Gurgur Manurung - analisadaily.com | Februari 2010 | Ketika kita
menonton televisi, maka kita akan melihat banyak pejabat publik sebagai
objek tontonan. Bahkan ada yang menjadi pembawa acara secara rutin. Ada
pula yang kegiatannya seminar ke seminar, dan ikut proyek-proyek
musiman yang di luar tugas pokoknya. Lalu, muncul pertanyaan kapan
mereka menyelesaikan tugas pokoknya?.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seperti Tantowi Yahya,
Eko "Patrio" misalnya, mereka secara rutin sebagai pembawa acara di
stasiun televisi. Padahal, sebagai pembawa acara saja, waktu mereka
telah tersita, mungkin masih ada kegiatan mereka di luar pembawa acara.
Ada juga anggota DPR sebagai bintang iklan. Tentu saja, sebagai anggota
DPR yang tugasnya pembuat Undang-Undang potensi konflik kepentingan
akan tinggi antara kepentingan pemilik produk dan kepentingan rakyat
yang diwakilinya. Sejatinya, hal semacam ini harus dihindari agar
rakyat yang memilihnya tidak merasa dicederai.

Di dunia Perguruan Tinggi (PT) kita juga terjadi hal yang sama. Hal
yang biasa seorang mahasiswa kesulitan menyelesaikan skripsi, tesis,
dan disertasi karena dosen pembimbing sibuk di luar tugas pokoknya
yaitu mengajar dan penelitian di laboratorium. Bahkan ada mahasiswa
menemui dosen di luar kampus karena dosen sibuk dengan proyek
pribadinya.

Seorang rektor PT swasta di Jakarta yang beberapa waktu lalu ikut
menjadi tim 8 dalam rangka investigasi kasus Bibit-Chandra yang
disinyalir sebagai kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menghabiskan waktunya secara total ketika itu, kini menjadi pembawa
acara yang tayang setiap hari di televisi. Sejatinya, beliau harus
membayar hutang waktu itu ke kampusnya, tetapi yang terjadi adalah
muncul di televisi setiap hari yang memakan waktu, pikiran, tenaga yang
luar biasa. Kapan waktunya untuk pegawai kantor, para dosen, mahasiswa
dan memikirkan masa depan kampusnya?. Bagaimana dengan mahasiswa
bimbingannya yang membutuhkan konsentrasi tingkat tinggi?.

Di negeri ini cukup unik dan aneh. Jabatan rektor, dekan, ketua jurusan
dan lain sebagainya diperebutkan banyak dosen. Ironisnya, setelah
terpilih mereka cenderung meninggalkan tugas pokoknya. Mereka lebih
mengedepankan popularitas. Di sebuah PT terkemuka di Jakarta, seorang
dekan begitu bangga terpilih karena masih sangat muda. Beliau inipun
seringkali muncul di televisi. Padahal tugas pokoknya di kampus begitu
banyak. Di negeri ini para akademisi itu seolah-olah bak sinetron yang
kejar tayang. Bedanya, di sinetron hanya keluarga yang ditelantarkan,
sementara para akademisi, mahasiswa yang diharapkan membangun negeri
ini yang ditelantarkan.

Seorang akademisi sejatinya tidak begitu selera untuk merebut jabatan
yang sibuk mengurusi administrasi. Tetapi, berambisi melakukan
penelitian-penelitian yang dapat menjawab permasalahan masyarakat.
Memberikan jawaban akan masalah masyarakat melalui penelitian dan
menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan menghasilkan mahasiswa
yang bermutu jauh lebih penting dibandingkan menjadi seorang petinggi
kampus secara struktural organisasi kampus.

Fenomena pejabat, yang menghabiskan waktunya di luar tugas pokoknya
telah merasuki semua wilayah. Jabatan dijadikan hanyalah sebagai batu
loncatan untuk meningkatkan pundi-pundi pribadi. Apalagi pemilik media
lebih mencari narasumber mereka yang memiliki jabatan penting dan
bergengsi. Media kita lebih mengedepankan status narasumber, bukan
kualitas narasumber. Padahal, seseorang menjadi pejabat acapkali hasil
rekayasa. Dapat dibayangkan, pejabat hasil rekayasa, dan pembicaraannya
didengarkan orang di kedai kopi, di kantor-kantor, di bus, hingga di
ruang-ruang pribadi.

Dalam rangka menyiasati fenomena ini, perlu kesadaran bagi semua pihak.
Mungkin bagi yang bersangkutan banyak alasan dalam rangka pembenaran
diri. Pejabat kampus bisa saja berargumentasi bahwa kampus tidak hanya
milik dosen, mahasiswa, pegawai kampus dan lain sebagainya. Tetapi
bagian dari Tri Darma PT yaitu pendidikan/pengajaran, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat. Pengabdian masyarakat menjadi celah bagi
mereka untuk membenarkan diri. Mereka seolah lupa, bahwa tugas yang
utama mereka adalah mempersiapkan tunas bangsa secara optimal demi masa
depan bangsa yang adil dan makmur.

Jikalau mahasiswa sebagai tunas bangsa ditelantarkan, mereka lulus
seadanya, maka bangsa ini dipastikan semakin terpuruk. Sebaliknya, jika
para dosen dan bangsa ini secara serius mempersiapkan tunas bangsa
secara optimal, maka bangsa ini tidak lama lagi akan menjadi bangsa
yang mandiri dan memberikan kontribusi besar bagi peradaban dunia.

Melihat fakta sejumlah pejabat publik seperti anggota DPR yang
nyata-nyata mengabaikan tugas pokoknya, pejabat kampus dan pejabat lain
yang mengabaikan tugas pokoknya, maka dibutuhkan aturan yang jelas.
Dipertegas, sejauh mana pejabat publik dapat meninggalkan tugas
pokoknya dan sejauh mana mereka diperbolehkan mendapatkan uang di luar
gaji dari instansi yang mereka pimpin. Sejatinya, setiap pejabat yang
digaji oleh Negara wajib mengabdikan diri secara total kepada Negara
dan tidak diperbolehkan menerima apapun diluar gaji yang telah
diberikan Negara. Dengan demikian, hati, pikiran dan tindakannya
berpusat kepada bangsa dan Negara. Itulah yang disebut abdi Negara.

Ironisnya, gaji mereka yang diberikan Negara yang bersumber dari
rakyat, tindakannya acapkali merugikan rakyat yang menggajinya.
Mahasiswa yang memberikan uangnya untuk gaji dosen ditelantarkan begitu
saja. Mahasiswa seolah menjadi pengemis. Sejatinya, hak-hak mahasiswa
wajib dipenuhi oleh dosen. Oleh karena itu, mahasiswa wajib menemukan
dosennya di kampus, bukan di tempat proyek sang dosen.

Demi Indonesia yang adil dan sejahtera, maka semua komponen bangsa ini
harus berkomitmen dengan tugas pokok masing-masing. Ironis, apabila
seorang akademisi berbicara moral bangsa di media publik sementara
tugas pokok ditelantarkan. Kita berharap, gejala semacam ini segera
ditinggalkan, karena kalau tidak, tindakan semacam ini lama kelamaan
seolah menjadi benar

www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano)

--
Posted By NINO to BISNIS ONLINE at 2/07/2010 01:42:00 AM

Kirim email ke