TIDAK MELAMPAUI BATAS DALAM BERDO'A
http://almanhaj.or.id/content/3100/slash/0


ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚإِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

PENJELASAN AYAT [1]

Perintah Untuk Berdoa
Seorang muslim membutuhkan Allah Subhanahu wa Ta'ala setiap saat.
Penghambaan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala mutlak harus
dikerjakan. Berdoa merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh
seorang hamba untuk membuktikan kebutuhannya kepada Allah. Dan sebagai
bukti ketundukan dirinya kepada Rabbul-’Alamîn (Dzat Yang Maha
Menguasai alam semesta).

Melalui ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan para
hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya dan beribadah dengannya.[2] Karena
doa termasuk ibadah, maka wajib disertai dengan keikhlasan.

Tentang ادْعُوا رَبَّكُمْ , Imam Ibnu Jarîr ath-Thabari rahimahullah
menjelaskan: “Wahai manusia, berdoalah kepada Allah saja. Murnikan doa
kepada-Nya. Tidak menyeru kepada sesembahan-sesembahan selain-Nya dan
berhala-berhala”. [3]

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

هُوَ الْحَيُّ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

Dialah Yang hidup kekal, tiada Ilah (yang berhak diibadahi) melainkan
Dia; maka berdoalah kepada-Nya dengan memurnikan ibadah kepada-Nya.
[Ghâfir/40:65].

Lebih jelas lagi larangan berdoa kepada selain Allah Subhanahu wa
Ta'ala, ditunjukkan pula oleh firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

لَهُ دَعْوَةُ الْحَقِّ ۖوَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِهِ لَا
يَسْتَجِيبُونَ لَهُم بِشَيْءٍ

Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan
berhala-berhala yang mereka seru selain Allah tidak dapat
memperkenankan sesuatu pun bagi mereka …. [ar-Ra’d/13:14]

Adab Berdoa, Dengan Suara Lirih Dan Perlahan
Ayat di atas juga mengajarkan cara bagi seorang muslim saat berdoa
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, sehingga doa yang dilantunkannya
dikabulkan. [4] Apakah dengan mengeraskan suara sebagimana kebiasaan
di masyarakat yang kita lihat pada saat ini?

Ternyata tidak dengan suara keras. Tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala
menunjukkan cara berdoa itu, ialah dengan menyertakan dua sifat yang
mengiringi perintah untuk berdoa kepada-Nya. Dua sifat itu, ialah
tadharru’ dan khuf-yah.

Pengertian tadharru’, yaitu mengandung unsure khusyu’, tadzallul
(kerendahan diri dan kehinaan diri) dan istikânah (ketundukan diri).
[5] Adapun pengertian khuf-yah, ialah mengeluarkan suara dalam berdoa
secara perlahan dan lirih, tidak mengeraskan maupun meneriakkannya.
Doa itu dilakukan dengan suara lembut dan hati ikhlas karena Allah
Subhanahu wa Ta'ala.

Tujuan berdoa secara perlahan dan lirih, supaya seorang yang berdoa
terjauhkan dan selamat dari riya‘, dan demikian ini dikatakan oleh
Imam al-Qurthubi rahimahullah. Begitu pula Nabi Zakariyya, beliau
dipuji lantaran dalam berdoa dengan cara demikian, perlahan, lirih dan
lembut. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

ذِكْرُ رَحْمَتِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ
نِدَاءً خَفِيًّا

(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tetang rahmat Rabb kamu kepada
hamba-Nya, Zakariyya. Yaitu tatkala ia berdoa kepada Rabbnya dengan
suara yang lembut. [Maryam/19:2-3].[6]

Oleh karena itu, ketika ada orang yang berdoa dengan suara keras, maka
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menegur sahabat yang berbuat
demikian. Disebutkan dalam Shahîhain, dari sahabat yang bernama Abu
Musa al-Asy’ari Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Orang-orang mengangkat
suara tatkala berdoa, sehingga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:

أيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلى أنْفُسكُمْ إنَّكُمْ لَيسَ تَدْ عُونَ
أصَمَّ وَلاَ غَائِبًا إنّكُم تَدْ عُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا

Wahai manusia. Tenangkanlah diri kalian. Sesungguhnya kalian tidak
menyeru Dzat yang bisu atau yang tidak ada. Sesungguhnya Dzat yang
kalian seru Maha Mendengar lagi Maha Dekat. [7]

Perintah berdoa dengan suara yang lembut juga termaktub dalam firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala berikut:

وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ
مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُن مِّنَ
الْغَافِلِينَ

Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan
rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan
petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.
[al-A’râf/7:205]

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah seorang Tabi’i, ia berkata: “Dahulu,
kaum muslimin sangat tekun dalam berdoa. Tidak terdengar suara dari
mereka, kecuali hanya suara lirih antara mereka dengan Rabb mereka”.
Selanjutnya, beliau membacakan surat al-A’râf/7 ayat 55 dan pujian
terhadap Nabi Zakariyya dalam surat Maryam/19 ayat 3.

Merendahkan suara dan tidak mengeraskannya termasuk etika dalam
berdoa. Etika ini mencerminkan nilai-nilai positif. Di antaranya: (1)
Cara ini menunjukkan keimanan yang lebih besar, karena ia meyakini
bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mendengar suara yang lirih, (2) Cara
ini lebih beradab dan sopan. Jika Allah Subhanahu wa Ta'ala mendengar
suara yang pelan, maka tidak sepantasnya berada di hadapan-Nya kecuali
dengan suara yang rendah. (3) Sebagai pertanda sikap khusyu‘ dan
ketundukan hati yang merupakan ruh doa, (4) Lebih mendatangkan
keikhlasan. Karena doa dengan suara keras membuat orang lain merasa
terganggu dan terpancing perhatiannya kepada suara-suara yang keras
lagi riuh-rendah. (5) Cara ini membantu untuk konsisten dan senantiasa
berdoa. Karena bibir tidak merasa bosan dan anggota tubuh tidak
mengalami kelelahan. Sebagaimana orang yang membaca dan
mengulang-ulangnya dengan suara keras, maka akan lebih cepat merasa
penat. (6) Cara berdoa dengan suara lirih juga menunjukkan, bahwa
seorang hamba meyakini kedekatannya dengan Allah Subahnahu wa
Ta'ala.[8]

Tidak Melampaui Batas Dalam Berdoa

إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Di bagian akhir ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan bahwa
Dia tidak menyukai orang-orang yang berbuat i’tidâ‘.

Al-i’tidâ‘, berasal dari kata al-’udwân. Maknanya, melewati batasan
syariat dan pedoman-pedoman yang semestinya harus dipatuhi. Atau
menurut Imam al-Qurthubi t , yaitu mujâwazatul-haddi (melampaui batas)
wa murtakibul-hazhar (melakukanpelanggaran).[9]

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا

Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. [al-Baqarah/2:229].

Larangan berbuat melampaui batas, sebenarnya berlaku umum, mencakup
seluruh perbuatan dalam semua aspek, tidak khusus hanya dalam berdoa.
Namun, karena larangan itu datang setelah perintah untuk berdoa,
sehingga menunjukkan dengan jelas dan secara khusus berbicara tentang
perbuatan melampaui batas dalam berdoa.

Penggalan ayat di atas mengandung pengertian, bahwa doa yang memuat
unsur berlebihan dan melampaui batas tidak disukai Allah Subhanahu wa
Ta'ala dan tidak diridhai-Nya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam telah memberitahukan munculnya gejala melampaui batas dalam
berdoa pada diri umat Islam. Pemberitaan dari Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam ini, juga merupakan peringatan berkaitan perbuatan
tersebut. Kaum muslimin supaya berhatihati dan waspada, jangan sampai
terjerumus ke dalam perbuatan yang dilarang tersebut. Peringatan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ini termasuk bagian dari
kesempurnaan dan kepedulian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
kepada umatnya, sekaligus sebagai salah satu tanda kenabian.

Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

إنَّهُ سَيَكُونُ فِي هَذِهِ اْلأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي
الطَّهُورِ وَالدُّعَاءِ

Sesungguhnya aku pernah mendengar Nabi n bersabda: Sungguh akan muncul
kaum dari umat ini yang akan berbuat melampaui batas dalam berdoa dan
bersuci. [10]

Oleh karena itu, tidak ada jalan keselamatan kecuali komitmen dengan
petunjuk Rasulullah n dalam berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Kesimpulannya : Ayat di atas memuat dua unsur penting. Pertama, unsur
yang dicintai Allah, yaitu berdoa kepada-Nya dengan penuh tadharru’
dan suara yang lembut. Kedua, unsur yang dibenci dan tidak disukai
Allah, dan diperingatkan supaya tidak dilakukan, yakni berbuat i’tida‘
dalam berdoa, dan demikian pula dengan pelakunya. [11]

Contoh-Contoh I’tida‘ (Melampaui Batas Dalam Berdoa)
Sikap melampaui batas dalam berdoa tidak hanya satu macam saja, namun
banyak dan bahayanya juga bertingkat-tingkat, tergantung jenis
perbuatannya.

Syaikh ‘Abdur-Razzâq mengingatkan bahaya melampaui batas dalam berdoa.
Beliau berkata: “Bagaimana mungkin doa orang yang berbuat melampui
pedoman-pedoman syariat dan tidak mengindahkan batasan yang sudah
ditetapkan itu bisa diharapkan untuk dikabulkan. Doa yang mengandung
perbuatan melampaui batas tidak disukai Allah dan tidak diridhai-Nya.
(Maka) bagaimana seseorang bisa berharap doanya dikabulkan dan
diterima Allah?”[12]

Berikut ini beberapa contoh i’tida’ dalam doa.
1. Jenis yang paling parah, yaitu berdoa kepada selain Allah Subhanahu
wa Ta'ala. Tidak ada i’tida’ yang lebih besar dan paling parah
daripada orang yang memperuntukkan doa kepada selain Allah atau
mempersekutukan sesuatu dengan-Nya dalam berdoa. Kekeliruan i’tida‘
bentuk ini disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firman-Nya:

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ مَن لَّا يَسْتَجِيبُ
لَهُ إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَن دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ

Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyeru tuhan-tuhan
selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doanya) sampai hari
Kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan)doa mereka. [al
Ahqâf/46:5].

2. Memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala hal-hal yang tidak
diperbolehkan, seperti memohon pertolongan untuk melakukan perbuatan
haram dan mengerjakan kemaksiatan.

3. Memohon kepada Allah sesuatu yang tidak dikabulkan oleh Allah
karena bertentangan dengan sifat hikmah-Nya. Atau meminta sesuatu yang
mestinya ditempuh dengan sebab-sebab, namun ia enggan untuk
melaksanakannya. Misal, permintaan agar dapat memperoleh anak tanpa
menikah, menghilangkan sifat-sifat manusia, yang membutuhkan makanan
dan minuman serta oksigen, ingin tahu ilmu gaib, dan sebagainya.

4. Memohon derajat dan martabat yang tidak layak, sementara
sunnatullah tidak memungkinkanya untuk dapat meraih hal tersebut.
Seperti, meminta menjadi malaikat, menjadi nabi dan rasul. Atau
memohon supaya menjadi muda kembali setelah memasuki usia tua.

5. Berdoa kepada Allah tidak dengan tadharru’.

6. Berdoa yang mengandung laknat bagi kaum mukminin. Sebagian ulama
Salaf menjelaskan makna orang-orang yang melampaui batas pada ayat di
atas, bahwasanya mereka ialah orang-orang yang melaknat kaum mukminin
pada kondisi yang tidak diperbolehkan, seraya berseru: “Ya Allah,
hinakan mereka. Ya Allah, laknatlah mereka”. [13]

7. Berdoa dengan meninggikan dan mengeraskan suara sehingga
bertentangan dengan etika, adab dan sopan santun.

PELAJARAN DARI AYAT
- Kewajiban berdoa hanya kepada Allah, karena - Penjelasan mengenai
adab berdoa, yaitu dengan bertadharru’.
- Adab dalam berdoa, yaitu melantunkannya dengan suara lirih.
- Larangan berbuat i’tida‘ (melampui batas) dalam berdoa.
- I’tida‘ dapat mempengaruhi doa seseorang tidak dikabulkan.
- Penetapan sifat mahabbah Allahl.

Wallahu a’lam.
Marâji‘:
1. Al-Qur‘ân dan Terjemahannya, Cetakan Mujamma’ Mâlik Fahd Madinah.
2. Aisarut-Tafâsîr fi Kalâmil-‘Aliyyil-Kabîr, Abu Bakr Jâbir
al-Jazâiri, Maktabah ‘Ulum wal- Hikam, Cet. VI, Th. 1423H 2003 M.
3. Al-Jâmi li Ahkâmil-Qur‘ân (Tafsir al-Qurthubi), Abu ‘Abdillah
Muhammad bin Ahmad al-Anshâri al-Qurthubi, Tahqîq: ‘Abdur-Razzâq
al-Mahdi, Dârul-Kitâbil-’Arabi, Cet.IV, Th. 1422 H – 2001M. 4.
Fiqhul-Ad’iyah wal-Adzkâr, Prof. Dr. ‘Abdur-Razzâq bin ‘Abdil-Muhsin
al-’Abbâd, Dar Ibni ‘Affân, Cetakan I, Tahun 1422-2001.
5. Jâmi’ul-Bayân ‘an Ta`wil Ay Al-Qur`ân, Abu Ja’far Muhammad bin
Jarîr ath-Thabari, Dar Ibnu Hazm, Cet. I,Th. 1423 H – 2002 M.
6. Tafsîrul-Qur‘ânil-’Azhîm, al-Hafizh Abul-Fida Isma’îl bin ‘Umar bin
Katsîr al-Qurasyi, Tahqîq: Sâmi bin Muhammad as-Salâmah, Dar Thaibah,
Riyâdh, Cet. I, Th. 1422 H - 2002 M
7. Taisîrul-Karîmir-Rahmân fi Tafsîri Kalâmin Mannân, ‘Abdur-Rahmân
bin Nashir as-Sa’di, Tahqîq: ‘Abdur-Rahmân al-Luwaihiq, Muassasah
Risalah.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XI/1429H/2008.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke