Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Saudaraku Abu Fawri,

Shalat Tahiyyatul Masjid merupakan shalat untuk menghormati tempat
kita mendirikan shalat sebagaimana Rasulullah shallallahu `alaihi
wasallam sabdakan bahwa masjid berhak untuk dihormati. Halaman masjid
berumput ataupun tempat parkir biasanya tidak dipakai untuk shalat
sehingga kita tidak mendirikan shalat Tahiyyatul Masjid di situ.
Serambi masjid ada kalanya dipakai untuk shalat sehingga mestinya kita
dapat shalat Tahiyyatul Masjid di situ.

Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam mengajarkan untuk tidak
melangkahi jamaah guna memperoleh tempat di dalam masjid. Maksud
beliau tentunya agar tidak mengganggu kekhusyukan jamaah yang boleh
jadi sedang shalat, berdoa atau mendengarkan khutbah. Pada masa
beliau, jamaah mestinya telah mengetahui untuk tertib merapikan dan
merapatkan shafnya. Namun pada masa kini, jamaah sudah tidak lagi
mengikuti ajaran beliau sehingga merugikan mereka yang datang ke
masjid belakangan. Oleh karena itu, kita perlu datang lebih awal
sehingga tidak mengganggu ataupun tidak terganggu oleh jamaah lain.

Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Abu Farhan

MENGULUR WAKTU DATANG KE MASJID SEHINGGA KHATIB NAIK MIMBAR
http://www.almanhaj.or.id/content/2138/slash/0

Di antara kaum muslimin ada yang berlambat-lambat ketika mendatangi shalat 
Jum’at sehingga khatib naik mimbar. Padahal dengan demikian itu mereka telah 
kehilangan banyak kebaikan serta pahala yang melimpah.

Di dalam ash-Shahiihain (Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim) disebutkan, 
dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam telah bersabda

ãóäö ÇÛúÊóÓóáó íóæúãó ÇáúÌõãõÚóÉö ÛõÓúáó ÇáúÌóäóÇÈóÉö Ëõãøó ÑóÇÍó 
ÝóßóÃóäøóãóÇ ÞóÑøóÈó ÈóÏóäóÉð¡ æóãóäú ÑóÇÍó Ýöí ÇáÓøóÇÚóÉö ÇáËøóÇäöíóÉö 
ÝóßóÃóäøóãóÇ ÞóÑøóÈó ÈóÞóÑóÉð¡ æóãóäú ÑóÇÍó Ýöí ÇáÓøóÇÚóÉö ÇáËøóÇáöËóÉö 
ÝóßóÃóäøóãóÇ ÞóÑøóÈó ßóÈúÔðÇ ÃóÞúÑóäó¡ æóãóäú ÑóÇÍó Ýöí ÇáÓøóÇÚóÉö ÇáÑøóÇÈöÚóÉö 
ÝóßóÃóäøóãóÜÇ ÞóÑøóÈó ÏóÌóÇÌóÉð¡ æóãóäú ÑóÇÍó Ýöí ÇáÓøóÇÚóÉö ÇáúÎóÜÇãöÓóÉö 
ÝóßóÃóäøóãóÜÇ ÞóÑøóÈó ÈóíúÖóÉð¡ ÝóÅöÐóÇ ÎóÑóÌó ÇúáÅöãóÜÇãõ ÍóÖóÜÑóÊö 
ÇáúãóáÇóÆößóÉõ íóÓúÊóãöÚõæäó ÇáÐøößúÑó.

“Barangsiapa mandi pada hari Jum’at seperti mandi junub kemudian dia berangkat 
ke masjid, maka seakan-akan dia berkurban dengan unta. Barangsiapa berangkat 
pada waktu kedua, maka seakan-akan dia berkurban dengan sapi. Barangsiapa 
berangkat pada waktu ketiga, maka seakan-akan dia berkurban dengan kambing yang 
bertanduk. Barangsiapa berangkat pada waktu keempat, maka seakan-akan dia 
berkurban dengan ayam. Dan barangsiapa berangkat pada waktu kelima, maka 
seakan-akan dia berkurban dengan telur. Jika imam (khatib) telah datang, maka 
Malaikat akan hadir untuk mendengarkan Khutbah.” [5]

Maksudnya, para Malaikat itu menutup lembaran catatan pahala bagi mereka yang 
terlambat sehingga tidak mendapatkan pahala yang lebih bagi orang-orang yang 
masuk masjid (di saat khatib sudah naik mimbar). Pengertian tersebut diperkuat 
oleh hadits berikut ini:

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dinilai hasan oleh al-Albani. Dari Abu Ghalib, 
dari Abu Umamah, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ÊóÞúÚõÏõ ÇáúãóáÇóÆößóÉõ íóæúãó ÇáúÌõãõÚóÉö Úóáóì ÃóÈúæóÇÈö ÇáúãóÓúÌöÏö ãóÚóåõãõ 
ÇáÕøõÍõÝõ íóßúÊõÈõæäó ÇáäøóÇÓó ÝóÅöÐóÇ ÎóÑóÌó ÇúáÅöãóÇãõ ØõæöíóÊö ÇáÕøõÍõÝõ 
ÞõáúÊõ: íóÇ ÃóÈóÇ ÃõãóÇãóÉó áóíúÓó áöãóäú ÌóÇÁó ÈóÚúÏó ÎõÑõæÌö ÇúáÅöãóÇãö 
ÌõãõÚóÉñ¿ ÞóÇáó: Èóáóì æóáóßöäú áóíúÓó ãöãøóäú íõßúÊóÈõ Ýöí ÇáÕøõÍõÝö.

“Pada hari Jum’at para Malaikat duduk di pintu-pintu masjid yang bersama mereka 
lembaran-lembaran catatan. Mereka mencatat orang-orang (yang datang untuk 
shalat), di mana jika imam (khatib) telah datang menuju ke mimbar, maka 
lembaran-lembaran catatan itu akan ditutup.”

Lalu kutanyakan, “Hai Abu Umamah, kalau begitu bukankah orang yang datang 
setelah naiknya khatib ke mimbar berarti tidak ada Jum’at baginya?”
Dia menjawab, “Benar, tetapi bukan bagi orang yang telah dicatat di dalam 
lembaran-lem-baran catatan.” [6]

TIDAK MANDI, TIDAK PULA MEMAKAI WANGI-WANGIAN, DAN TIDAK BERSIWAK PADA HARI 
JUM’AT
Di antara jama’ah ada juga yang mengabaikan masalah mandi dan memakai 
wangi-wangian pada hari Jum’at.

Padahal Islam menghendaki kaum muslimin supaya berkumpul pada hari Jum’at pada 
pertemuan mingguan dalam keadaan sesempurna mungkin, berpenampilan paling baik, 
serta memakai wangi-wangian yang paling wangi sehingga orang lain tidak 
terganggu oleh bau yang tidak sedap. Serta tidak juga mengganggu para Malaikat.

Di dalam kitab ash-Shahiihain disebutkan, dari Abu Bakar bin al-Munkadir, dia 
berkata, ‘Amr bin Sulaim al-Anshari pernah memberitahuku, dia berkata, Aku 
bersaksi atas Abu Sa’id yang mengatakan, Aku bersaksi bahwa Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ÇáúÛõÓúáõ íóæúãó ÇáúÌõãõÚóÉö æóÇÌöÈñ Úóáóì ßõáøö ãõÍúÊóáöãò æóÃóäú íóÓúÊóäøó 
æóÃóäú íóãóÓøó ØöíÈðÇ Åöäú æóÌóÏó.

“Mandi pada hari Jum’at itu wajib bagi setiap orang yang sudah baligh. Dan 
hendaklah dia menyikat gigi serta memakai wewangian jika punya.” [7]

Di dalam kitab Shahiih al-Bukhari juga disebutkan, dari Salman al-Farisi, dia 
berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

áÇó íóÛúÊóÓöáõ ÑóÌõáñ íóæúãó ÇáúÌõãõÚóÉö æóíóÊóØóåøóÑõ ãóÇ ÇÓúÊóØóÇÚó 
ãöäú ØõåúÑò æóíõÏøóåöäõ ãöäú Ïõåúäöåö Ãóæú íóãóÓøõ ãöäú ØöíÈö ÈóíúÊöåö Ëõãøó 
íóÎúÑõÌõ ÝóáÇó íõÝóÑøöÞõ Èóíúäó ÇËúäóíúäö Ëõãøó íõÕóáøöí ãóÇ ßõÊöÈó áóåõ Ëõãøó 
íõäúÕöÊõ ÅöÐóÇ Êóßóáøóãó ÇúáÅöãóÇãõ ÅöáÇøó ÛõÝöÑó áóåõ ãóÇ Èóíúäóåõ æóÈóíúäó 
ÇáúÌõãõÚóÉö ÇúáÃõÎúÑóì.

“Tidaklah seseorang mandi dan bersuci semampunya pada hari Jum’at, memakai 
mi-nyak rambut atau memakai minyak wangi di rumahnya kemudian keluar lalu dia 
tidak memisahkan antara dua orang (dalam shaff) kemudian mengerjakan shalat dan 
selanjutnya dia diam (tidak berbicara) jika khatib berkhutbah, melainkan akan 
diberikan ampunan kepadanya (atas kesalahan yang terjadi) antara Jum’atnya itu 
dengan Jum’at yang berikut-nya.” [8]
__________
Foote Note
[5]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 881) dan Muslim (no. 850).
[6]. Hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (no. 21765) dan selainnya yang dinilai 
hasan oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 710).
[7]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 880) dan Muslim (no. 846).
[8]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 883). 



--- In assunnah@yahoogroups.com, abu fawry <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Assalaamu,alaikum,
> Dalam hal khatib sudah naik mimbar, maka kondisi yang terjadi
biasanya adalah Masjid telah penuh dengan jamaah dan kita hanya
kebagian tempat diteras atau halaman Masjid, meskipun kadang-kadang
ditengah masih ada celah (shaf) yang cukup untuk dipenuhi, khususnya
pada Masjid yang belum tersentuh kajian bermanhaj salaf.
>    
> Bila demikian kondisinya, manakah yang harus didahulukan; mengisi
shaf yang kosong dengan melangkahi jamaah untuk melaksanakan shalat
Tahiyatul Masjid, ataukah langsung mendengarkan khutbah tanpa sholat
Tahiyatul Masjid karena tempat kita duduk sudah bukan dalam areal masjid?
>    
> Barokallah fiykum,
> Abu Fawri



Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke