Om Suastiastu, Selamat Hari Raya Galungan buat  rekan-rekan yang
merayakan ..

Sesuai dengan pesan yang diposting Pak Gde Wisnaya, semoga semangat Hari
Galungan membuat kita senantiasa bisa memilih kebenaran berdasarkan
viveka (budi dan nurani) dan tidak sekedar untuk memenuhi ego duniawi
kita (ahamkara)..

 

Suksme

Ngurah Ambara

 

-----Original Message-----
From: bali-bou...@lp3b.or.id [mailto:bali-bou...@lp3b.or.id] On Behalf
Of Gde Wisnaya Wisna
Sent: Tuesday, December 07, 2010 3:26 PM
To: bali@lp3b.or.id
Subject: [bali] Kisah Nyata Seorang Wanita Karir

 


SELAMAT HARI RAYA GALUNGAN & KUNINGAN UNTUK YANG MERAYAKAN, SEMOGA KITA
SELALU DIBERI KEMAMPUAN UNTUK MEMILIH YANG BENAR. 

 

Kisah Nyata Seorang Wanita Karir

 

Untuk seorang ibu yang sibuk bekerja dan bekerja....

 

Saya seorang ibu dengan 2 orang anak, mantan direktur sebuah Perusahaan
multinasional. Mungkin anda termasuk orang yang menganggap saya orang
yang berhasil dalam karir, namun sungguh jika seandainya saya boleh
memilih maka saya akan berkata kalau lebih baik saya tidak seperti
sekarang dan menganggap apa yang saya raih sungguh sia-sia.

 

Semuanya berawal ketika putri saya satu-satunya yang berusia 19 tahun
baru saja meninggal karena overdosis narkotika. Sungguh hidup saya
hancur berantakan karenanya. Suami saya saat ini masih terbaring di
rumah sakit karena terkena stroke dan mengalami kelumpuhan karena
memikirkan musibah ini.

 

Putera saya satu-satunya juga sempat mengalami depresi berat dan
sekarang masih dalam perawatan intensif sebuah klinik kejiwaan, dia juga
merasa sangat terpukul dengan kepergian adiknya. Sungguh apa lagi yang
bisa saya harapkan.

 

Kepergian Maya dikarenakan dia begitu guncang dengan kepergian Bik Inah
pembantu kami.. Hingga dia terjerumus dalam pemakaian Narkoba.

 

Mungkin terdengar aneh kepergian seorang pembantu bisa membawa dampak
begitu hebat pada putri kami.

 

Harus saya akui bahwa bik Inah sudah seperti keluarga bagi kami, dia
telah ikut bersama kami sejak 20 tahun yang lalu, ketika Doni berumur 2
tahun.

 

Bahkan bagi Maya dan Doni, bik Inah sudah seperti ibu kandungnya
sendiri.

 

Ini semua saya ketahui dari buku harian Maya yang saya baca setelah dia
meninggal..

 

Maya begitu cemas dengan sakitnya bik Inah, berlembar-lembar buku
hariannya berisi hal ini.

 

Dan ketika saya sakit (saya pernah sakit karena kelelahan dan diopname
di rumah sakit selama 3 minggu), Maya hanya menulis singkat sebuah
kalimat di buku hariannya "Hari ini Mama sakit di Rumah sakit", hanya
itu saja.

 

Sungguh hal ini menjadikan saya semakin terpukul.

 

Tapi saya akui ini semua karena kesalahan saya.

 

Begitu sedikitnya waktu saya untuk Doni, Maya dan Suami saya.

 

Waktu saya habis di kantor, otak saya lebih banyak berpikir tentang
keadaan perusahaan daripada keadaan mereka.

 

Berangkat jam 07:00 dan pulang di rumah 12 jam kemudian, bahkan mungkin
lebih.

 

Ketika sudah sampai rumah rasanya sudah begitu capai untuk memikirkan
urusan mereka.

 

Memang setiap hari libur kami gunakan untuk acara keluarga, namun
sepertinya itu hanya seremonial dan rutinitas saja. Ketika hari Senin
tiba, saya dan suami sudah seperti "robot" yang terprogram untuk urusan
kantor.

 

Sebenarnya ibu saya sudah berkali-kali mengingatkan saya untuk berhenti
bekerja sejak Doni masuk SMA namun selalu saya tolak, saya anggap ibu
terlalu kuno cara berpikirnya. Memang Ibu saya memutuskan berhenti
bekerja dan memilih membesarkan kami 6 orang anaknya.

 

Padahal sebagai seorang sarjana ekonomi karir ibu waktu itu katanya
sangat baik.

 

Dan ayah pun ketika itu juga biasa-biasa saja dari segi karir dan
penghasilan.

 

Meski jujur saya pernah berpikir untuk memutuskan berhenti bekerja dan
mau mengurus Doni dan Maya, namun selalu saja perasaan bagaimana
kebutuhan hidup bisa terpenuhi kalau berhenti bekerja, dan lalu apa
gunanya saya sekolah tinggi-tinggi?

 

Meski sebenarnya suami saya juga seorang yang cukup mapan dalam karirnya
dan penghasilan.

 

Dan biasanya setelah ada nasehat ibu, saya menjadi lebih perhatian pada
Doni dan Maya namun tidak lebih dari dua minggu semuanya kembali seperti
asal urusan kantor dan karir fokus saya.

 

Dan kembali saya menganggap saya masih bisa membagi waktu untuk mereka,
toh teman yang lain di kantor juga bisa dan ungkapan "kualitas pertemuan
dengan anak lebih penting dari kuantitas" selalu menjadi patokan saya.

 

Sampai akhirnya semua terjadi dan di luar kendali saya dan berjalan
begitu cepat sebelum saya sempat tersadar.

 

Maya berubah dari anak yang begitu manis menjadi pemakai Narkoba.

 

Dan saya tidak mengetahuinya!!! Sebuah sindiran dan protes Maya saat ini
selalu terngiang di telinga.

 

Waktu itu bik Inah pernah memohon untuk berhenti bekerja dan memutuskan
kembali ke desa untuk membesarkan Bagas, putera satu-satunya, setelah
dia ditinggal mati suaminya.. Namun karena Maya dan Doni keberatan maka
akhirnya kami putuskan agar Bagas dibawa tinggal bersama kami.

 

Pengorbanan bik Inah buat Bagas ini sangat dibanggakan Maya. Namun
sindiran Maya tidak begitu saya perhatikan. Akhirnya semua terjadi.
Setelah tiba-tiba jatuh sakit kurang lebih dua minggu, bik Inah
meninggal dunia di Rumah Sakit.

 

Dari buku harian Maya saya juga baru tahu kenapa Doni malah pergi dari
rumah ketika bik Inah di Rumah Sakit.

 

Memang Doni pernah memohon pada ayahnya agar bik Inah dibawa ke
Singapore untuk berobat setelah dokter di sini mengatakan bahwa bik Inah
sudah masuk stadium 4 kankernya.

 

Dan usul Doni kami tolak hingga dia begitu marah pada kami. Dari sini
saya kini tahu betapa berartinya bik Inah buat mereka, sudah seperti ibu
kandungnya! Menggantikan tempat saya yang seolah hanya bertugas
melahirkan mereka saja ke dunia.

 

Tragis!

 

Dan sebuah foto "keluarga" di dinding kamar Maya sering saya amati Kalau
lagi kangen dengannya. Beberapa bulan yang lalu kami sekeluarga ke desa
bik Inah.

 

Atas desakan Maya kami sekeluarga menghadiri acara pengangkatan Bagas
sebagai kepala sekolah madrasah setelah dia selesai kuliah dan belajar
di pesantren.

 

Dan Doni pun begitu bersemangat untuk hadir di acara itu, padahal dia
paling susah untuk diajak ke acara serupa di kantor saya atau ayahnya.

 

Dan di foto "keluarga" itu tampak bik Inah, Bagas, Doni dan Maya
tersenyum bersama.

 

Tak pernah kami lihat Maya begitu senang seperti saat itu dan seingat
saya itulah foto terakhirnya.

 

Setelah bik Inah meninggal Maya begitu terguncang dan shock, kami sempat
merisaukannya dan membawanya ke psikolog ternama di Jakarta.

 

Namun sebatas itu yang kami lakukan, setelah itu saya kembali berkutat
dengan urusan kantor.

 

Dan di halaman buku harian Maya penyesalan dan air mata tercurah.

 

Maya menulis: "Ya Tuhan kenapa bik Inah meninggalkan Maya, terus siapa
yang bangunin Maya, siapa yang nyiapin sarapan Maya, siapa yang nyambut
Maya kalau pulang sekolah, Siapa yang ngingetin Maya buat berdoa, siapa
yang Maya cerita kalau lagi kesel di sekolah, siapa yang nemenin Maya
kalo nggak bisa tidur....... ...Ya Tuhan, Maya kangen banget sama bik
Inah." Bukankah itu seharusnya tugas saya sebagai ibunya, bukan bik
Inah?

 

Sungguh hancur hati saya membaca itu semua, namun semuanya sudah
terlambat tidak mungkin bisa kembali. Seandainya semua bisa berputar
kebelakang saya rela berkorban apa saja untuk itu.

 

Kadang saya merenung sepertinya ini hanya cerita sinetron di TV dan saya
pemeran utamanya. Namun saya tersadar ini real dan kenyataan yang
terjadi.

 

Sungguh saya menulis ini bukan berniat untuk menggurui siapa pun tapi
sekedar pengurang sesal saya semoga ada yang bisa mengambil pelajaran
darinya.

 

Biarkan saya yang merasakan musibah ini karena sungguh tiada terbayang
beratnya.

 

Semoga siapapun yang membaca tulisan ini bisa menentukan "prioritas
hidup dan tidak salah dalam memilihnya". Biarkan saya seorang yang
mengalaminya.

 

Saat ini saya sedang mengikuti program konseling/therapy untuk
menentramkan hati saya.

 

Berkat dorongan seorang teman, saya beranikan tulis ini semua.

 

Saya tidak ingin tulisan ini sebagai tempat penebus kesalahan saya,
karena itu tidak mungkin! Dan bukan pula untuk memaksa anda
mempercayainya, tapi inilah faktanya.

 

Hanya semoga ada yang memetik manfaatnya.

 

Dan saya berjanji untuk mengabdikan sisa umur saya untuk suami dan Doni.

 

Dan semoga Tuhan mengampuni saya yang telah menyia-nyiakan amanahNya
pada saya.

 

Dan di setiap berdoa saya selalu memohon "YA Tuhan seandainya Engkau
akan menghukum Maya karena kesalahannya, sungguh tangguhkanlah Ya Tuhan,
biar saya yang menggantikan tempatnya kelak, biarkan buah hatiku tentram
di sisiMu."

 

Semoga Tuhan mengabulkan doa saya.

 

* * *

 

Sumber: http://forumm.wgaul.com/showthread.php?t=80738

 

==========




-- 
Gde Wisnaya Wisna
Jl.Dewi Sartika Utara 32A
Singaraja-Bali

Kirim email ke