, supaya laba tambah gede, mulailah ada
penyelundupan dari jiran ke wilayah2 perbatasan untuk produk tertentu.
Tambah marak lagi dengan adanya pembatasan impor, kayak pakaian kan udah
dilarang impor dari seberang.. padahal kita juga tahu daya beli masyarakat
di perbatasan tidak besar, cenderung lebih kecil dibanding yang ada di
pulau-pulau utama, khususnya pulau jawa.

kadang2 saya memaklumi aturan2 itu (yang menaikkan PPnBM atau Bea Impor atau
hanya boleh impor lewat pelabuhan tertentu saja) karena alasan proteksi
produk dalam negeri.
Tetapi di sisi lain karena saya juga lama tinggal di propinsi final frontier
(..to boldly go to where no man has gone before -halah!!-) saya juga merasa
kadang pemerintah sendiri seolah terkonsentrasi pada pulau utama, abai pada
kebutuhan wilayah lain indonesia (entar kalo wilayahnya udah diklaim jiran
baru komplen ;p)

andainya ke beberapa wilayah tertentu yang secara operasional akan mengalami
kenaikan harga luar binasa bisa dikenakan PPN 0% seolah ekspor (hampir mirip
dalam kasus penjualan barang kena pajak pulau batam yang FTZ lah),  mungkin
bisa membantu ekonomi di wilayah wilayah itu (atau yang punya tujuan lain
kayak mau bersaing dengan sin :). sedang dari sisi penjual, karena ada PPN
Keluaran (meski 0%), PPN Masukannya bisa direstitusi atau kompensasi
sehingga tidak membebani biaya produksi.

tapi ini cuma pendapat saya. kalo ada salah-salah kata, mohon bantuan
koreksinya
:)

BR, ari.ams

Pada 26 September 2009 05:39, Bali da Dave dfa...@yahoo.com menulis:



 Mengingat banyaknya barang Indonesia yang diselundupkan ke luar negeri
 (negara tetangga), ada kemungkinan makin banyak lagi barang-barang tersebut
 keluar negeri tanpa bayar pajak. Harga jual di luar negeri lebih besar,
 untung jualan di dalam negeri lebih kecil gara-gara musti bayar pajak
 lagi...

 Mungkin gak sih?





[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Keuangan] Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak

2009-09-25 Terurut Topik Bali da Dave
Iya, pendapat yang masuk akal...

--- On Sat, 26/9/09, anton ms wardhana ari.am...@gmail.com wrote:

From: anton ms wardhana ari.am...@gmail.com
Subject: Re: [Keuangan] Aspek Ekonomis Barang Tidak Kena Pajak
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Received: Saturday, 26 September, 2009, 11:14 AM






 





  tentang penyelundupan barang keluar negeri karena harga lebih 
mahal sudah

pernah terjadi dalam kasus BBM, beberapa tahun yl



menurut saya aja sih, penyelundupan itu terjadi bukan karena ngga mau bayar

pajak (karena PPN ekspor 0%) tapi karena ada larangan ekspor untuk menjaga

ketersediaan supply.. soalnya kalo supply-nya berkurang, harga-harga menaik

 kalo kejadiannya pas demand-nya menaik juga (salah satu momennya mungkin

mudik ini) ya dobel naiknya kale



soal selundup selundupan, juga ada kasus kebalikan loh oom. penyebabnya

sedikit menyebalkan :(

untuk beberapa produk seperti makanan/minunan, pakaian, dan sparepart.. di

wilayah yang dekat dengan negara lain (antara lain di kepulauan riau tempat

saya sekarang, atau kepulauan bangka belitung tempat saya dulu tinggal),

harga barang akan jauh lebih mahal bila harus menunggu pasokan produk dalam

negeri dari jawa (dan sialnya selama ini kok ya selalu harus dari jawa kayak

pulau lain ngga ada pabrik aja). sedangkan kalo ada produk dari mal atau

sin, meskipun kena PPN dan Bea Impor harga masih lebih murah (sedikit).

Karena peminatnya banyak, supaya laba tambah gede, mulailah ada

penyelundupan dari jiran ke wilayah2 perbatasan untuk produk tertentu.

Tambah marak lagi dengan adanya pembatasan impor, kayak pakaian kan udah

dilarang impor dari seberang.. padahal kita juga tahu daya beli masyarakat

di perbatasan tidak besar, cenderung lebih kecil dibanding yang ada di

pulau-pulau utama, khususnya pulau jawa.



kadang2 saya memaklumi aturan2 itu (yang menaikkan PPnBM atau Bea Impor atau

hanya boleh impor lewat pelabuhan tertentu saja) karena alasan proteksi

produk dalam negeri.

Tetapi di sisi lain karena saya juga lama tinggal di propinsi final frontier

(..to boldly go to where no man has gone before -halah!!-) saya juga merasa

kadang pemerintah sendiri seolah terkonsentrasi pada pulau utama, abai pada

kebutuhan wilayah lain indonesia (entar kalo wilayahnya udah diklaim jiran

baru komplen ;p)



andainya ke beberapa wilayah tertentu yang secara operasional akan mengalami

kenaikan harga luar binasa bisa dikenakan PPN 0% seolah ekspor (hampir mirip

dalam kasus penjualan barang kena pajak pulau batam yang FTZ lah),  mungkin

bisa membantu ekonomi di wilayah wilayah itu (atau yang punya tujuan lain

kayak mau bersaing dengan sin :). sedang dari sisi penjual, karena ada PPN

Keluaran (meski 0%), PPN Masukannya bisa direstitusi atau kompensasi

sehingga tidak membebani biaya produksi.



tapi ini cuma pendapat saya. kalo ada salah-salah kata, mohon bantuan

koreksinya

:)



BR, ari.ams



Pada 26 September 2009 05:39, Bali da Dave dfa...@yahoo. com menulis:







 Mengingat banyaknya barang Indonesia yang diselundupkan ke luar negeri

 (negara tetangga), ada kemungkinan makin banyak lagi barang-barang tersebut

 keluar negeri tanpa bayar pajak. Harga jual di luar negeri lebih besar,

 untung jualan di dalam negeri lebih kecil gara-gara musti bayar pajak

 lagi...



 Mungkin gak sih?









[Non-text portions of this message have been removed]




 

  




 

















  
__
Get more done like never before with Yahoo!7 Mail.
Learn more: http://au.overview.mail.yahoo.com/

[Non-text portions of this message have been removed]