Re: [Keuangan] Risiko Besar dalam Redenominasi Rupiah

2010-08-10 Terurut Topik rangga almahendra
Saat ini status redenominasi masih dalam kajian...tahap study dan masih jauh
untuk dijadikan policy, makanya masih terbuka untuk didiskusikan...termasuk
melalui milis ini...thanks teman2 untuk postingannya yang mencerahkan...

topik ini pasti akan kontroversial, seperti kata woodrow wilson : If you
want to make enemies, try to change something... jadi sangat wajar kalau
ada penolakan/kekhawatiran masyarakat, apalagi jika informasinya masih belum
lengkap dan sepotong2.

Saya sendiri termasuk yang setuju dengan redenominasi, karena spirit
utamanya adalah untuk memangkas transaction cost dan meruntuhkan
administrative barrier agar transaksi lebih efektif dan efisien.

Sebagai gambaran, di luar negeri kita bisa membeli mobil hanya dengan
menggunakan 3 lembar bank note saja, sementara di indonesia mungkin butuh 1
tas kresek penuh berisi uang, untuk beli mobil seharga 30 juta. Bisa jadi
sasaran empuk jambret, dan yang pasti baik penjual dan pembeli harus
menghitung berkali2 (dengan perasaan was was di bawah pohon agar tidak
terlihat jambret).

Alasan lain tentu saja untuk meningkatkan kredibilitas Rupiah di mata
perdagangan internasional. Saat ini rupiah yang kita pakai maksimal hanya
berlaku sampai cengkareng.Susah laku di negeri orang dan jarang dipilih
sebagai mata uang untuk transaksi perdagangan internasional. Money changer
di amerika dan eropa jarang ada yang mau menerima rupiah. Rupiah tak pernah
ditaruh dalam papan valuta, karena nominalnya tidak enak ditulis. 1 Rp =
0.0001 USD  (coba anda cek dengan yahoo currency converter, nilai Rp 1
adalah 0.0001 sama utk USD dan Eur; padahal ini jelas jelas SALAH!!).
Malaysia masih terlihat gagah : 1 RM = 0,293 Eur.

walaupun terlihat sepele, masalah ini bisa menjadi pertimbangan serius saat
perusahaan luar ingin berinvestasi ke Indonesia. Secara psikis indonesia
menjadi sangat menakutkan untuk tujuan investasi (karena terlalu banyak
nol dan problematika konversi). Salah satu yang membuat amerika cukup maju
adalah karena mata uangnya bisa diterima dimana-mana, sehingga tidak akan
ada hambatan psikis dan administratif untuk keluar masuknya investasi.
Logika ini yang dipakai ekuador dan timor2 ketika memutuskan untuk memakai
USD sebagai mata uang mereka.

Tapi redenominasi ini tentu bukan hal yang gampang. Pasti akan ada gejolak
dimasa transisi, inflasi karena round up dsb. Tapi saya yakin nanti pasti
akan terkoreksi dengan sendirinya. Jadi kunci dari kebijakan ini terletak
pada sosialisasinya. Jangan sampai muncul keresahan, rush dsb  yang justru
memperburuk kondisi ekonomi. Tugas kita sebagai agent of change masyarakat,
seharusnya bisa memberi informasi yang cukup dan objektif untuk
menghindarkan dampak buruk  dari redenominasi ini.
Berikut saya kirim ulang rilis pers dari BI ttg wacana redenominasi
ini..maaf kalau repost.

just my two cents eh my Rp 20


Rangga Almahendra





2010/8/10 Muh. Nurul Falah matfa...@gmail.com



 *Mata Uang yang Paling Tak Bernilai** Vietnam dong 19.095 Sao Tome
 dobra 18.655
 Turkmenistan manat 14.250 Iran riyal 10.000 Indonesia rupiah 8.957 Laos
 kip 8.243 Guinea franc 5.150 Paraguay guarani 4.770 Zambia kwacha
 4.870 Kamboja
 riel 4.233

 **) per dolar AS Sumber: yahoo.com*
 Redenominasi tidak mempengaruhi daya beli uang, sangat beda jauh dengan
 sanering yang memotong daya beli uang tsb. Saya sangat setuju dengan
 redenominasi, tentu pelaksanaannya harus diawali dengan sosialisasi yang
 masif dahulu agar masyarakat tidak salah paham  mengerti perbedaan antara
 redenominasi  sanering.

 Mengenai fungsi intermediasi bank dalam meningkatkan sektor riil, dengan
 atau tanpa adanya redenominasi, tentu harus terus ditingkatkan.

 Salam,

 Falah

 Pada 9 Agustus 2010 20.21, Habibie Nugroho Wicaksono 
 habibie.nugroho.wicaks...@gmail.comhabibie.nugroho.wicaksono%40gmail.com
 menulis:


 
 
  Artikel ini juga dapat dibaca di : untaianmakna.wordpress.com
 
  Saat saya tengah asik-asiknya membaca milis yang masuk dalam email saya,
  saya kaget dengan adanya informasi dari salah satu rekan saya bahwa BI
  berencana melakukan redenominasi rupiah. Seakan tak percaya, saya segera
  menyalakan televisi saya dan saya dapati pemberitaan di salah satu
 televisi
  berita mengenai hal ini.
 
  Jujur saja, saya kaget dengan wacana ini. Di tengah kondisi moneter yang
  relatif tidak berbahaya kok mendadak ada rencana seperti ini. Indonesia
 saat
  ini bisa dibilang cukup stabil dalam hal moneter, meskipun memiliki
 potensi
  besar untuk digoyang bila sewaktu-waktu bila hot money dalam pasar modal
  kita berpindah.
 
  Melihat bagaimana wacana ini dilontarkan oleh seorang Gubernur Bank
  Indonesia, saya jadi teringat banyak kisah rontoknya perusahaan
  multinasional raksasa ketika akhirnya ada fraud yang tidak bisa
  disembunyikan lagi dan mulai bocor katup pengamanannya yang ditandai
 dengan
  pemberitaan kecil yang aneh seperti ini. Seringkali, wacana nyeleneh
 seperti
  ini menunjukkan adanya ketidakberesan. Tetapi sudahlah, saya tidak akan
  

Re: [Keuangan] Risiko Besar dalam Redenominasi Rupiah

2010-08-09 Terurut Topik Muh. Nurul Falah
*Mata Uang yang Paling Tak Bernilai**  Vietnam dong 19.095  Sao Tome
dobra 18.655
 Turkmenistan manat 14.250  Iran riyal 10.000  Indonesia rupiah 8.957  Laos
kip 8.243  Guinea franc 5.150  Paraguay guarani 4.770  Zambia kwacha
4.870  Kamboja
riel 4.233

**) per dolar AS Sumber: yahoo.com*
Redenominasi tidak mempengaruhi daya beli uang, sangat beda jauh dengan
sanering yang memotong daya beli uang tsb. Saya sangat setuju dengan
redenominasi, tentu pelaksanaannya harus diawali dengan sosialisasi yang
masif dahulu agar masyarakat tidak salah paham  mengerti perbedaan antara
redenominasi  sanering.

Mengenai fungsi intermediasi bank dalam meningkatkan sektor riil, dengan
atau tanpa adanya redenominasi, tentu harus terus ditingkatkan.

Salam,

Falah



Pada 9 Agustus 2010 20.21, Habibie Nugroho Wicaksono 
habibie.nugroho.wicaks...@gmail.com menulis:



 Artikel ini juga dapat dibaca di : untaianmakna.wordpress.com

 Saat saya tengah asik-asiknya membaca milis yang masuk dalam email saya,
 saya kaget dengan adanya informasi dari salah satu rekan saya bahwa BI
 berencana melakukan redenominasi rupiah. Seakan tak percaya, saya segera
 menyalakan televisi saya dan saya dapati pemberitaan di salah satu televisi
 berita mengenai hal ini.

 Jujur saja, saya kaget dengan wacana ini. Di tengah kondisi moneter yang
 relatif tidak berbahaya kok mendadak ada rencana seperti ini. Indonesia saat
 ini bisa dibilang cukup stabil dalam hal moneter, meskipun memiliki potensi
 besar untuk digoyang bila sewaktu-waktu bila hot money dalam pasar modal
 kita berpindah.

 Melihat bagaimana wacana ini dilontarkan oleh seorang Gubernur Bank
 Indonesia, saya jadi teringat banyak kisah rontoknya perusahaan
 multinasional raksasa ketika akhirnya ada fraud yang tidak bisa
 disembunyikan lagi dan mulai bocor katup pengamanannya yang ditandai dengan
 pemberitaan kecil yang aneh seperti ini. Seringkali, wacana nyeleneh seperti
 ini menunjukkan adanya ketidakberesan. Tetapi sudahlah, saya tidak akan
 berspekulasi apa-apa tentang hal ini karena saya sendiri juga tidak mengerti
 dapur BI dan saya pun berharap bahwa tulisan saya di atas tadi hanyalah
 sebuah keparanoidan saya dalam melihat sebuah wacana digulirkan.

 Risiko Redenominasi

 Yang perlu saya soroti adalah potensi besar bila redenominasi dilakukan.
 Saya sangat khawatir akan terjadi rush besar-besaran di perbankan dan di
 pasar modal. Perlu diingat komposisi 5%:95%, yakni 5% penduduk menguasai 95%
 uang di suatu negara. Kita harus sadar bahwa si 5% ini memiliki kemampuan
 untuk memindahkan uangnya dari Indonesia (tentu saja setelah mengkonversinya
 terlebih dahulu ke dalam mata uang lain atau dalam bentuk emas dan aset riil
 lainnya). Begitu juga dengan hot money yang saat ini ada di pasar modal
 kita. Nasabah dan investor kelas kakap ini saya prediksi memilih langkah
 aman ini untuk menghindari seandainya redenominasi tidak berjalan mulus,
 yakni ketika jumlah nilai rupiah yang dipotong tidak singkron dengan
 turunnya harga.

 Dan saya rasa, sudah banyak yang tahu apa yang akan terjadi bila rush ini
 menjadi kenyataan. Sektor perbankan mengalami krisis likuiditas sehingga
 mengakibatkan tersendatnya sektor riil. Tersendatnya sektor riil akan
 meningkatkan jumlah pengangguran yang akan menurunkan daya beli masyarakat.
 Turunnya daya beli masyarakat akan menurunkan konsumsi yang ujung-ujungnya
 menurunkan penjualan dan memaksa semakin banyak sektor riil gulung tikar.

 Apakah Redenominasi Dapat Dilakukan?

 Melihat penjelasan Anggito Abimanyu dalam sebuah acara di televisi swasta,
 saya memang sependapat dengan beliau bahwa bila redenominasi memang akan
 dilakukan maka sekaranglah saatnya. Melakukan redenominasi di kala kondisi
 perekonomian sedang tidak dalam krisis memang opsi terbaik karena di saat
 seperti ini kepercayaan terhadap rupiah bukan sebuah masalah. Sehingga,
 kunci pentingnya ada di sosialisasi.

 Tapi, kembali saya akan bertanya, sejauh apakah manfaat dari redenominasi.
 Apakah penyederhanaan dalam pembayaran (sebagaimana pendapat beberapa ahli)
 sepadan dengan risiko yang saya paparkan. Memang, risiko di atas adalah
 kondisi ekstrim, yaitu bila redenominasi gagal total. Dan yang namanya
 risiko tentu saja belum tentu akan terjadi. Namun, risiko tetaplah risiko,
 yang memiliki peluang untuk terjadi.

 Solusi untuk Membuat Rp 1,00 Berarti

 Menurut saya, tindakan terbaik yang dapat dilakukan oleh BI beserta
 pemerintah bukanlah melakukan redenominasi secara langsung, tapi buatlah
 kebijakan untuk meredenominasi rupiah secara alamiah, yakni kebijakan yang
 bisa menekan inflasi tanpa membuat likuiditas moneter yang dibutuhkan untuk
 pertumbuhan ekonomi terganggu. Memang, kebijakan seperti ini tidak akan
 membuat rupiah berkurang nominalnya secara instan, tapi kebijakan seperti
 ini akan membuat struktur perekonomian kita lebih stabil dan kuat.

 BI perlu belajar dari sejarah mengapa rupiah bisa menjadi selemah ini dan
 segera merevisi kebijakannya dalam pencetakan uang.