TATA CARA SHALAT
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
http://almanhaj.or.id/content/589/slash/0

F. Hal-Hal Yang Dimakruhkan Dalam Shalat:
1. Bermain-main dengan pakaian atau anggota badan tanpa keperluan
Dari Mu'aiqib Radhiyallahu anhu : "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam 
berkata kepada orang yang mengusap debu ketika sujud, ‘Jika engkau 
melakukannya, maka cukup sekali saja.’" [1]

2. Berkacak pinggang
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata:

نُهِيَ أَنْ يُصَلِّيَ الرَّجُلُ مُخْتَصَرًا.

"Dilarang shalat sambil berkacak pinggang." [2]

3. Mengangkat pandangan ke langit
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam bersabda:

لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ رَفْعِهِمْ أَبْصَارَهُمْ عِنْدَ الدُّعَاءِ فِي 
الصَّلاَةِ إِلَى السَّمَاءِ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ.

"Hendaklah orang-orang berhenti mengangkat pandangan mereka ke langit ketika 
berdo’a dalam shalat atau mata mereka akan tersambar." [3]

4. Menoleh tanpa keperluan
Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang menoleh dalam shalat. Lalu beliau 
bersabda:

هُوَ اخْتِلاَسٌ يَخْتَلِسُهُ الشَّيْطَانُ مِنْ صَلاَةِ الْعَبْدِ.

"Ia merupakan sebuah curian yang dilakukan syaitan terhadap shalat seorang 
hamba." [4]

5. Memandang pada sesuatu yang memalingkan
Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat 
dengan mengenakan pakaian yang ada tandanya. Kemudian beliau bersabda:

شَغَلَتْنِيْ أَعْلاَمُ هذِهِ، اِذْهَبُوْا بِهَـا إِلَى أَبِيْ جَهْمٍ، 
وَأْتُوْنِـيْ بِأَنْبِجَانِيَّةِ.

"Tanda pada pakaian ini telah menyibukkanku. Bawalah ia ke Abu Jahm dan bawakan 
aku anbijaniyyah (pakaian tebal dari wol yang tidak ada tandanya)."[5]

6. Sadl dan menutup mulut
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu:

أَنَّ رَسُـوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ السَّدْلِ فِي 
الصَّلاَةِ وَأَنْ يَغْطِيَ الرَّجُلُ فَاهُ.

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang sadl dan menutup mulut 
ketika shalat."[6] 

Syamsul Haq berkata dalam 'Aunul Ma'buud (II/347): Al-Khaththabi berkata: 
As-sadl adalah menjulurkan pakaian hingga menyentuh tanah.

Disebutkan dalam an-Nailul Authaar: Abu 'Ubaidah berkata tentang makna as-sadl 
adalah menjulurkan pakaian tanpa menyatukan kedua sisinya ke depan. Jika 
disatukan ke depan, maka tidak dinamakan sadl. Pengarang kitab an-Nihaayah 
berkata: Maknanya adalah berkemul dengan pakaiannya dan memasukkan kedua tangan 
dari dalam lalu ruku' dan sujud dalam keadaan seperti itu. Ini berlaku pada 
gamis dan jenis pakaian yang lain. Ada pula yang mengatakan: meletakkan bagian 
tengah sarung di atas kepala dan menjulurkan kedua tepiannya ke kanan dan ke 
kiri tanpa meletakkannya di atas kedua bahu. Al-Jauhari berkata: sadala 
tsaubahu yasduluhu sadlan, dengan dhammah artinya arkhahu (menjulurkannya). 
Tidak masalah mengartikan hadits pada semua arti ini, karena sadl mengandung 
banyak arti. Membawa kalimat yang mengandung banyak arti pada semua maknanya 
adalah madzhab yang kuat.

7. Menguap
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam 
bersabda:

اَلتَّثَـاؤُبُ فِي الصَّلاَةِ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَإِذَا تَثَـاءَبَ أَحَدُكُمْ 
فَلْيَكْظِمْ مَا اسْتَطَاعَ.

"Menguap dalam shalat adalah dari syaitan. Jika salah seorang dari kalian 
menguap, maka tahanlah sebisa mungkin." [7]

8. Meludah ke arah kiblat atau ke kanan
Dari Jabir Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ يُصَلِّي فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قِبَلَ 
وَجْهِهِ، فَلاَ يَبْصُقَنَّ قِبَلَ وَجْهِهِ وَلاَ عَنْ يَمِيْنِهِ. وَلِيَبْصُقْ 
عَنْ يَسَـارِهِ تَحْتَ رِجْلِهِ الْيُسْرَى، فَإِنْ عَجِلَتْ بِهِ بَادِرَةٌ 
فَلْيَقُلْ بِثَوْبِهِ هكَذَا. ثُمَّ طَوَى ثَوْبَهُ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ.

"Sesungguhnya jika salah seorang dari kalian berdiri untuk shalat, maka 
sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta'ala berada di hadapannya. Maka janganlah ia 
meludah ke arah depan atau ke kanan. Hendaklah ia meludah ke sebelah kiri di 
bawah kaki kirinya. Dan jika terlanjur keluar, maka hendaklah ia tumpahkan ke 
pakaiannya." Beliau kemudian melipat bajunya satu sama lain.[8]

9. Menyilangkan jari-jemari
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فِيْ بَيْتِهِ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ كَانَ فِي 
صَلاَةٍ حَتَّى يَرْجِعَ، فَلاَ يَقُلْ هكَذَا، وَشَبَكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ.

"Jika salah seorang di antara kalian wudhu' di rumahnya kemudian mendatangi 
masjid, maka dia berada dalam sebuah shalat hingga pulang. Janganlah ia 
melakukan seperti ini." Beliau menyilangkan jari-jemarinya. [9]

10. Menggulung rambut dan pakaian
Dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, 
beliau bersabda:

أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةٍ، لاَ أَكِفَّ شَعْرًا وَلاَ ثَوْبًا.

"Aku diperintahkan untuk sujud di atas tujuh (anggota sujud) dan tidak 
menggulung rambut maupun pakaian."

11. Mendahulukan kedua lutut daripada kedua tangan ketika sujud
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيْرُ وَلْيَضَعْ 
يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ.

"Jika salah seorang di antara kalian hendak sujud, maka janganlah turun 
sebagaimana unta menderum. Hendaklah ia letakkan kedua tangannya sebelum kedua 
lututnya."

12. Membentangkan kedua tangan (menempel dengan lantai) ketika sujud
Dari Anas Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau 
bersabda:

اِعْتَدِلُوْا فِـي السُّجُوْدِ، وَلاَ يَبْسُطُ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ 
اِنْبِسَاطَ الْكَلْبِ.

"Bersikaplah pertengahan ketika sujud, dan janganlah salah seorang di antara 
kalian membentangkan tangannya sebagaimana anjing." [10]

13. Shalat ketikan hidangan sudah disajikan atau menahan buang air besar dan 
kecil
Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, "Aku mendengar Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ، وَلاَ وَهُوَ يُدَافِعُهُ اْلأَخْبَثَانِ.

"Tidak (sempurna) shalat ketika hidangan sudah disajikan, dan tidak (sempurna) 
pula shalat orang yang menahan buang air besar atau kecil." [11]

14. Mendahului imam
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, 
beliau bersabda:

أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ اْلإِمَامِ أَنْ يَجْعَلَ 
اللهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ، أَوْ يَجْعَلَ اللهُ صُوْرَتَهُ صُوْرَةَ حِمَارٍ.

"Tidakkah salah seorang di antara kalian takut, Allah menjadikan kepalanya 
seperti kepala keledai bila dia mengangkat kepalanya sebelum imam. Atau 
menjadikan rupanya seperti rupa keledai." [12]

G. Hal-Hal Yang Diperbolehkan Dalam Shalat
1. Berjalan untuk keperluan
Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi 
wa sallam pernah shalat di dalam rumah sedangkan pintunya tertutup. Lalu aku 
datang dan minta dibukakan. Kemudian beliau berjalan dan membukakan pintu 
untukku. Setelah itu beliau kembali ke tempat shalatnya. ‘Aisyah menyifatkan 
bahwa pintu tersebut berada di arah Kiblat." [13]

2. Menggendong anak kecil
Dari Abu Qatadah: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat 
sambil menggendong Umamah, puteri Zainab binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi 
wa sallam dan Abu al-'Ash bin ar-Rabi'. Jika beliau berdiri, beliau 
menggendongnya. Namun jika sujud, beliau meletakkannya." [14]

3. Membunuh al-aswadain (kalajengking dan ular)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu : "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam 
menyuruh agar membunuh dua binatang hitam dalam shalat, yaitu kalajengking dan 
ular." [15]

4. Menoleh dan memberi isyarat untuk keperluan
Dari Jabir Radhiyallahu anhu, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam menderita sakit. Lalu kami shalat di belakang beliau yang shalat dalam 
keadaan duduk. Kemudian beliau menoleh dan melihat kami berdiri. Ke-mudian 
beliau mengisyaratkan kepada kami (untuk duduk), lalu kami pun duduk."[16]

5. Meludah di baju atau mengeluarkan sapu tangan dari saku
Dalilnya telah disebutkan dalam hadits Jabir tentang larangan meludah ke arah 
kiblat.

6. Memberi isyarat untuk menjawab salam
Dari 'Abdullah bin 'Umar Radhiyallahu anhuma, dia berkata, "Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menuju Quba' untuk shalat di sana. Tak 
lama kemudian datanglah orang-orang Anshar dan mengucapkan salam kepada beliau 
yang sedang shalat. Lalu aku berkata pada Bilal, "Bagaimana engkau melihat 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab salam ketika mereka memberi 
salam kepada beliau padahal beliau sedang shalat?" Dia berkata, "Beliau memberi 
isyarat seperti ini." Dia membuka telapak tangannya. Ja'far bin 'Aun (perawi 
hadits) pun membuka telapak tangannya. Ia jadikan bagian dalamnya menghadap ke 
bawah dan bagian luarnya ke atas."[17]

7. Mengucapkan tasbih bagi laki-laki dan bertepuk tangan bagi wanita jika 
terjadi sesuatu dalam shalat
Dari Sahl bin Sa'd Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam 
bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ مَا لَكُمْ حِيْنَ نَابَكُمْ شَيْءٌ فِي الصَّلاَةِ 
أَخَذْتُمْ فِي التَّصْفِيْقِ، إِنَّمَا التَّصْفِيْقُ لِلنِّسَاءِ، مَنْ نَابَهُ 
شَيْءٌ فِي صَلاَتِهِ فَلْيَقُلْ: سُبْحَانَ اللهِ، فَإِنَّهُ لاَ يَسْمَعُهُ 
أَحَدٌ حِيْنَ يَقُوْلُ سُبْحَانَ اللهِ إِلاَّ الْتَفَتْ...

"Wahai manusia, kenapa jika terjadi sesuatu dalam shalat kalian bertepuk 
tangan? Sesungguhnya bertepuk tangan adalah untuk wanita. Barangsiapa menemui 
kejadian dalam shalatnya, hendaklah ia mengucapkan: subhaanallah. Karena 
sesungguhnya tidaklah seseorang mendengarnya ketika ia mengucap: subhaanallah 
melainkan ia telah berpaling...[18]

8. Mengingatkan imam
Dari Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhuma : "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam 
mengerjakan suatu shalat lalu membaca surat dan bacaannya tercampur (keliru). 
Ketika selesai beliau berkata pada Ubay, "Apakah engkau shalat bersama kami?" 
Dia berkata, "Ya." Beliau berkata, "Lalu, apakah yang menghalangimu (untuk 
membenarkan bacaanku tadi?" [19]

9. Mencolek kaki orang yang sedang tidur
Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, "Aku menyelonjorkan kakiku pada 
kiblat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang sedang shalat. Jika sujud, 
beliau mencolekku dan aku pun mengangkatnya. Jika beliau berdiri aku 
menyelonjorkannya lagi." [20]

10.Menahan orang yang ingin lewat di depannya
Dari Abu Sa'id Radhiyallahu anhu, dia berkata, "Aku mendengar Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ، فَأَرَادَ أَحَدٌ 
أَنْ يُجْتَـازُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْ فِي نَحْرِهِ، فَإِنْ أَبَى 
فَلْيُقَاتِلْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ.

"Jika salah seorang di antara kalian shalat menghadap ke sesuatu yang menjadi 
pembatas baginya dari manusia, kemudian seseorang hendak lewat di depannya, 
maka doronglah pada lehernya. Jika dia menolak, maka perangilah (lawanlah) dia. 
Karena sesungguhnya dia adalah syaitan." [21]

11. Menangis
Dari 'Ali Radhiyallahu anhu, dia berkata, "Tidak ada seorang penunggang kuda 
pun di antara kami pada hari perang Badar selain al-Miqdad. Aku tidak melihat 
seorang pun di antara kami melainkan sedang tidur (malam). Kecuali Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau shalat sambil menangis di bawah sebuah 
pohon hingga Shubuh." [22]

H. Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat
1. Yakin adanya hadats
Dari 'Abbad bin Tamim Radhiyallahu anhu, dari pamannya: “Ada seseorang yang 
mengadu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang sesuatu 
(hadats) yang seolah-olah terjadi dalam shalatnya. Lalu beliau bersabda:

لاَ يَنْفَتِلْ -أَوْ لاَ يَنْصَرِفْ- حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ 
رِيْحًا.

"Janganlah ia membubarkan (membatalkan shalatnya) atau berpaling hingga dia 
mendengar suara atau mencium bau."[23]

2. Meninggalkan salah satu rukun atau syarat dengan sengaja atau tanpa alasan
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada orang yang buruk 
shalatnya:

اِرْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ.

"Kembali dan shalatlah, karena engkau belum shalat." [24]

Juga perintah beliau terhadap orang yang pada punggung telapak kakinya terdapat 
sedikit bagian yang tidak terkena air wudhu’ agar mengulang wudhu' dan 
shalatnya.

3. Makan dan minum dengan sengaja
Ibnul Mundzir rahimahullah berkata, "Para ahlul ilmi sepakat bahwa orang yang 
makan atau minum dengan sengaja ketika shalat wajib, maka dia wajib mengulang 
shalatnya.[25] " Begitupula pada shalat sunnah menurut jumhur (mayoritas ulama. 
Karena apa yang membatalkan shalat wajib, juga membatalkan shalat sunnah. 

4. Berbicara dengan sengaja bukan untuk kemaslahatan shalat
Dari Zaid bin Arqam, dia berkata, "Dulu kami berbicara dalam shalat. Seseorang 
di antara kami bercakap-cakap dengan kawan di sebelahnya yang sedang shalat. 
Hingga turunlah ayat:

.وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

‘... Dan berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.’ [Al-Baqarah: 
238]. Kami pun diperintah diam dan dilarang berbicara." [26]

5. Tertawa
Ibnul Mundzir rahimahullah menukil ijma' bahwa tertawa membatalkan shalat.
6. Lewatnya perempuan baligh, keledai, atau anjing hitam di antara orang yang 
shalat dan tempat sujudnya

Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :

إِذَا قَـامَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي، فَإِنَّهُ يَسْتُرُهُ إِذَا كَانَ بَيْنَ 
يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ. فَإِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ 
آخِرَةِ الرَّحْلِ فَإِنَّهُ يَقْطَعُ صَلاَتَهُ الْحِمَارُ وَالْمَرْأَةُ 
وَالْكَلْبُ اْلأَسْوَد.ُ

"Jika salah seorang dari kalian shalat, maka dia terbatasi jika di hadapannya 
terdapat (pembatas) seukuran pelana hewan tunggangan. Jika di hadapannya tidak 
terdapat (pembatas) seukuran pelana hewan tunggangan, maka shalatnya terputus 
oleh keledai, wanita, dan anjing hitam."

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis 
Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih 
Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu 
Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/79 no. 1207)], 
Shahiih Muslim (I/388 no. 546 (49)), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/223 
no. 934), Sunan at-Tirmidzi (I/235 no. 377), Sunan Ibni Majah (I/327 no. 1026), 
dan Sunan an-Nasa-i (III/7).
[2]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/88 no. 1220)], 
Shahiih Muslim (I/387 no. 545), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/223 no. 
94), Sunan at-Tirmidzi (I/237 no. 381), dan Sunan an-Nasa-i (II/127).
[3]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 343)], Shahiih Muslim (I/321 no. 
429), dan Sunan an-Nasa-i (III/39).
[4]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 7047)], Shahiih al-Bukhari 
(Fat-hul Baari) (II/234 no. 751), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/178 no. 
897), dan Sunan an-Nasa-i (II/8).
[5]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 2066)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul 
Baari) (II/234 no. 752), Shahiih Muslim (I/391 no. 556), Sunan Abi Dawud 
(‘Aunul Ma’buud) (III/182 no. 901), Sunan an-Nasa-i (II/72), dan Sunan Ibni 
Majah (II/1176 no. 3550).
[6]. Hasan: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 966)], Sunan Abi Dawud (‘Aunul 
Ma’buud) (II/347 no. 629), Sunan at-Tirmidzi (I/234 no. 376), pada kalimat 
pertama saja. Sunan Ibni Majah (I/310 no. 966), pada kalimat kedua saja.
[7]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 3013)], Sunan at-Tirmidzi 
(I/230 no. 368), dan Shahiih Ibni Khuzaimah (II/61 no. 920).
[8]. Shahih: [Shahiih Muslim (IV/2303 no. 3008)] dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul 
Ma’buud) (II/144 no. 477).
[9]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 445)] dan Shahiih Ibni 
Khuzaimah (I/206).
[10]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/301 no. 822)], 
Shahiih Muslim (I/355 no. 493), Sunan at-Tirmidzi (I/172 no. 275), Sunan Abi 
Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/166 no. 883), Sunan Ibni Majah (I/288/892), dan 
Sunan an-Nasa-i (II/212) dengan lafazh serupa.
[11]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 7509)], Shahiih Muslim (I/393 
no. 560), dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (I/160 no. 89).
[12]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/182 no. 691)], 
ini adalah lafazhnya. Shahiih Muslim (I/320 no. 427), Sunan Abi Dawud (‘Aunul 
Ma’buud) (II/330 no. 609), Sunan an-Nasa-i (II/69), dan Sunan Ibni Majah (I/308 
no. 961).
[13]. Hasan: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 1151)], Sunan at-Tirmidzi (II/56 no. 
598), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/190 no. 910), dan Sunan an-Nasa-i 
(III/11).
[14]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/590 no. 516)], 
Shahiih Muslim (I/385 no. 543), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/185 no. 
904), dan Sunan an-Nasa-i (II/45).
[15]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 1147)] dan Shahiih Ibni 
Khuzaimah (II/41 no. 869).
[16]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 1145)], Shahiih Muslim (I/309 no. 
413), Sunan an-Nasa-i (III/9), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/313 no. 
588).
[17]. Hasan shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 820)] dan Sunan Abi Dawud 
(‘Aunul Ma’buud) (III/195 no. 915).
[18]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/107 no. 
1234)], Shahiih Muslim (I/316/421), dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) 
(III/216 no. 926).
[19]. Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 803)] dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul 
Ma’buud) (III/175 no. 894).
[20]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/80 no. 1209)], 
ini adalah lafazhnya, serta Shahiih Muslim (I/367 no. 512 (272)), dengan lafazh 
serupa.
[21]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 638)] dan Shahiih Muslim 
(I/362 no. 505 (259)).
[22]. Sanadnya shahih: [Ahmad (al-Fat-hur Rabbaani) (XXI/36 no. 225)], dan 
Shahiih Ibni Khuzaimah (II/52 no. 899).
[23]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/237 no. 137)], 
Shahiih Muslim (I/272 no. 361), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (I/299 no. 
174), Sunan Ibni Majah (I/171 no. 513), dan Sunan an-Nasa-i (I/99).
[24]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/267, 277 no. 
793)], Shahiih Muslim (I/298 no. 397), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) 
(III/96-93 no. 841), Sunan at-Tirmidzi (I/186-185 no. 301), Sunan an-Nasa-i 
(II/125).
[25]. Al-Ijma' hal. 40.
[26]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih Muslim (I/383 no. 539)], Sunan at-Tirmidzi 
(I/252 no. 4003), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/227 no. 936), Shahiih 
al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/72 no. 1200), dan Sunan an-Nasa-i (III/18), 
pada kedua riwayat terakhir ini tidak terdapat kalimat: "Dan kami dilarang 
ber-bicara."                                     

Kirim email ke