Semeton sedharma
Tiang sependapat dengan Pak Sudja..Konsep Nyentana di Bali tidak seperti yang dituturkan oleh cerpen-nya Wayan Artika... Dalam bahasa cerpen memang gaya bahasa dibuat lebih tajam agar pembaca tertarik untuk membaca...tapi menurut saya karena wayan Artika juga seorang Hindu (wayan Artika masih beragama Hindu bukan?? Maaf kalau ternyata bukan Hindu). Mestinya Artika mendalami dahulu bagaimana budaya Nyentana itu..jangan sampai menjelek-jelekkan tradisi/agama Hindu sendiri...sebelum mengenal lebih jauh lagi apa itu konsep Yentana yang diwariskan dari para leluhur.. Di keluarga besar titiang ada beberapa orang yang nyentana atas kehendak dan kesadaran sendiri, dan seperti yang dikatakan oleh Pak Suja, ini karena permintaan keluarga pihak perempuan (yang tidak punya anak laki) agar bisa meneruskan kewajiban memelihara Pura, Merajan, tempat suci yang merupakan kewajiban laki-laki (garis Purusa) untuk meneruskan kewajiban suci ini......Pihak keluarga laki-laki juga tidak akan mudah menerima kondisi nyentana ini..biasanya pihak laki-laki bukan anak tunggal laki-laki (lebih dari 1 anak laki-laki ada di rumah pihak keluarga cowok itu)... Di sejumlah daerah di Bali Selatan sekarang-sekarang ini sudah mulai ada tradisi "mesanggah dadua" untuk memberikan celah kebuntuan dalam konsep yentana yang mungkin tidak bisa diterima oleh keluarga laki-laki..Dalam konsep baru "mesanggah dadua" ini pihak perempuan tidak perlu mepamit dari sanggah/merajan, tapi mereka (suami/istri) masing-masing tidak mepamit terhadap merajan masing-masing, artinya tetap meneruskan garis leluhur masing-masing, tetap menjalankan kewajiban memelihara tempat suci di pura keluarga masing-masing. Sehingga saat ada piodalan di pura yang perempuan maka suami juga ikut, demikian juga sebaliknya saat ada piodalan di pura/merajan laki-laki, sang istri juga ikut sembahyang/berpartisipasi... Suksme GNA -----Original Message----- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Nengah Sudja Sent: Monday, January 07, 2008 10:00 PM To: bali@lp3b.or.id Subject: [bali] Re: Terima kasih atas penyebaran cerpen saya Yth. P Wayan Artika , Semeton Sareng Sami, Pertama kali ketika saya baca Cerita Pendek Ilalang saya terkesima , bingung. Watak saya yang kritis bertanya , apa memang begitu makna asas adat nyentana itu? Setelah saya baca posting yang memuji CerPen Ilalang ini, saya penasaran, kubaca ulang Ilalang, tapi karena tetap bingung dan penasaran, kutulis posting ini dengan permintaan agar saya diberi pencerahan mengenai apa konsep Nyentana itu yang menjadi dasar topik CerPen Sdr? Terutama saya terganggu dengan kalimat ini: " Kelak aku mengerti, ketika cinta adalah tanah, bahwa pilihanku, nyentana, tidak sepenuhnya tepat. Selaku laki-laki Bali, cara pernikahan ini sangat hina di mata masyarakat. Memang keluarga istriku sayang kepadaku namun itu semua tidak pernah mengembalikan kehormatanku yang direnggut di sini." ( Apa benar pernikahan nyentana itu sangat hina?). Perlu saya jelaskan yang membuat saya bingung karena: (1). apa nyentana itu tidak dijelaskan; (2). konsep nyentana yang dijadikan topik, latar belakang budayanya tidak diberi penjelasan memadai. Setahuku Nyentana itu dilakukan atas permintaan Orang Tua Yang Meminta Calon Pengantin Laki-laki Untuk Nyentana ( OTYMCPLU N), misalnya karena mereka ini tidak mau keluarga mereka jadi terputus (njampud). Mereka akan kehilangan soroh, tidak yang dapat meneruskan tugas kewajiban ke banjar, desa, ke sanggah , pemujaan pura leluhur misalnya. Padahal penulis sendiri pada kalimat awal menyatakan, dimulai : " Bali, kini aku lebih mengerti sebagai pulau patriarki". (pulau patriarki !!). Sesuai dengan Asas Patriarki Agama Hindu, oleh OTYMCPL UN Si Nyentana akan dijadikan Kepala Keluarga ( laki-laki) dirumahnya untuk meneruskan tugas keluarga OTYMCPL UN. Tentunya sebagai Kepala Keluarga si Nyentana diharapkan akan menjalankan tugas baktinya sebagai laki-laki/kepala keluaga dengan sungguh-sungguh menjalankankan tugas kewajiban,dharmanya sesuai dengan ajaran Hindu. Karena itu tentunya ia tidak akan kehilangan ke laki-lakiannya. Begitulah pengertian saya mengenai menyentana itu. Karena itu mohon diberi pencerahaan apa saya salah? Kembali ke CerPen, karena latar belakang nyentana itu tidak dijelaskan, saya lalu tak mengerti mengapa, Bapak, Ibu,bahkan Illalang sendiri (bahkan sesudah jadi isterinya)dan si nyentana berpendapat : "Keputusan kamu salah. Kamu akan menjadi laki-laki hina di keluarga istrimu. Jangan lakukan itu. Bapak bisa menanggung hidup keluargamu. Pilih pernikahan biasa, sebagai adat umum, bawa saja Ilalang ke rumah ini." (Bapak). "Jangankan laki-laki Bali seperti bapakmu, ibu selaku perempuan pun, akan kehilangan ketika kamu memilih nyentana. Pernikahan ini akan merenggut kamu dari ibu. Jangan. Di rumah istrimu kamu tidak akan dihormati sebagai laki-laki Bali," (Ibu). "Komang, ternyata tidak ada gunanya aku membahagiakan dan menyelamatkan harkat orang tuaku, sementara aku tidur dengan laki-laki tanpa kehormatan. Biar saja aku menangisi malam ini, Komang." (Illalang). "Ilalang, pernikahan ini menjadikan aku laki-laki hanya pada segi biologis, pada sperma, demi keturanan yang bisa didapat untuk kehormatan dan penerus keluarga ini. Secara kultural aku tak lagi seorang laki-laki." ( Komang). Seakan -akan semuanya tak mengerti makna, tujuan nyentana, apa ya? Padahal bukankah si nyentana itu akan diangkat ke posisi terhormat sebagai kepala keluarga. Megapa orang tua, istrinya dan dia sendiri berpendapat yang menurut saya jelas bertentangan dengan pengertian asas nyentana yang saya diuraikan diatas? Saya menduga karena nyentana itu seperti yang dinyatakan penulis dilakukan atas dasar tawar menawar (tanpa prinsip) : " Inilah aku, yang mencoba ada di tanah dewata, dengan tawar-menawar itu." ?? Atau memang Komang ini tidak punya prinsip, tak tahu arti nyentana , cinta biologis, mau hidup gampang di rumah mertua indah ? Saya khawatir, CerPen yang dibaca khalayak luas ( kususnya orang luar) yang tidak mengerti konsep Hindu , akan mengira.............. oh begitu ya konsep nyentana yang patriarki itu, adat dan agama yang dianut? Maaf P Astawa, kritik saya ini bukan dimaksud untuk mematikan kreativitas Sdr. Saya rasa, Sdr. punya bakat dan kesenangan menulis. Tapi pendalaman latar belakang budaya asas nyentana perlu diperjelas. Saya berpendapat CerPen , novel yang baik adalah yang dilandasi akar masalah budaya padat / dalam. Karena itu anggaplah posting saya ini sekedar sebagai masukan. Sebagai peserta milis ini , karena CerPen ini telah menjadi ranah publik saya terpanggil untuk penyampaikan tanggapan ini. Mudah-mudahan saya salah membaca CerPen Sdr. Karena banyak juga yang bisa/dapat menikmati serta memujinya. Inggih sapunika dumun, matur suksama. SALAM. Nengah Sudja. -----Original Message----- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of wayan artika Sent: Monday, January 07, 2008 10:44 AM To: bali@lp3b.or.id Subject: [bali] Terima kasih atas penyebaran cerpen saya Saya panggil Pak atau Nyoman saja? Saya senang sekali atas tanggapan ini. Memang sejak lama saya nulis cerpen, selalu soal Bali. Satu novel saya juga telah terbit berjudul Incest tentang kembar buncing di suatu desa tua di Bali. Saat ini sedang menunggu terbit novel Rumah Kepompong, tentang Bali yang jadi surga gay internasional. Saya akan kirim karya terbaru saya. Semoga kiranya berkenaan. Salam Artika ________________________________ Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search. <http://us.rd.yahoo.com/evt=51734/*http:/tools.search.yahoo.com/newsearc h/category.php?category=shopping> __________ NOD32 2759 (20080101) Information __________ This message was checked by NOD32 antivirus system. http://www.eset.com