[BUKU INCARAN]

Butuh Berapa Orang untuk Menerbitkan Sebuah Buku?
---Anwar Holid


Sekitar Agustus 2007 Anwar Holid mendapat surat dari Katalin Nagy bahwa dia 
ingin mengakrabkan sastra Hongaria ke pembaca Indonesia. Dia mencari penerjemah 
untuk mengerjakan proyek The Ninth (A kilencedik) karya Ferenc Barnás, 
sekaligus mencari penerbit untuk novel tersebut. Ferenc telah memenangi dua 
anugerah sastra paling terkemuka di tanah airnya: Sándor Márai Prize (2001) dan 
Tibor Déry Prize (2006). Edisi Inggris A kilencedik memenangi grant 
penerjemahan PEN America, terbit dalam seri Writings from an Unbound Europe. 
Katalin berkomitmen besar terhadap proyek tersebut. Dia menanggung biaya 
penerjemahan dan siap membeli sekitar seratus kopi begitu novel itu terbit 
dalam bahasa Indonesia, sementara Ferenc menggratiskan hak terjemahannya.

Waktu itu Anwar sedang kerja di penerbit J_, jadi dia usul agar penerbit itu 
menerima tawaran tersebut. Tawaran ini menurutnya cukup menggiurkan, meski 
bukannya tanpa beban. Dia menilai penerbit bisa mendapat prestise maupun 
publisitas dengan menerbitkan novel dari bangsa yang jauh. Hongaria---negeri 
seperti apakah itu, selain konon terkenal berkat Kubus Rubik, Ferenc Puskas, 
dan para pemenang Hadiah Nobel? Katalin ingin cetakan pertama novel itu minimal 
antara 3000 - 5000 kopi. Itu cukup berat bagi penerbit J_, apalagi bagian 
pemasaran ragu bisa menjualnya dengan mudah. Jadi mereka menolak.  

Anwar punya 4-5 kenalan editor di beberapa penerbit lain. Dia menyurati yang 
kira-kira tertarik proyek tersebut, menceritakan maksud dan kondisinya, 
berharap bisa mudah mendapat penerbit. Sementara itu Katalin mengontak 
penerjemah agar mengerjakan bab pertama dari edisi Inggris terjemahan Paul 
Olchváry. Terpilihlah Saphira Zoelfikar. Tidak langsung menerjemahkan dari 
bahasa Magyar? Susah mendapat penerjemah Indonesia yang bisa bahasa mayoritas 
di Hongaria itu.

Ternyata keinginan Katalin dan upaya Anwar agak sulit segera terwujud. Beberapa 
editor mengabaikan surat itu. Ada editor di penerbit tua menyatakan berminat. 
Ia mengusahakan menerbitkan novel itu. Beberapa waktu kemudian dia bilang bahwa 
manajemen mau memproduksi novel itu dengan syarat ada yang menanggung biaya 
produksi---jadi harus ada pendonor tambahan lagi. Ini sulit buat Katalin, 
karena di luar pilihannya. "Mau berkomitmen" itu bukannya berarti bahwa 
penerbit ikut menanggung biaya produksi, sebab mereka juga yang akan menikmati 
keuntungan---bila buku itu nanti ternyata cukup mudah dijual ke pembaca target, 
tak sesulit prakiraan awal. Secara implisit kawan ini berhenti berjanji 
mengusahakan penerbitan di perusahaannya.

Setahun berlalu dan harapan menerbitkan novel itu masih kabur. Pada kesempatan 
lain, Anwar menulis surat lagi ke editor lain---kali ini termasuk ke kenalan 
jauh yang kadang-kadang terasa spekulatif. Kawan-kawannya yang kerja di bagian 
pemasaran atau distribusi pun dia kontak, dengan harapan bisa meneruskan ke 
editor akuisisi atau para pengambil keputusan. Dia pikir mungkin ada yang salah 
dengan usaha pertama dulu, hingga proposal ini kurang menggerakkan. Di saat 
bersamaan, proyek penerjemahan Saphira terus berjalan. Meski belum mendapat 
kepastian penerbit, komitmen Katalin rupanya mulai benar-benar terwujud. Dia 
sejak awal secara menyeluruh memeriksa terjemahan itu, meski lebih suka 
menyebut dirinya sebagai "penyelaras pada naskah asli" alih-alih sebagai 
"editor."

Usaha kedua ini segera berhasil. Anastasia Mustika, editor GPU, langsung 
menyanggupi menerbitkan The Ninth, sambil bertanya, "Bagaimana proses 
selanjutnya?" Proses selanjutnya merupakan detil usaha penerbitan yang lebih 
merepotkan, banyak urusannya, dan melibatkan orang lain lagi. Siapa akan 
mendesain covernya? Bagaimana pembayarannya? Bagaimana publisitasnya? Dan 
seterusnya. Detail ini menambah deretan orang yang terlibat dalam penerbitan 
sebuah judul buku jadi makin panjang, dan menguak bahwa biaya penerbitan harus 
dijabarkan lebih pasti. Pilihan pertama desainer covernya ialah Ariani 
Darmawan, seorang desainer-sutradara, pemilik Rumah Buku. Dia membuat lima 
alternatif cover, salah satunya menggunakan foto karya Paulo Costa, orang 
Brasil. Cover ini jadi favorit orang yang terlibat di awal proses penerbitan. 
Ariani mengontak Paulo menanyakan izin dan copyright foto tersebut, yang di 
luar dugaan malah dia berikan gratis untuk cover The Ninth. Ini kejutan
 menyenangkan!
____________________________
ENDORSEMENT

The Ninth adalah novel perenungan pribadi yang lebih memberikan dasar untuk 
eksplorasi daripada yang muncul di permukaan, dan merupakan novel yang berhasil 
memunculkan suara anak kecil dengan baik.
---Josh Maday
____________________________

Begitu penyuntingan selesai, muncul rencana publisitas. Makin besar lingkaran 
orang terlibat untuk mengenalkan novel ini ke publik Indonesia. Siapa mau 
mengurus? GPU mengajukan Ade Trimarga. Sementara di Jogja Katalin berhubungan 
dengan Marie Le Sourd (Direktur LIP) membuat Festival Budaya Hongaria untuk 
meramaikan publisitas, juga mengajak Saphira dan Raudal Tanjung Banua untuk 
mengisi acara. Dia juga mengundang pianis Michael Asmara yang menciptakan 
komposisi berdasarkan novel itu.

Di Bandung, Budi Warsito terlibat mengurus publisitas ini. Rencana publisitas 
merupakan wujud dari obrolan dengan dia. Siapa kira-kira yang bakal cukup asyik 
membicarakan topik relevan dengan ini? Nama Ari Jogaiswara muncul. Kami pernah 
1-2 kali melihat dia jadi host talkshow buku di QB Setiabudi Bandung. Kami 
menghubungi dua orang agar bisa mengontaknya, dari rekanan dan mantan 
mahasiswanya. Ahda Imran kami tawari untuk jadi moderator acara nanti, yang 
baru ia konfirmasi beberapa minggu kemudian. Untuk menggugah kesan pada isi 
buku, terbetik membacakan cuplikannya. Yopi Setia Umbara bertugas 
mengisahkannya, bareng kawannya (Riksa) yang akan memberi ilustrasi musik. 
Anwar menghubungi 3-4 penyiar yang memiliki program buku, dengan respons 
beda-beda. Sebagian acara ternyata sudah tutup buku atau kini harus bayar. 
Theoresia Rumthe dari SKY FM antusias siap membicarakan The Ninth, termasuk 
sekalian dengan mengundang penulisnya.

Ternyata butuh lebih dari selusin orang untuk berpartisipasi dalam penerbitan 
sebuah judul. Kata Joyce Wycoff, buku merupakan cerminan usaha, cinta, dan 
dukungan begitu banyak orang. Ada banyak utang budi di setiap upaya 
penerbitan---sebagiannya langsung lunas dibayar secara profesional. Tanpa 
pengaruh atau jerih payah bantuan sejumlah pihak, sebuah buku belum tentu bisa 
terbit. Ini belum melibatkan pembaca lebih luas yang nanti diharapkan 
merespons, mengkritik, mengomentari, atau menikmati karya itu. Ari Jogaiswara 
bilang, "Apa arti The Ninth diterbitkan bagi publik Indonesia? Kira-kira 
harapan penulisnya sendiri seperti apa? Siapa kira-kira pembaca The Ninth? 
Kalau dia baca The Ninth, buku macam apa lagi yang ada di rak bukunya? Apa 
masih kurang mendapat pembaca lebih luas dari masyarakat berbahasa Inggris?" 
Ari berpendapat bahwa diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sudah merupakan 
'award' tersendiri bagi penulis nonbahasa Inggris, terutama untuk
 mendapat perhatian lebih besar. 

Di Indonesia, The Ninth terbit 23 Februari 2010. Pada Sabtu, 13 Maret ada acara 
publisitasnya di Rumah Buku Bandung, dilanjutkan Jumat, 19 Maret di LIP 
Jogjakarta. Ferenc Barnás akan hadir di acara tersebut.[]

Anwar Holid bekerja sebagai editor, penulis, dan publisis. Blogger @  
http://halamanganjil.blogspot.com. 

KONTAK: war...@yahoo.com | HP: 085721511193 | Panorama II No. 26 B Bandung 
40141.

Situs terkait:
http://www.gramedia.com
http://www.ferencbarnas.com
http://www.rukukineruku.com
http://www.nupress.northwestern.edu/ue


      

Kirim email ke