http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/11/02453938/2012.matahari.dan.bossc
ha

2012, Matahari, dan Bosscha

Rabu, 11 November 2009 | 02:45 WIB

Ninok Leksono

Kalau menyimak wacana tentang Kiamat 2012 yang disebut berdasarkan sistem
kalender Maya, argumen pentingnya ada di sekitar Matahari. Antara lain
disebutkan, pada tahun 2012 aktivitas Matahari, yang sudah dimulai sejak
tahun 2003, akan mencapai puncaknya. Selain itu, Matahari dan Bumi akan
berada segaris dengan lorong gelap di pusat Galaksi Bima Sakti.

Tentu, Matahari amat sentral bagi Tata Surya, khususnya Bumi dan kehidupan
yang ada di biosfernya. Jika ada peningkatan aktivitas di sana, Bumi pasti
akan kena pengaruh. Namun, Matahari sudah rutin menjalani siklus
aktivitasnya-yang berperiode 11 tahun itu-selama lebih dari empat miliar
tahun dan sejauh ini baik-baik saja.

Kini, seiring dengan merebaknya buku tentang Kiamat 2012, juga film-film
Hollywood tentang tema yang sama, juga muncul bantahan, tidak saja dari
pimpinan suku Maya, tetapi juga dari kalangan astronomi. Mudah dimengerti
kalau kalangan astronomi lalu bersuara. Ini karena penyebar kabar Kiamat
2012 banyak menyebut benda langit, seolah hal itu dapat menguatkan skenario
yang mereka usung.

Padahal, dasar skenario itu sendiri, yakni kalender Maya, tidak berbeda jauh
dengan kalender modern. Kalau kalender Maya punya berbagai macam siklus
dengan panjang berlain-lainan, kita juga punya hal serupa. Jadi, kalau
kalender Maya akan berakhir tanggal 21 Desember 2012, itu untuk kita bisa
terjadi misalnya pada tanggal 31 Desember 1999. Esok hari setelah tanggal
itu, yakni 1 Januari 2000, akan dimulai siklus baru, apakah itu yang
berdasarkan hari, tahun, puluhan tahun, abad, atau milenium.

Seperti sudah kita saksikan, berakhirnya siklus macam-macam pada tanggal 31
Desember 1999 tidak disertai dengan kiamat bukan?

Bagaimana dengan perjajaran antara Bumi, Matahari, dan pusat Galaksi Bima
Sakti? Penyebar kiamat menyebutkan, saat perjajaran akan menimbulkan gaya
pasang yang akan memicu gempa bumi yang menghancurkan untuk menamatkan
riwayat dunia. Gaya pasang yang sama juga akan memicu badai matahari yang
akan menghancurkan Bumi. Bahkan, untuk menambah efek, planet-planet juga
disebut akan berjajar pada tanggal 21 Desember 2012.

Ternyata, setelah diperiksa dengan saksama, Matahari tidak akan menutupi
(menggerhanai) pusat galaksi. Bahkan, kalaupun Matahari bisa menutupi pusat
galaksi, efek pasang dapat diabaikan, tulis Paul A Heckert yang dikutip pada
awal tulisan ini.

Dengan penjelasan itu, skenario Kiamat 2012 tidak perlu dianggap serius.

Berdasarkan teori evolusi (lahir dan matinya) bintang, di mana Matahari
adalah salah satunya, Matahari memang sekitar lima miliar tahun lagi akan
mengembang menjadi bintang raksasa merah yang akan memanggang Bumi. Namun,
bukankah lima miliar tahun masih jangka waktu yang amat, amat lama untuk
ukuran manusia?

Namun, demi tujuan-tujuan lebih praktis, misalnya untuk mengetahui hubungan
aktivitas Matahari dan gangguan komunikasi, atau untuk mengetahui lebih
dalam tentang sifat-sifat Matahari, studi tentang Matahari tetaplah hal
penting. Dan inilah rupanya yang diperlihatkan oleh Observatorium Bosscha di
Lembang, Jawa Barat.

Penelitian Bosscha

Selama ini, Observatorium Bosscha lebih dikenal dengan penelitiannya di
bidang struktur galaksi dan bintang ganda. Penelitian Matahari secara
intensif dan ekstensif dilakukan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (Lapan).

Namun, Sabtu 31 Oktober lalu, Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) yang
diwakili oleh Dekan FMIPA Akhmaloka meresmikan teleskop matahari tayang
langsung (real time). Sistem pengamatan Matahari yang terdiri dari tiga
teleskop yang bekerja pada tiga panjang gelombang berlain-lainan ini dibuat
dengan bantuan dari Belanda dan rancang bangunnya banyak dikerjakan oleh
peneliti dan insinyur ITB sendiri.

Sistem teleskop yang dilihat dari sosoknya jauh lebih kecil dari umumnya
teleskop yang ada di Bosscha ini terdiri dari teleskop yang bekerja pada
gelombang visual, di mana untuk mendapatkan citra Matahari, sinarnya
dilemahkan dulu sebesar 100.000 kali. Untuk pemantauan, citra Matahari
diproyeksikan pada satu permukaan yang dapat dilihat dengan aman. Ini
diperlukan karena selain untuk penelitian, fasilitas ini juga digunakan
untuk pendidikan masyarakat.

Dua teleskop lainnya masing-masing satu untuk penelitian kromosfer rendah
dan satu lagi untuk penelitian kromosfer tinggi.

Menambah semarak peresmian, hadir pula ahli fisika matahari dari Belanda,
Rob Rutten, yang pagi itu menguraikan tentang kemajuan penelitian fisika
matahari dan tantangan yang dihadapi.

Membandingkan materi paparannya, yang dilengkapi dengan citra hidup Matahari
berdasarkan pemotretan menggunakan teleskop matahari canggih, tentu saja apa
yang diperoleh oleh teleskop di Bosscha bukan bandingannya.

Kontribusi Indonesia

Direktur Observatorium Bosscha Taufiq Hidayat dalam sambutan pengantarnya
menyebutkan, lembaga yang dipimpinnya beruntung masih dapat terus menjalin
kerja sama dengan sejumlah lembaga di luar negeri untuk mendukung aktivitas
ilmiahnya. Sementara peneliti Matahari di Bosscha, Dhani Herdiwijaya, selain
menguraikan berbagai aspek riset tentang fisika matahari juga menyampaikan
harapannya untuk mendapatkan hasil penelitian detail tentang Matahari.

Peresmian teleskop surya di Bosscha tampak sebagai momentum bagi bangkitnya
minat terhadap riset Matahari.

Seiring dengan peringatan Tahun Astronomi Internasional 2009, berlangsung
pula peringatan 400 tahun pengamatan bintik matahari. Dalam konteks ini,
masih banyak tugas manusia untuk mendalami lebih jauh serba hal tentang
Matahari, bintang yang menjadi sumber kehidupan di Bumi. Alam seperti yang
ada sekarang ini, menurut skenario Ilahi, masih akan terbentang lima miliar
tahun lagi, bukan sampai tahun 2012.

Kirim email ke