ETIKA SHALAT MALAM

Oleh
Muhammad bin Suud Al-Uraifi
http://almanhaj.or.id/content/3497/slash/0/etika-shalat-malam/

Sesungguhnya shalat malam memiliki beberapa etika yang merupakan
tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melakukannya. Di
antaranya adalah:

1. Niat Bangun Untuk Shalat Ketika Akan Tidur
Hal itu agar seseorang mendapatkan pahala shalat malam jika ia tidak
melakukannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ.

"Sesungguhnya segala amal perbuatan ditentukan oleh niat."[1]

An-Nasa-i dan lainnya meriwayatkan, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

مَنْ أَتَى فِرَاشَهُ، وَهُوَ يَنْوِي أَنْ يَقُوْمَ يُصَلِّي مِنَ
اللَّيْلِ، فَغَلَبَهُ النَّوْمُ حَتَّى يُصْبِحَ، كُتِبَ لَهُ مَا
نَوَى، وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً مِنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ.

"Barangsiapa yang naik ke atas ranjangnya sedang ia telah berniat
untuk bangun melakukan shalat di malam hari, namun ia tertidur hingga
waktu Shubuh, maka ditulis baginya pahala apa yang ia niatkan dan
tidurnya itu adalah sedekah dari Rabb-nya."[2]

2. Berdzikir ketika bangun tidur
Apabila seseorang bangun dari tidurnya untuk melakukan shalat Tahajjud
ia disunnahkan berdzikir kepada Allah.

Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma berkata: "Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bila bangun pada waktu malam untuk melakukan shalat
Tahajjud beliau membaca:

اَللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ، أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ
وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ، لَكَ مُلْكُ السَّمَوَاتِ
وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ، أَنْتَ نُوْرُ
السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ، أَنْتَ
مَلِكُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ
أَنْتَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ حَقٌّ، وَلِقَاءُكَ حَقٌّ، وَقَوْلُكَ
حَقٌّ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، وَالنَّبِيُّوْنَ حَقٌّ،
وَمُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ،
اَللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَعَلَـيْكَ تَوَكَّلْتُ،
وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ، فَاغْفِرْ
لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ،
أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ.

"Ya Allah bagi-Mu segala puji, Engkau Yang mengurus langit dan bumi
dan semua makhluk yang ada di dalamnya. Bagi-Mu segala puji, milik-Mu
kerajaan langit dan bumi dan makhluk yang ada di dalamnya. Bagi-Mu
segala puji, Engkau cahaya langit dan di bumi dan apa yang ada di
dalamnya. Bagi-Mu segala puji, Engkau Raja di langit dan di bumi dan
bagi semua makhluk yang ada di dalamnya. Bagi-Mu segala puji, Engkau
adalah haq, janji-Mu adalah haq, berjumpa dengan-Mu adalah haq,
firman-Mu adalah haq, Surga adalah haq, Neraka adalah haq, para Nabi
adalah haq, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah haq dan hari
Kiamat juga haq. Ya Allah hanya kepada-Mu aku pasrah, kepada-Mu aku
beriman, kepada-Mu aku bertawakal, kepada-Mu aku kembali, dengan
hujjah-Mu aku bertikai, kepada-Mu aku memohon putusan hukuman.
Ampuni-lah dosaku yang lalu dan akan datang, yang tersembunyi dan yang
terang-terangan. Engkau Yang mendahulukan dan Yang meng-akhirkan.
Tidak ada ilah yang berhak di-
ibadahi kecuali Engkau."[3]

Abu Salamah bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf berkata, "Aku bertanya kepada
‘Aisyah tentang apa yang pertama dibaca Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam memulai shalatnya ketika beliau shalat malam?' ‘Aisyah
menjelaskan, 'Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila melakukan shalat
malam memulai shalatnya dengan membaca:

اَللَّهُمَّ، رَبَّ جَبْرَائِيْلَ وَمِيْكَائِيْلَ وَإِسْرَافِيْلَ،
فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّـهَادَةِ،
أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيْمَا كَانُوْا فِيْهِ
يَخْتَلِفُوْنَ، اِهْدِنِيْ لِمَا اخْتُلِفَ فِيْـهِ مِنَ الْحَقِّ
بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ.

"Ya Allah, Rabb Malaikat Jibril, Mika’il dan Israfil, Pencipta langit
dan bumi dan Yang Mengetahui yang tersembunyi dan yang terlihat,
Engkau yang memutuskan di antara hamba-hamba-Mu apa yang mereka
perselisihkan. Tunjukkanlah kepadaku pada apa yang benar dari apa yang
diperselisihkan itu dengan izin-Mu, sesungguhnya Engkau yang
menunjukan kepada siapa yang Engkau kehendaki kepada jalan yang
lurus."[4]

An-Nawawi rahimahullah berkata dalam al-Majmuu', "Disunnahkan bagi
setiap orang yang bangun untuk melakukan shalat malam, mengusap
(menghilangkan) rasa kantuk dari wajahnya, bersiwak, memandang ke atas
langit dan membaca ayat terakhir dari surat Ali 'Imran (إِنَّ فِي
خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ ), (hingga akhir surat). Cara ini
dijelaskan dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh
al-Bukhari dan Muslim dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam."[5]

3. Bersiwak Ketika Bangun Untuk Melakukan Shalat Malam
Hal ini berdasarkan hadits riwayat Hudzaifah Radhiyallahu anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila bangun di malam hari
untuk melakukan shalat Tahajjud beliau menggosok mulutnya dengan
siwak.[6]

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, bahwa ia tidur
dekat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ia bangun, lalu
bersiwak dan berwudhu’.[7]

4. Membangunkan Keluarga Untuk Melakukan Shalat Tahajjud
Hal ini demi menjalankan firman Allah:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa..." [Al-Maa-idah: 2].

Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma menuturkan, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun pada suatu malam lalu beliau
berkata:

سُبْحَانَ اللهِ، مَاذَا أُنْزِلَ اللَّيْلَةَ مِنَ الْفِتْنَةِ، مَاذَا
أُنْزِلَ مِنَ الْخَزَائِنِ، مَنْ يُوْقِظُ صَوَاحِبَ الْحُجُـرَاتِ، يَا
رُبَّ كَاسِيَةٍ فِي الدُّنْيَا عَارِيَةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

"Subhanallaah, ujian apa yang Allah turunkan malam ini dan simpanan
apa yang Dia turunkan untuk orang yang membangunkan
istri-istrinya.Wahai kaum, banyak wanita-wanita yang berpakaian di
dunia tapi telanjang pada hari Kiamat kelak."[8]

'Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, menuturkan bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya dan kepada Fathimah
pada suatu malam, "Tidakkah kalian melaksanakan shalat?"[9]

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, "Ibnu Bathal menjelaskan bahwa di
dalam hadits ini terkandung keutamaan shalat malam dan membangunkan
orang-orang yang masih tidur dari anggota keluarga dan kerabat untuk
juga melakukannya."[10]

Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata, "Bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat pada malam hari dan bila beliau
melakukan shalah witir beliau berkata: 'Bangunlah dan shalat Witirlah
wahai ‘Aisyah!'"[11]

5. Mengawali Shalat Malam Dengan Melakukan Shalat Dua Raka'at Yang Pendek
Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia menuturkan, "Bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila bangun di malam hari untuk
melakukan shalat, beliau mengawalinya dengan shalat dua raka'at yang
pendek."[12]

Dari Zaid bin Khalid al-Juhani Radhiyallahu anhu, ia berkata, "Demi
Allah aku melihat shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di
malam hari. Beliau shalat dua raka'at yang pendek dan kemudian shalat
dua raka'at yang panjang."[13]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda:

إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ اللَّيْلِ، فَلْيَفْتَتِحْ صَلاَتَهُ
بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيْفَتَيْنِ.

"Bila seseorang dari kalian bangun di malam hari hendaklah ia
mengawali shalatnya dengan melakukan shalat dua raka'at yang
pendek."[14]

An-Nawawi rahimahullah berkomentar, "Hadits ini menunjukkan
disunnahkannya mengawali shalat Tahajjud dengan melakukan dua raka'at
yang pendek agar seseorang semangat untuk melakukan raka'at-raka'at
selanjutnya."[15]

6. Menangis Saat Membaca Al-Qur-an Dan Merenungkannya
Adapun menangis, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila shalat
terdengar darinya suara seperti suara periuk, karena tangisan.[16]

Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu anhu, ia berkata: "Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, 'Bacakanlah al-Qur-an
kepadaku!' Aku berkata, 'Apakah aku pantas membacakan al-Qur-an
kepadamu, sedangkan kepadamulah al-Qur-an itu diturunkan?' Beliau
berkata, 'Sesungguhnya aku senang mendengarkannya dari orang lain.'
Maka akhirnya aku pun membacakan kepadanya ayat dalam surat an-Nisaa',
hingga saat sampai pada ayat:

فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ
عَلَى هَاؤُلآءِ شَهِيدًا

'Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami
mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami
mendatangkan ka-mu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (se-bagai
umatmu).' [An-Nisaa'/4: 41].

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 'Cukuplah!' Ketika aku
mengangkat kepalaku, aku melihat air mata mengalir dari matanya."[17]

Al-Hasan berkata, "‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu membaca
ayat yang rutin ia baca pada malam hari, lalu ia menangis hingga
terjatuh dan ia tetap berada di rumah sampai ia dijenguk karena
sakit."[18]

Adapun merenungkan dan menghayati bacaan ayat-ayat al-Qur-an maka Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan dalam masalah ini. Bahkan
kadang beliau shalat di malam hari hanya membaca satu ayat saja
sebagaimana yang tersebut dalam riwayat 'Aisyah Radhiyallahu
anhuma.[19]

Ibnu 'Abbas Radhiyallahu anhuma berkata: "Demi Allah membaca surat
al-Baqarah dengan tartil dan merenungkannya lebih aku sukai daripada
membaca seluruh al-Qur-an dalam satu malam."[20]

7. Berdo’a Dalam Shalat Malam
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa memperbanyak do’a
dalam shalatnya dan juga dalam Tahajjudnya, karena pada waktu-waktu
tersebut kemungkinan besar dikabulkannya do’a.

Dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ فِي اللَّيْلِ لَسَاعَةً، لاَ يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ
يَسْأَلُ اللهَ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، إِلاَّ أَعْطَاهُ
إِيَّاهُ، وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ.

'Sesungguhnya di malam hari terdapat suatu waktu, yang apabila seorang
muslim memohon kepada Allah kebaikan dunia dan akhirat bertepatan
dengan waktu itu, Allah pasti mengabulkannya dan waktu itu ada di
setiap malam.'"[21]

8. Tidak Memberatkan Jiwa Dalam Menjalankan Ketaatan
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ أَحَدٌ إِلاَّ
غَلَبَهُ، فَسَدِّدُوْا، وَقَارِبُوْا، وَأَبْشِرُوْا، وَاسْتَعِيْنُوْا
بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ.

"Sesungguhnya agama ini mudah dan siapapun yang memberatkannya pasti
akan kepayahan, oleh karenanya bersikap adillah (sedang-sedang saja
dalam beribadah), men-dekatkan dirilah, berbahagialah dan jadikanlah
waktu pagi, siang dan sebagian waktu malam untuk melakukan
ibadah."[22]

Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia bercerita, bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam datang kepadanya dan ketika itu ia tengah bersama
seorang wanita. Beliau bertanya, "Siapakah ini?" ‘Aisyah menjawab,
"Ini Fulanah yang dikenal sangat giat dalam shalat." Beliau berkata:
"Mah (hentikanlah), lakukanlah apa yang kalian mampu melakukannya!
Demi Allah, Allah tidak pernah merasa bosan sampai kalian sendiri yang
bosan, dan beragama yang paling dicintai Allah adalah yang dijalankan
seseorang secara terus-menerus."[23]

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, "Kata 'mah' merupakan isyarat
dimakruhkannya hal itu, karena khawatir kelemahan dan kebosanan akan
menimpa si pelakunya. Tujuannya adalah agar ia tidak berhenti dari
menjalankan amal ibadah yang biasa ia lakukan, sehingga ia menarik
diri dari apa yang telah ia berikan kepada Rabb-nya."[24]

9. Tidak Melakukan Shalat Tahajjud Jika Mengantuk
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلاَةِ، فَلْيَنَمْ حَتَّى يَعْلَمَ مَا يَقْرَأُ.

"Bila seseorang dari kalian mengantuk dalam shalatnya, maka hendaklah
ia tidur agar ia mengetahui apa yang yang dibacanya."[25]

Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia menuturkan, bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلاَةِ، فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ
عَنْهُ النَّوْمُ، فَإِنَّ أَحَـدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ،
لَعَلَّهُ يَذْهَبُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبَّ نَفْسَهُ.

"Bila seseorang dari kalian mengantuk dalam shalatnya, hendaklah ia
tidur agar rasa kantuknya hilang. Sebab bila seseorang dari kalian
shalat dalam keadaan mengantuk bisa jadi dia memohon ampunan kepada
Allah, lalu ia mencaci dirinya sendiri."[26]

An-Nawawi rahimahullah memberikan komentarnya, "Di dalam hadits ini
terdapat dorongan shalat dalam keadaan khusyu', konsentrasi hati dan
semangat. Di dalamnya juga terdapat perintah tidur kepada orang yang
mengantuk atau yang sejenisnya yang bisa menghilangkan rasa kantuk
itu."[27]

10. Tidur Setelah Melakukan Shalat Tahajjud
Disunnahkan bagi seorang mukmin setelah melakukan shalat Tahajjud
untuk tidur. Yaitu pada waktu sahur dan inilah salah satu tuntunan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

'Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata, "Aku tidak mendapati Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu Sahur di rumahku atau di
dekatku melainkan dalam keadaan tidur."[28]

'Abdul Qadir al-Jailani al-Hanbali, seseorang yang hidup zuhud pada
masanya berkata, "Disunnahkan bagi orang yang melakukan shalat
Tahajjud untuk tidur pada akhir malam karena dua hal: (1) Hal itu
dapat melenyapkan rasa kantuk di pagi hari. (2) Tidur di akhir malam
dapat menghilangkan warna kekuningan di wajah. Karena bila seseorang
kelelahan dan tidak tidur maka akan ada warna kekuningan di wajahnya.
Seyogyanya seseorang menghilangkannya, karena itu merupakan pintu yang
samar dan termasuk bentuk popularitas yang tersembunyi serta termasuk
syirik yang samar. Sebab ia akan mendapat acungan jempol (dipuji
orang) dan akan dikira sebagai orang yang shalih yang senantiasa
bergadang (untuk beribadah), berpuasa dan takut kepada Allah karena
ada warna kekuningan di wajahnya. Kita berlindung kepada Allah dari
perbuatan syirik dan riya' serta hal-hal yang membawa kepadanya."[29]

11. Berdo’a Seusai Shalat
Dari 'Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap usai shalat Witir membaca:

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ
مِنْ عُقُوْبَتِكَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ، لاَ أُحْصِيْ ثَنَاءً
عَلَيْكَ، أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ.

"Ya Allah sesungguhnya aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari
murka-Mu, dengan ampunan-Mu dari siksa-Mu dan aku berlindung kepada-Mu
dari-Mu. Aku tak mampu menghitung pujian terhadap-Mu, Engkau adalah
sebagaimana yang Engkau pujikan terhadap diri-Mu sendiri."[30]

Syamsul Haqqil ‘Azhim Abadi berkata, "Yakni berdo’a setelah salam,
sebagaimana dijelaskan dalam riwayat lain."[31]

[Disalin dari kitab "Kaanuu Qaliilan minal Laili maa Yahja’uun" karya
Muhammad bin Su'ud al-‘Uraifi diberi pengantar oleh Syaikh 'Abdullah
al-Jibrin, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Shalat Tahajjud, Penerbit
Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. HR. Al-Bukhari dalam kitab Bad-il Wahy, bab Bad-il Wahy, (hadits
no. 1) dan Muslim dalam kitab al-Imaarah, bab Qaw-lihi Shallallahu
'alaihi wa sallam : "Innamal A'maalu bin Niyyaah," (hadits no. 1907).
[2]. HR. An-Nasa-i dalam kitab ash-Shalaah, bab Man Ataa Firaa-syahu
wa Huwa Yanwil Qiyaam, (hadits no. 1786), Ibnu Majah dalam kitab
Iqaamatish Shalaati was Sunnati fii ha, bab Maa Jaa-a fii man Naama
'an Hizbihi minal Lail, (hadits no. 1344), al-Hakim dalam
al-Mustadrak, (I/311) dengan komentarnya, "Hadits ini shahih sesuai
kriteria yang ditetap-kan al-Bukhari dan Muslim." Penilaiannya ini
disepakati oleh adz-Dzahabi. Sedangkan al-Albani dalam Irwaa-ul
Ghaliil, (II/204) menilainya juga shahih.
[3]. HR. Al-Bukhari dalam kitab ad-Da'awaat, bab ad-Du'aa-u idzan
Tabaha minal Lail, (hadits no. 6317) dan Muslim dalam kitab Shalaatul
Musaafiriin wa Qashriha, bab ad-Du'aa-u fii Shalaatil Laili wa
Qiyaamih (hadits no. 769).
[4]. HR. Muslim dalam kitab al-Musaafiriin, bab ad-Du'a fish Shalaatil
Lail wa Qiyaamih, (hadits no. 770).
[5]. Lihat al-Majmuu' Syarhul Muhadzdzab, karya Imam an-Nawawi (IV/45).
[6]. HR. Al-Bukhari dalam kitab al-Wudhu’-i bab as-Siwaak, (hadits no.
245) dan Muslim dalam kitab ath-Thahaarah, bab as-Siwaak, (hadits no.
255).
[7]. Telah ditakhrij sebelumnya
[8]. Telah ditakhrij sebelumnya.
[9]. Telah ditakhrij sebelumnya.
[10]. Fat-hul Baarii (III/15).
[11]. HR. Al-Bukhari dalam kitab ash-Shalaah bab ash-Shalaah Khalfan
Naa-im (hadits no. 512) dan Muslim dalam kitab Shalaatil Musaafiriin
bab Shalaatil Lail (hadits no. 744).
[12]. HR. Muslim dalam kitab Shalaatil Musaafiriin bab ad-Du'aa-i fii
Shalaatil Laili wa Qiyaamih, (hadits no. 767).
[13]. HR. Muslim dalam kitab Shalaatil Musaafiriin, bab ad-Du'aa-i fii
Shalaatil Laili wa Qiyaamih (hadits no. 765).
[14]. HR. Muslim dalam kitab Shalaatil Musaafiriin, bab ad-Du'aa-i fii
Shalaatil Laili wa Qiyaamih (hadits no. 768).
[15]. Shahiih Muslim bi Syarhin Nawawi, (VI/54).
[16]. HR. Abu Dawud dalam kitab ash-Shalaah, bab al-Bukaa'u fish
Shalaah, (hadits no. 904), an-Nasa-i dalam Kitab as-Sahw, bab
al-Bukaa'i fish Shalaah, (hadits no. 1214), Ahmad dalam Musnadnya,
(hadits no. 15877). Semuanya melalui jalur pe-riwayatan yang bersumber
dari Mathraf bin 'Abdillah dari ayahnya.
[17]. HR. Al-Bukhari dalam kitab Tafsiirul Qur-aan, bab Fakaifa idzaa
ai-naa min Kulli Ummatin bi Syahiid, (hadits no. 4582) dan Muslim
dalam kitab Shalaatul Musaafiriin wa Qashriha, bab Fadhlu Istimaa'il
Qur-aan, (hadits no. 800).
[18]. Mukhtashar Qiyaamil Lail, (hal. 142).
[19]. HR. At-Tirmidzi dalam kitab ash-Shalaah, bab Maa Jaa-a fil
Qiraa-atil Qur-aan, (hadits no. 448) dengan komentarnya, "Hadits ini
hasan gharib."
[20]. Mukhtashar Qiyaamil Lail, (hal. 143).
[21]. HR. Muslim dalam kitab Shalaatil Musaafiriin, bab Fil Laili
Saa'atun Mustajaabun fii had Du'aa', (hadits no. 757).
[22]. HR. Al-Bukhari dalam Shahiihnya dalam kitab al-Iimaan bab
ad-Diinu Yusr (hadits no. 39).
[23]. HR. Al-Bukhari dalam kitab Iimaan, bab Ahabbud Diini ilallaahi
Adwamahu, (hadits no. 43) dan Muslim dalam kitab Shalaatil Musaafiriin
bab Amri man Na-isa fii Shalaa-tih (hadits no. 785).
[24]. Fat-hul Baarii (III/27).
[25]. HR. Al-Bukhari dalam kitab al-Wudhu’-i bab al-Wudhu’-i minan
Naum, (hadits no. 213).
[26]. HR. Al-Bukhari dalam kitab al-Wudhu’-i bab al-Wudhu’-i minan
Naum (hadits no. 212) dan Muslim dalam kitab Shalaa-til Musaafiriin
bab Amru man Na-isa fii Shalaatih, (hadits no. 786). Lafazh hadits ini
adalah versi Muslim.
[27]. Shahiih Muslim bi Syarhin Nawawi (VI/74).
[28]. HR. Al-Bukhari dalam kitab at-Tahajjud, bab Man Naama 'indas
Sahar, (hadits no. 1133) dan Muslim dalam kitab Shalaatil Musaafiriin
bab Shalaatil Lail wa 'Adadi Raka'aatin Nabiy j (hadits no. 742).
Lafazh ini adalah versi Muslim.
[29]. Lihat al-Ghunyah li Thaalibil Haqi, karya ‘Abdul Qadir
al-Jailani (hal. 62).
[30]. HR. Abu Dawud dalam kitab ash-Shalaah, bab al-Qunuut fii
Shalaatil Witr, (hadits no. 1427), at-Tirmidzi dalam kitab ad-Da'waat,
bab Du'aa-ul Witr, (hadits no. 3566) dengan komentarnya, "Hadits ini
hasan gharib", an-Nasa-i dalam kitab Qiyaamul Laili wa Tathawwu'un
Nahaar, bab Do’a witir, (hadits no. 1747), Ibnu Majah dalam Iqaamatush
Shalaati was Sunnati fii ha, bab al-Qunuut fii Shalaatil Witr, (hadits
no. 1168).
[31]. Lihat 'Aunul Ma'buud Syarh Sunan Abi Dawud, karya al-'Azhim
Abadi, (IV/213).


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke