NABI YANG SEBENARNYA
Oleh
Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin
http://almanhaj.or.id/content/3020/slash/0

Hanya ada dua kemungkinan ketika seseorang mengaku sebagai nabi. Mungkin ia
adalah orang yang paling benar, atau kalau tidak ia adalah orang yang paling
pendusta.

Ini merupakan perkara yang jelas, perbedaan antara keduanya tidak ada
kesamaran sama sekali kecuali bagi orang-orang yang paling atau sangat
bodoh. Bahkan ciri dan keadaan diri masing-masing pengaku akan memberikan
kejelasan tentang hakikat masing-masing.

Jangankan pengakuan sebagai nabi, pengakuan terhadap sesuatu yang jauh dari
derajat nabipun, untuk membedakan antara yang benar dengan yang dusta,
banyak memiliki cara yang mudah. Apalagi pengakuan sebagai nabi.
Demikian antara lain pernyataan tepat yang dikemukakan oleh Imam Ibnu Abi
al-Izz -pensyarah Kitab Aqidah Thahawiyah- dalam Syarh al-‘Aqidah
ath-Thahawiyah hal. 140 (cet.II – 1413 H/1993 M. Tahqiq & Ta’liq : Dr.
at –Turky & Syu’aib al-Arna’uth, Muassasah ar-Risalah).

Dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai nabi
penutup, maka jelasnya kebohongan para pengaku nabi sesudah beliau ibarat
matahari di tengah siang hari bolong.

Selanjutnya di halaman berikut, Ibnu Abi al-Izz menyatakan bahwa : Tidak ada
seorang pendustapun yang mengaku nabi kecuali pasti dirinya akan terlihat
jelas sebagai orang yang bodoh, dusta, jahat dan dikuasai oleh setan, hal
yang dapat dilihat oleh orang yang paling awamp sekalipun.

Sesungguhnya seorang Rasul (yang sebenarnya dan juga Nabi) pasti akan
menyampaikan berita-berita kepada manusia, akan memerintahkan
perintah-perintah dan pasti akan melakukan perbuatan-perbuatan yang itu
semua akan memperjelas kebenarannya sebagai seorang Rasul. Sebaliknya,
seorang pendustapun akan terlihat dari apa yang diperintahkannya itu
sendiri, dari apa yang diberitakannya itu sendiri dan dari kelakuan yang
diperbuatnya itu sendiri, sehingga dari banyak sisi akan memperjelas
kebohongannya. Sedangkan orang yang benar adalah kebalikannya. Bahkan setiap
dua orang yang masing-masing membuat pengakuan terhadap suatu urusan ; yang
satu benar dan yang lain dusta, pasti yang benar akan terlihat benar dan
yang dusta akan terlihat dusta, meskipun kadang butuh waktu. Sebab,
kejujuran (benar) mengharuskan kebaikan, sedang kebohongan mengharuskan
kejahatan. Sebagaimana tersebut dalam kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim,
dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda :

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَي الْبِرِّ، وَ(إِنَّ)
الْبِرَّ يَهْدِي إِلَي الْجَنَّةِ، وَلاَ يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ
(وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ) حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا.
وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَي الْفُجُوْرِ وَإِنَّ
الْفُجُوْرَ يَهْدِي إِلَي النَّارِ، وَلاَ يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ
وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا.

Hendaknya kamu jujur, karena sesungguhnya jujur itu akan membimbing menuju
kebaikan, dan sesunguhnya kebaikan itu akan membimbing menuju sorga.
Tidaklah seseorang senantiasa (bersikap) jujur (dan berniat
bersungguh-sungguh untuk jujur) kecuali niscaya dituliskan di sisi Allah
sebagai orang yang benar-benar jujur (shiddiq). Dan janganlah sekali-kali
kamu dusta, karena dusta akan membimbing pada kejahatan, dan sesungguhya
kejahatan akan membimbing menuju neraka. Tidaklah seseorang senantiasa
berdusta dan selalu sengaja berbuat kedustaan kecuali akan ditulis di sisi
Allah sebagai pendusta.

Tetapi begitulah kenyataannya, tetap saja ada pembohong yang mengaku sebagai
nabi, kendatipun kepalsuannya telah nyata-nyata diketahui. Hanya karena ada
orang-orang bodoh dan tidak waras pikirannyalah maka pembohong-pembohong
tadi tetap mempunyai pengikut. ولا حول ولا قوة إلا بالهl .

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَي اللهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوْحِيَ
إِلَيَّ وَلَمْ يُوْحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap
Allah atau yang berkata : “saya telah diberi wahyu” padahal tidak ada
sesuatupun yang diwahyukan kepadanya. [Al-An’am : 93].

Begitulah, akhirnya pembohong semacam Mirza Ghulam Ahmad pun mendapat
pengikut, karena adanya orang-orang bodoh dan orang-orang yang pikiran serta
hatinya tidak waras itu.

Nah ketika kedudukan nabi saja, ada orang yang berusaha memalsukannya,
apalagi kedudukan-kedudukan lain yang derajatnya di bawah nabi. Maka tak
heran jika belakangan ini muncul pendusta perempuan dengan
pendamping-pendampingnya yang mengaku sebagai imam Mahdi. Lagi-lagi
pengikutnya adalah orang-orang bodoh dan orang-orang yang pikiran serta
hatinya tidak waras. Wallahu al-Musta’an.

Melihat kenyataan-kenyataan inilah, maka perlu kiranya di sini dibahas
tentang dalil-dalil kenabian dan keistimewaan-keistimewaan nabi akhir zaman,
sekalipun secara singkat. Harapannya, semoga bisa menjadi acuan untuk
menilai bahwa hadirnya para pengaku nabi sesudah nabi Muhammad n adalah
dusta. Bahkan para pengaku wali atau imam Mahdi.

DALIL-DALIL KENABIAN
Dalil-dalil kenabian adalah bukti-bukti yang dengannya dapat diketahui
kenabian seorang nabi yang sebenarnya, dan kedustaan pembohong yang mengaku
nabi.[1]

Menurut kebanyakan ahli Kalam, bukti kenabian seorang nabi terbatas hanya
dengan mu’jizat, tidak ada bukti-bukti lainnya [2]. Pembatasan ini tentu
tidak benar, sebab dalil-dalil atau bukti-bukti kenabian sangat banyak dan
tidak bisa dibatasi jumlahnya. [3]. Dibawah ini adalah beberapa di
antaranya:

1. Ayat-Ayat Dan Mu’jizat-Mu’jizat.
Pengertian ayat menurut bahasa ialah tanda-tanda yang memberikan petunjuk
atas sesuatu. Tetapi yang dimaksud ayat di sini ialah : perkara-perkara yang
terjadi diluar kebiasaan yang diberlangsungkan oleh Allah k melalui para
nabi dan para rasul-Nya, dimana manusia biasa tidak dapat melakukannya.
Misalnya, merubah tongkat menjadi ular yang bergerak-gerak. Peristiwa diluar
kebiasaan semacam ini dimaksudkan sebagai dalil atas benarnya kenabian para
nabi Allah, dan itu tidak bisa dilawan oleh kekuatan apapun.[4]

Sedangkan mu’jizat, secara bahasa adalah isim Fa’il dari kata al-‘ajzu yang
artinya lemah, kebalikan dari mampu. Dalam al-Qamus, yang dimaksud mu’jizat
nabi ialah: seuatu yang digunakan untuk menjadikan lawan lemah ketika berada
ditengah tantangan. Jadi mu’jizat ialah perkara yang diluar kebiasaan yang
diberlangsungkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui tangan seseorang
yang dipilih untuk menjadi nabi-Nya, untuk membuktikan kebenaran kenabiannya
dan keabsahan risalahnya. [5].

Dengan demikian, ada kesamaan arti antara ayat dan mu’jizat di sini.

Beberapa Contoh Mu’jizat Para Nabi
1. Mu’jizat Nabi Shalih Alaihissallam berupa Unta betina yang tidak boleh
disembelih, sebagai hujjah atas kaumnya. (Begitu kaumnya melanggar, maka
siksa Allah melanda mereka di dunia, sebelum di akhirat-pen).

2. Mu’jizat Nabi Musa Alaihissallam, diantaranya sebuah tongkat yang bisa
berubah menjadi seekor ular.

3. Mu’jizat Nabi Isa Alaihissallam berupa kemampuan menyembuhkan orang buta
dan orang yang menderita kusta, serta dapat menghidupkan orang mati, dengan
izin dari Allah.

4. Mu’jizat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang jumlah serta
ragamnya sangat banyak, yang paling besar adalah al-Qur’an al-Karim, suatu
mu’jizat abadi yang dengannya Allah Subhanahu wa Ta'ala menantang jin dan
manusia, kemudian Isra’ – Mi’raj, kemudian terbelahnya bulan, bertasbihnya
kerikil ditangan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, menangisnya batang
korma di hadapan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam (ketika beliau hendak
mengganti mimbar beliau dengan kayu), dan juga pemberitaan-pemberitaan
beliau tentang peristiwa-peristiwa di masa mendatang maupun di masa lampau
[6].

5. Dan contoh-contoh mu’jizat lain yang tidak bisa disebutkan di sini [baca
misalnya: ar-Rusul wa ar-Risalat dibawah judul Dala’il an-Nubuwwah].

Catatan Berkaitan Dengan Kejadian Diluar Nalar Yang Merupakan Hasil Kerja
Setan :
Banyak orang tersesat ketika mengira bawa setiap orang yang bisa memamerkan
kejadian ajaib pada dirinya berarti adalah wali Allah yang shaleh. Misalnya,
ada orang yang bisa terbang di udara atau berjalan di atas air. Bahkan boleh
jadi ada yang mengaku nabi, seperti al-Harits ad-Dimasyqi yang muncul di
Syam pada zaman Abdul Malik bin Marwan dan mengaku nabi (atau Mirza Ghulam
Ahmad, atau Kadirun Yahya, atau Lia Aminudin atau Dajjal –nas’alullah min
fitnatihi wamin fitnatihim jami’an). Al-Harits ini memamerkan
peristiwa-peristiwa aneh yang terjadi melalui tangannya. Ia pernah
dibelenggu kedua kakinya, tetapi bisa lepas, pernah dibacok dengan senjata
tajam, tidak mempan, batu pualam bertasbih ketika di sentuh tangannya dan
pernah suatu kali ia memperlihatkan kepada orang-orang di sekelilingnya
tentang rombongan makhluk yang berjalan kaki dan naik kuda diudara, lalu ia
katakan bahwa rombongan itu adalah malaikat. Keajaiban-keajaiban semacam ini
adalah hasil kerja setan (bukan mu’jizat dan bukan karamah).

Oleh karena itu bila ada orang saleh yang hadir di situ lalu berdzikir
kepada Allah atau membaca ayat Kursi atau membaca beberapa ayat al-Qur’an,
maka sirnalah keajaiban setan yang mereka miliki itu.

Begitu juga al-Harits ad-Dimasyqi si pembohong, ketika kaum Muslimin
berhasil menangkapnya untuk dibunuh, ia dipanah oleh seseorang di antara
kaum Muslimin, tetapi tidak mempan. Maka Abdul Malik bin Marwan berkata
kepada sipemanah : “Engkau tidak membaca basmalah”. Lalu orang itu membaca
basmalah. Akhirnya al-Harits sang pembohong mati.

Dengan demikian, tidak setiap keajaiban yang dimiliki seseorang, berarti
pemiliknya mesti wali Allah, apalagi nabi. Penyebab datangnya karamah
(termasuk diantaranya mu’jizat) adalah keimanan, ketaqwaan dan keistiqamahan
dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla. Oleh karenanya, jika
penyebab datangnya keajaiban adalah kekafiran, kemusyrikan, kezaliman, dan
kefasikan, maka tentu itu berasal dari keajaiban setan, dan merupakan hasil
kerja setan. Sama sekali bukan karamah apalagi mu’jizat. [7]

2. Berita-Berita Dari Umat Terdahulu
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

أَوَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ آيَةً أَنْ يَعْلَمَهُ عُلَمَاءُ بَنِي إِسْرَائِيْلَ

Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para Ulama Bani
Israil mengetahuinya? [Asy-Syu’ara’ : 197].

Ayat ini menjelaskan bahwa di antara bukti-bukti yang jelas menunjukkan
benarnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan benarnya syari’at yang
beliau bawa adalah mengetahuinya Bani Israil tentang kerasulan Nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Pengetahuan yang telah tertulis dan
terpelihara dalam kitab-kitab mereka. Sebagaimana Allah Azza wa Jalla
berfirman :

وَإِنَّهُ لَفِي زُبُرِ اْلأَوَّلِيْنَ

Dan sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar tersebut dalam kitab-kitab
orang-orang yang terdahulu [asy-Syu’ara’ : 196].

Al-Qur’an al-Karim yang turun dari sisi Allah -Rabb yang Maha berilmu dan
Maha sangat mengetahui, menceritakan bahwa nama Nabi Muhammad dan umatnya
telah tersebut di dalam kitab-kitab Samawi terdahulu. Dan bahwa para nabi
terdahulu telah memberitakan tentang akan datangnya Muhammad sebagai nabi
terakhir.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَإِذْ أَخَذَ اللهُ مِيْثَاقَ النَّبِيِّيْنَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ
وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَ كُمْ رَسُوْلٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ
بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ، قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ، وَأَخَذْتُمْ عَلَي ذَلِكُمْ
إِصْرِي، قَالُوا أَقْرَرْنَا، قَالَ فَاشْهَدُوْا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ
الشَّاهِدِيْنَ

Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi : “Sungguh,
apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang
kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, maka kamu harus
sungguh-sunggguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman:
“Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian
 itu?”. Mereka menjawab : “Kami mengakui”. Allah berirman : “Kalau begitu
saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi pula bersama kamu” [Ali
Imran : 81].

Para ahli tafsir memahami ayat di atas sebagai ayat yang menerangkan bahwa
Allah telah mengambil perjanjian dari setiap nabi; jika (kelak) Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus sedangkan nabi-nabi tersebut masih
hidup, maka mereka harus beriman kepadanya dan meninggalkan syari’at mereka
untuk mengikuti syari’at Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Berdasarkan
itu, maka penyebutan akan munculnya nabi Muhammad sudah ada pada setiap nabi
terdahulu. [8]

3. Menghayati Kondisi Dan Latar Belakang Para Nabi.
Salah satu di antara hal yang membuktikan kenabian para nabi ialah jika
menghayati kondisi dan latar belakang mereka yang amat dikenal oleh kaumnya,
sebab mereka merupakan orang-orang yang akrab bergaul dengan masyarakat.
Para nabi dikenal sebagai orang-orang terpercaya di tengah masyarakatnya,
dikenal zuhud, dikenal sebagai orang-orang yang tak mengharapkan upah
duniawi. Sebagai contoh adalah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Beliau bahkan diberi gelar olah bangsa Quraisy sebagai al-Amin (orang yang
terpercaya) sebelum diutus sebagai nabi. Mengapa demikian? Karena kejujuran
dan amanahnya.

Ketika pertama kali nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyerukan dakwah
terbuka kepada bangsa Quraisy, beliau berkata : “Apabila aku kabarkan kepada
kalian, bahwa dibalik lembah ini ada tentara berkuda yang hendak menyerbu
kalian, apakah kalian mempercayaiku?” Mereka menjawab : Kami tidak pernah
sekalipun mendapati engkau berdusta” [HR. Bukhari].

Pembuktian model ini telah ditunjukkan oleh firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala.

قُلْ لَوْ شَاءَ اللهُ مَا تَلَوْتُهُ عَلَيْكُمْ وَلاَ أَدْرَاكُمْ بِهِ،
فَقَدْ لَبِثْتُ فِيْكُمْ عُمُرًا مِنْ قَبْلِهِ أَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ

Katakanlah: “Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya
kepadamu dan Allah tidak (pula) memberitahukannya kepadamu”. Sesungguhnya
aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kamu tidak
memikirkannya? [Yunus: 16].

Maksud ayat di atas ialah : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata
kepada kaumnya : “Sesunguhnya aku telah tinggal bersama kalian untuk waktu
yang tidak pendek sebelum aku memberi kabar kepada kalian bahwa aku adalah
nabi; bagaimana perilakuku bersama kalian, bagaimana kejujuranku terhaddap
kalian? Apakah selama itu aku pernah berbuat dusta kepada manusia? Dan kalau
aku tidak pernah berbuat dusta kepada manusia, apakah lalu aku berani
berbuat dusta atas nama Allah? Tidakkah kalian berfikir?. Tidakkah kalian
menggunakan akal supaya dapat menuntun kalian menuju kebenaran?” [9].

Itulah satu di antara keadaan nyata para nabi. Bahkan ada sebagian orang
yang hanya dengan melihat kepribadian, kehidupan dan perilaku nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka langsung memepercayai kenabian beliau.
Mereka menjadikan kenyataan itu sebagai dalil, tanpa berfikir kepada
bukti-bukti lain. Sebab hal itu sudah merupakan dalil yang terbesar.

Diantaranya adalah Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu 'anhu. Ketika
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mendakwahinya, sedikitpun ia tidak
ragu menerimanya. Begitu pula Abdullah bin Salam Radhiyallahu 'anhu, ia
hanya butuh satu kali pandang saja pada wajah Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam, sudah cukup memberikan bukti kepadanya bahwa beliau bukan
pendusta. Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sampai di Madinah,
Abdullah bin Salam –salah seorang tokoh ulama Yahudi kala itu- keluar untuk
melihat wajah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Abddullah bi Salam berkata
: “Setelah saya lihat wajah beliau, tahulah saya bahwa wajah beliau bukan
wajah pendusta” [10].

Begitu juga Khadijah Radhiyallahu 'anha. Wanita yang faham betul keadaan
suaminya sebelum menjadi nabi. Khadijah tidak ragu sama sekali kalau Allah
pasti tidak akan menghinakan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena
itu katika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pulang dari gua Hira’
seraya mengatakan : “Saya takut”, maka Khadijah berkata menghiburnya :
“Sekali-kali jangan takut, demi Allah, Allah tidak akan menghinakan anda
selama-lamanya. Anda adalah orang yang betul-betul menyambung silaturahmi,
memikul tanggung jawab, menolong orang yang kekurangan, suka menghormati
tamu dan membela kebenaran” [11]

Jadi melihat akhlak-akhlak tinggi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
sebelum menjadi nabi, Khadijah langsung mempercayainya ketika beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan bahwa beliau mendapat wahyu Allah.

Hiraklius –Raja Romawi saat itu-, dalam dialognya dengan Abu Sufyan juga
meyakini kebenaran kenabian Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, hanya
dengan mendengar ciri-ciri serta keadaan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
yang sama persis dengan ciri-ciri yang ia (Hiraklius) kenal pada nabi-nabi
umumnya. Hanya karena harga diri sebagai kaisar sajalah yang menghalanginya
untuk mengimani Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam [12].

Jadi, secara umum, keadaan para nabi, kehidupan mereka, kejujuran, zuhud,
serta segala ciri mereka yang amat dikenal oleh kaumnya masing-masing cukup
menjadi bukti akan kebenaran kenabian mereka. Apakah pemalsu-pemalsu nabi,
termasuk di dalamnya Mirza Ghulam Ahmad punya ciri-ciri seperti para nabi?
Tidak. Bahkan ia dikenal sebagai keturunan orang yang bermasalah dengan kaum
Muslimin. Fisik maupun karakternyapun dipertanyakan. Tidak ada sanad jelas
yang menjamin kehebatan pribadi Mirza Ghulam Ahmad selain cerita-cerita
bualan semata yang tanpa sanad. Orang berakal tentu tidak akan terperangkap
kedalam cerita legenda Ghulam Ahmad ini –bi-idznillah-.

4. Dakwah Para Rasul
Memperhatikan dakwah para rasul juga merupakan sarana tepat yang dapat
menunjukkan kebenaran kenabian mereka.

Para rasul telah datang membawa manhaj yang paripurna untuk memperbaiki
manusia dan memperbaiki masyarakat manusia. Agama para rasul ini yang oleh
mereka dikatakan sebagai agama yang turun dari sisi Allah, tentulah agama
yang betul-betul dalam puncak kesempurnaannya, tidak mengandung kekurangan
dan aib sama sekali. Tidak bertentangan dengan fitrah manusia dan tidak pula
dengan sunnah kauniyah.

Pendalilan (tentang kebenaran para nabi) dengan memperhatikan dakwah para
rasul ini sebenarnya merupakan petunjuk al-Qur’an al-Karim. Misalnya firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala.

وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلاَفًا
كَثِيْرًا

Kalau kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya. [an-Nisaa’ : 82].

Bahwa Al-Qur’an (ayat-ayatnya) merupakan satu kesatuan yang utuh dimana satu
sama lain saling membenarkan, tidak saling bertentangan dan tidak pula
saling berselisihan, merupakan dalil yang jelas tentang kebenaran Nabi yang
membawanya.

Begitu pula memperhatikan tujuan dakwah para Rasul serta keutamaan-keutamaan
dan nilai-nilai yang didakwahkan para Rasul merupakan bukti terbesar atas
kebenaran mereka. [13]

5. Pembelaan Dan Pertolongan Allah Kepada Para Rasul.
Pembelaan dan pertolongan Allah kepada segenap nabi-Nya, dari sejak Nuh
Alaihissallam hingga Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, semuanya
membuktikan kebenaran kenabian mereka. Sebab mustahil bila mereka dusta lalu
dibela dan ditolong oleh Allah. Allah berfirman :

وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ اْلأَقَاوِيْلِ َلأَخَذْنَا مِنْهُ
بِاْليَمِيْنِ ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِيْنَ

Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama)
Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya, kemudian
benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. [al-Haaqqah : 44-46]. [14]

Demikian beberapa dalil kenabian umumnya secara garis besar. Pembahasan
berikutnya adalah kekhususan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

KEKHUSUSAN NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM.
Syaikh Shalih al-Fauzan (tokoh Ulama, anggauta dewan Fatwa Kerajaan Saudi
Arabia) dalam kitabnya al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad (hal. 225-228)
menyebutkan beberapa kekhususan Nabi Muhammad n dibanding semua nabi lain.
Secara ringkas kekhususan-kekhhususan itu diantaranya :

1. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah penutup para nabi. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُوْلَ اللهِ
وَخَاتَمَ النَّبِيِّيْنَ

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara
kamu (para sahabat), tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup nabi-nabi.
[al-Ahzab: 40]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

أَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي

Saya adalah penutup para nabi, tidak ada nabi lagi sesudah saya. [15]

Hadits senada terdapat dalam Sahih Bukhari, Sahih Muslim, at-Tirmidzi dan
lain-lain.

2. Al-Maqam al-Mahmud (posisi yang terpuji), yaitu syafa’at Kubra yang
menjadi hak beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala :

عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُوْدًا

Agar Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. [al-Isra’ : 79].

Hadits muttafaq ‘alaih yang panjang tentang syafaat Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam kepada seluruh manusia, membuktikan kedudukan terpuji beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak dimiliki nabi-nabi lain.

3. Risalah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada seluruh golongan jin
dan manusia. Banyak ayat menjelaskan tentang itu, di antaranya:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَافَّةً لِلنَّاسِ

Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada umat manusia
seluruhnya. [Saba’: 28].

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُوْنَ الْقُرْآنَ
فَلَمَّا حَضَرُوْهُ قَالُوْا أَنْصِتُوا فَلَمَّا قَضَى وَلَّوْا إِلَي
قَوْمِهِمْ مُنْذِرِيْنَ

Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang
mendengarkan al-Qur’an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya),
mereka berkata : “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”. Ketika pembacaan
telah selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan.
[Al-Ahqaf : 29].

Dalam hal ini semua sepakat.

4. Di antara kekhususan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah al-Qur’an
al-Karim. Mu’jizat abadi yang tidak bisa ditiru dan dipalsu oleh siapapun,
baik jin maupun manusia.

5. Di antaranya lagi adalah mi’raj beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam ke
langit-langit yang tinggi, ke Sidratul Muntaha hingga beliau dapat mendengar
goresan pena Allah di atas sana. Jaraknya tinggal hanya dua ujung busur
panah atau lebih dekat lagi.

Itulah beberapa kekhususan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang
tidak dimiliki oleh nabi-nabi selainnya, apalagi manusia biasa.

PENUTUP
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa setiap orang yang muncul sesudah
beliau dan mengaku sebagai nabi adalah orang yang paling pendusta.

Yang perlu diperhatikan di sini ialah (sebagaimna perkataan Syeikh Shalih
al-Fauzan), bahwa ketika kedudukan nabi saja diaku secara dusta oleh
sebagian pendusta seperti Musailamah al-Kadzab, al-Mukhtar, al-Harits
al-Maqdisi, Mirza Ghulam Ahmad dan lain-lain, apalagi kedudukan yang
derajatnya dibawah nabi. Maka tidaklah mengherankan kedudukan sebagai imam
Mahdi (kedudukan “wali” dan kedudukan lain), akan lebih banyak di-aku-aku
secara dusta oleh beberapa kalangan orang sesat. [16].

Karena itu umat Islam hendaknya tidak tertipu dengan seruan-seruan Lia
Aminudin, Mirza Ghulam Ahmad (Ahmadiyah), Panji Gumilang, Jalaludin Rahmat
(dengan IJABI-nya) atau yang semisalnya. Tinggalkan semua orang itu. Dan
kembalilah kepada ajaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secarta
ikhlas dan benar sebagaimana pemahaman (dan amalan) para Salafus Shalih
Radhiyallahu 'anhum. Bukankah dengan kembali kepada ajaran al-Qur’an dan
Sunnah secara benar seperti pemahaman sahabat Nabi dan tokoh-tokoh Salafus
Shalih lain sudah cukup? Apalagi yang ingin dicari?.
-Nas’alullaha at-Taufiq wa as-Sadaad-.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun VIII/1425H/2004M Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke