Malaysia kembali mengklaim kekayaan budaya Indonesia. Untuk tarian saja, ini 
adalah kasus yang keempat, setelah "Tari Piring" dari Sumatera Barat, "Tari 
Reog Ponorogo" dari Jawa Timur dan "Tari Kuda Lumping" yang juga dari Jawa 
Timur. "Tari Pendet" dari Bali diklaim dengan dijadikan iklan pariwisata 
Malaysia.

Namun amat disayangkan ditengah situasi ini sejumlah aparat pemerintah saling 
menyalahkan atau sibuk membela diri, tetapi tidak ada yang melakukan langkah 
nyata. 

Pihak DPR menyerang pemerintah dengan argumentasi "tidak mendaftarkan HAKI" dan 
"tidak melakukan inventarisasi data budaya Indonesia". Anggota Komisi I DPR 
Yusron Ihza Mahendra bahkan bereaksi berlebihan dengan meminta pemerintah 
mengambil sikap tegas meminta Duta Besar Malaysia pulang kampung ke negaranya 
terkait klaim Malaysia atas tari Pendet.

Sementara itu, pihak eksekutif sibuk melakukan pembelaan diri. Menteri 
Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mengecam keras tindakan Malaysia dan 
mengirimkan surat teguran keras serta memanggil Dubes Malaysia untuk RI. 
Sementara itu, Departemen Luar Negeri (Deplu) sibuk menjadi juru bicara 
Malaysia dengan mengeluarkan imbauan agar masyarakat tidak terprovokasi dengan 
isu ini. 

Apakah kegerahan masyarakat terhadap isu ini berlebihan? Tentu saja tidak. 
Kisah Tari Pendet hanyalah kelanjutan dari kisah-kisah sebelumnya. Sudah banyak 
kekayaan budaya indonesia yang dicuri, diklaim atau dipatenkan oleh negara 
lain, seperti Batik Adidas, Sambal Balido, Tempe, Lakon Ilagaligo, Ukiran 
Jepara, Kopi Toraja, Kopi Aceh, Reog Ponorogo, Lagu Rasa Sayang Sayange, dan 
lain sebagainya. Pertanyaan yang lebih relevan adalah "apa yang harus kita 
lakukan agar hal ini tidak lagi terjadi".

Yang kita butuhkan sekarang bukanlah sikap saling menyalahkan atau sekedar 
pembelaan diri, tetapi langkah nyata. 

Di satu sisi saya begitu kecewa dengan upaya pemerintah. Namun di sisi lain, 
saya terkesan dengan upaya sejumlah anak muda yang terus berupaya untuk 
mencegah hal ini untuk terus terjadi. Mereka (Indonesian Archipelago Culture 
Initiatives atau IACI) telah melakukan sesuatu. Teman-teman dapat melihat upaya 
mereka di situs http://budaya-indonesia.org/ . Mereka melakukan proses 
pendataan budaya indonesia dalam situs tersebut. Selain itu, mereka juga 
mengupayakan langkah perlindungan hukum atas kekayaan budaya Indonesia.

Saya pribadi sangat apresiatif dengan langkah nyata tersebut. Selain itu, saya 
menghimbau kepada rekan-rekan sekalian untuk membantu perjuangan anak muda ini 
agar kisah Batik, Sambal Balido, Tempe, Lakon Ilagaligo, dan lain sebagainya 
tidak kembali terulang.

Setidaknya ada 2 bantuan yang dapat kita berikan untuk perjuangan tersebut: 
 
1. mendukung upaya perlindungan budaya Indonesia secara hukum. Kepada 
rekan-rekan sebangsa dan setanah air yang memiliki kepedulian (baik bantuian 
ide, tenaga maupun donasi) di bagian ini, harap menggubungi IACI di email: 
off...@budaya-indonesia.org

2. Mendukung proses pendataan kekayaan budaya Indonesia. Perlindungan hukum 
tanpa data yang baik tidak akan bekerja secara optimal. Jadi, jika temen-temen 
memiliki koleksi gambar, lagu atau video tentang budaya Indonesia, mohon upload 
ke situs PERPUSTAKAAN DIGITAL BUDAYA INDONESIA, dengan alamat 
http://budaya-indonesia.org/  Jika Anda memiliki kesulitan untuk mengupload 
data, silahkan menggubungi IACI di email: off...@budaya-indonesia.org

Sekarang bukanlah saatnya untuk saling menyalahkan atau sekedar pembelaan diri, 
tetapi melakukan sesuatu yang nyata.

- Lucky Setiawan
nb: Mohon bantuanya untuk menyebarkan pesan ini ke email ke teman, 
mailing-list, situs, atau blog, yang Anda miliki. Mari kita dukung upaya 
pelestarian budaya Indonesia secara online.


Kirim email ke