Semeton semuanya, Om Suastiastu, salam sejahtera...

Karena topiknya hangat tentang listrik, maka di subject saya ganti
dengan judul yang relevan..Untuk Negara seperti Indonesia yang sedang
giat membangun dengan tingkat pengangguran yang masih sangat tinggi, dan
jumlah penduduk miskin lebih dari 30 juta orang, maka pilihan energy
yang murah sekaligus environmentally friendly adalah hal yang sungguh
sulit...tapi bukan hal yang tidak mungkin...
Katakanlah dari 0% menjadi 20% energy listrik dikonversi dari
fossil/fuel burning ke energy yang renewable dan environmental friendly
maka ini sudah lumayan....mungkin mulai dari hal-hal kecil-kecil dahulu,
tidak masalah...
Khusus daerah buleleng potensi PLTA masih sangat besar..sayang belum
digarap dengan serius, ada sekitar 20 air terjun di buleleng, dengan
selisih tinggi potensial gravitasi bisa ratusan meter (min 200 m) tiap
air terjun, dan debit rata-rata tiap air terjun 5-10 m3/detik, maka
potensi energy yang ada sekitar 10 Mega-joule, katakanlah 50% saja bisa
di-konversi menjadi listrik melalui pembangunan PLTA-PLTA sekala kecil
maka ini sudah lumayan..

Contoh kasus untuk mikro-hydro (PLTA mini) adalah aliran sungai di subak
muara (sambangan, panji atas)..kebetulan saya ada sebidang sawah
bersebelahan dengan irigasi sungai yang debitnya sangat besar baik musim
hujan maupun kemarau. Saya dengan 6 petani lain (total 7 petani) dengan
iuran 500 ribu rupiah, membangun mini-hidro dengan kapasitas kecil :
3000 watt yang cukup untuk menerangi 7 rumah. Kami hanya memanfaatkan
sebagian kecil saja debit sungai irigasi yang ada, dengan pipa paralon 4
dim (10 cm), dan selisih ketinggian di salah satu bagian sungai yang
curam sekitar 4 m, debit air yang dipakai Cuma 5 lt/detik pada inlet
(bagian atas): dengan selisih tinggi 4 meter, maka pada outlet tentu
debit jauh lebih besar karena mendapatkan tambahan energy potensial
gravitasi, curahan air yang deras ini memutar turbin pembangkit listrik
kami dengan kapasitas sekitar 3000 watt. 
Yang kami pakai hanya 5 lt/detik dan selisih ketinggian 4 m, padahal
debit sungai ini pada daerah datar (flat) sekitar 5000 lt/detik, dan
selisih ketinggian ratusan meter (lebih dari 200 m) karena sungai ini
berasal dari danau Buyan/Tamblingan jauh diatas subak muara..jadi
potensi debit yang kami pakai baru 0.1% saja, dan potensi ketinggian
yang dipakai Cuma 2% saja..
Sehingga total potensi energy yang kami gunakan dari 1 sungai ini saja
baru 0.002% yang senilai 3000 watt, maka kalau seluruh potensi energy
ini bisa dimanfaatkan maka Energy Listik yang bisa dihasilkan sekitar
50000 x 3000 watt = 150 MegaWatt, katakanlah hanya 50% saja yang
dimanfaatkan maka ini kurang lebih 75 MegaWatt, hanya dari 1 sungai!
Padahal ada sekitar 20 sungai dengan air terjun-air terjunnya yang
potensial untuk pembangkit listrik...
Memang jangan membayangkan sebuah PLTA yang besar, tapi bayangkanlah
ratusan PLTA kecil-kecil..dengan sekala 1 Mega-watt ..
Semoga hitung-hitugan saya benar, tapi perlu dikaji dengan serius
potensi mini-hydro, mini hydro yang sangat besar di daerah Buleleng..

Suksme
GNA 



-----Original Message-----
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf
Of Bhagawan Dwija
Sent: Thursday, November 29, 2007 5:29 AM
To: bali@lp3b.or.id
Subject: [bali] Tegakkan Trihitakarana !

Om Swastyastu,

1. Walau bagaikan melawan arus, atau apalah namanya :
bagaikan menegakkan benang basah, tetapi kita tetap
akan memperjuangkan Nyepi diakui dan diadaptasi oleh
dunia internasional, karena secara ilmiah kita bisa
membuktikan bahwa Nyepi sehari saja dapat menyumbang
pengurangan emisi GRK.
2. Manusia selalu dihadapkan pada alternatif : memacu
pertumbuhan ekonomi disatu pihak, dan merusak alam di
pihak lain. 'Kerugian' dalam bentuk material (laju
pertumbuhan ekonomi = 0) karena Nyepi sehari, akan
membawa 'keuntungan' pada perpanjangan usia bumi.
Tidakkah yang kedua ini lebih penting ?
3. Memperjuangkan Nyepi adalah missi suci, karena
meneruskan ajaran Mpu Kuturan lebih dari 11 abad
lampau.
4. Yang perlu ditekankan adalah : Kita (Hindu-Bali)
yang mengaku sebagai pewaris ajaran Mpu Kuturan
seharusnya menjadi contoh/panutan dalam Trihitakarana.
Jangan sampai kita melanggar. Lebih tegas lagi kalau
kita menyembah Ida Mpu Kuturan di Pura/ Sanggah
(distanakan dalam pelinggih Manjangan Saluwang) akan
sangat berdosa bila kita sendiri melanggar
ajaran-ajaran beliau.
5. Menjadi kewajiban bagi kita (N.G.O) untuk terus
mengingatkan Pemerintah untuk tidak melanggar
Trihitakarana. Sekali lagi, walaupun ibarat menegakkan
benang basah. Karena itulah yang disebut 'Dharma'

Om Santih, santih, santih, Om
Bhagawan Dwija

-------------------------------------------------------

--- Pan Bima <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Mbak Vieb,
> 
> Dari dulu P. Sudja memang hebat lho. Dalam usia 70
> (betul ya Pak ?)
> masih bisa keluar angka-angka yang akurat. Orang
> teknik memang harus
> seperti itu, harus keluar angka-angka, sehingga
> diskusipun bisa
> langsung fokus.
> 
> Ketika penolakan terhadap PLTGU Pemaron berlangsung
> 5 tahun yang lalu,
> P. Sudja sangat membantu kelompok masyarakat yang
> menolak keberadaan
> PLTGU Pemaron. Argumentasi para penolak menjadi
> sangat kuat karena
> kita mengeluarkan angka-angka yang tidak
> terbantahkan saat itu,
> seperti misalkan berapa besar/mahal listrik yang
> harus diproduksi PLN
> dengan penggunaan minyak di PLTGU Pemaron, dll.
> 
> Benang merah pemikiran P. Sudja adalah pada least
> cost energy
> production, serta pada process planning (Good
> Corporate Governance)
> yang tepat. Melalui metode least cost tsb
> disimpulkan bahwa PLTGU
> Pemaron tidak tepat, karena bahan bakarnya adalah
> minyak. Sedangkan
> melalui GCG, juga disimpulkan bahwa lokasi PLTGU tsb
> tidak layak di
> Pemaron.
> 
> Nah dengan dua konsep berfikir tsb, saya melihat
> suatu kesimpulan yang
> sama dari P. Sudja sbb:
> Pertama : harus diupayakan produksi energi yang
> murah  untuk memenuhi
> kebutuhan listrik masyarakat (industri maupun rumah
> tangga). Nah
> satu-satunya sumber energi yang murah adalah
> batubara.
> 
> Kedua: PLTGU Batubara yang akan dibangun di celukan
> bawang dengan
> kapasitas  2 x 65 MW dirasa tidak tepat, sebab
> kapasitas hanya sebesar
> itu belum menjawab pertambahan kebutuhan energi di
> Bali. Kapasitasnya
> yang tidak layak. Sangat tanggung.
> 
> Sekarang persoalannya adalah, kesimpulan pertama
> diatas kini harus
> berhadapan dengan isu lingkungan dan opini dunia
> yang menghendaki
> penurunan emisi CO2 (gas rumah kaca lainnya). Kalau
> dipandang dari
> sisi cost, maka batubara adalah sebuah pilihan yang
> rasional. Tetapi
> jika dilihat dari sudut lingkungan dan moral yang
> diwacanakan oleh
> global warming, maka batubara bukan pilihan yang
> bijaksana.
> 
> Tapi bukan P. Sudja namanya kalau tidak ada
> argumentasi yang kuat.
> Disebutkan, bahwa PLN menggunakan 19 juta ton
> batubara dari produksi
> Indonesia sebanyak 178 juta ton. Artinya, Indonesia
> masih menggunakan
> jauh lebih sedikit dibandingkan dengan yang diexport
> : 129,5 juta ton.
> (Berarti Indonesia masih mengharapkan masih terus
> berlangsungnya
> perdagangan batubara, ditengah tekanan dunia untuk
> mengurangi
> pembakaran fossil fuel.)
> 
> Sementara itu, teknologi energy alternatif
> (matahari, angin, gelombang
> laut, perbdaan panas laut, dan termasuk geothermal)
> masih sangat mahal
> dan belum bisa dalam skala besar. Keadaan ini yang
> menyebabkan
> hambatan penggunaaan energy alternatif untuk
> pemenuhan kebutuhan
> energi manusia. Karena percepatan pertumbuhan
> kebutuhan energi lebih
> cepat dibandingkan perkembangan teknologi energi
> yang ramah
> lingkungan.
> 
> Itu sebabnya, bisa kita mengerti kegalauan Al Gore
> dalam filmnya An
> Inconvenient Truth, yaitu pilihan manusia sekarang
> adalah : bumi ini
> atau ekonomi. Apakah bumi yang dikorbankan atau
> ekonomi yang direm
> pertumbuhannya.
> 
> Apakah pilihannya diserahkan kepada kita atau kepada
> tokoh2 dunia yang
> akan berkumpul di Bali dari tgl 3-14 desember nanti
> ????
> 
> salam
> wisnaya
> 
> On 11/28/07, Asana Viebeke Lengkong
> <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > ih hebat sekali P Sudja saya senang baca.....
> >
> > yang jelas kita harus cepat punya listrik sendiri
> ya... kalau ada gempa yang
> > cukup serius kita akan putus listrik dengan jawa
> dan akan cukup lama ya.....
> > harus di pertimbangkan juga ya....
> >
> > vieb
> > ----- Original Message -----
> > From: "Nengah Sudja" <[EMAIL PROTECTED]>
> > To: <bali@lp3b.or.id>
> > Sent: Wednesday, November 28, 2007 6:51 PM
> > Subject: [bali] Re: Betreff: Re: aksi greenpeace
> konferensi iklim
> >
> >
> > > Yth. Para Peserta Milis LP3B,
> > > Pada posting saya yang lalu, saya sampaikan
> informasi atas  pertanyaan
> > > mengenai pembangunan PLTU Batubara 2x 65 MW di
> Celukan Bawang.
> > > Saya sendiri mempertanyakan mengenai kelayakan
> pembangunanya di tinjau
> > > dari lokasi, besar satuannya (65 MW) dan
> > > bila dibandingkan dengan alternatif pilihan lain
> untuk pemenuhan
> > > kelistrikan Bali.
> > >
> > > Saya jelaskan pembangkitan listrik dari batubara
> relatif murah. Pabrik
> > > tekstil, industri di Jawa barat dewasa ini
> banyak yang membangun
> > > pembangkit batubara satuan 6-15 MW. Kebutuhan
> batubara untuk 130 MW,
> > > diperkirakan
> > > 420 000 ton setiap tahun (dihitung bila tingka
> efisiensi termis yang
> > > dipakai 35%, faktor kapasitasnya 75%, nilai
> panas batubara yang dipakai
> > > 5000 kcal per kg). Sebagai perbandingan
> pemakaian batubara PLN tahun
> > > 2006 sekitar
> > > 19 juta ton. Produksi batubara Indonesia
> 2006,178 juta ton. Yang
> > > diekspor 129,5 juta ton.
> > >
> > > Hutan yang dikupas untuk kebutuhan batubara 420
> 000 ton pertahun,bisa
> > > dihitung bila diketahui berapa tebal lapisan
> > > tanah diatas lapisan batubara dan berapa tebal
> lapisan batubaranya, bila
> > > dilakukan penambangan terbuka. Kalau dilakukan
> penambangan dibawah tanah
> > > tak perlu ada pengupasan hutan.Kerusakan hutan
> akibat penambangan
> > > batubra besar karena lemahnya pengawasan dan
> pengendalian tambang
> > > batubara.
> > >
> > > Emisi pemakaian batubara sekitar 900 kg/MWh,atau
> untuk 769 000 ton untuk
> > > pembangkitan listrik Celukan Bawang. Di
> Indonesia belum ada pengenaan
> > > pajak emisi. Di Uni Eropa dikenakan 18 Euro/ton.
> Walaupun ada pajak
> > > emisi, batubara tetap merupakan pilihan
> pembangkitan tenaga listrik
> > > murah.
> > >
> > >
> > > Untuk bahan perbandingkan, alternatif
> pengembangan panas bumi terhadap
> > > pembangkit batubara, boleh kiranya diberikan
> penjelasan :
> > > - berapa besar daya panas bumi,PLTP Bedugul yang
> dapat dikembangkan,
> > > - berapa kebutuhan lahan dan hutan yang
> diperlukan,
> > > - berapa harga uap dan harga jual listriknya?
> > >
> > > Dari jawaban  atas pertanyaan alternatif
> pengembangan pansa bumi, atau
> > > alternatif  kadidat perluasan yang lain  dapat
> kiranya  dijadikan ajang
> > > mula diskusi penyediaan listrik di Bali.
> > >
> > > Maaf agak serius,fokus.
> > > Terima kasih.
> > >
> 
=== message truncated ===



 
________________________________________________________________________
____________
Get easy, one-click access to your favorites. 
Make Yahoo! your homepage.
http://www.yahoo.com/r/hs 

--  
Milis Diskusi Anggota LP3B Bali Indonesia.

Publikasi     : http://www.lp3b.or.id
Arsip         : http://bali.lp3b.or.id
Moderators    : <mailto: [EMAIL PROTECTED]>
Berlangganan  : <mailto: [EMAIL PROTECTED]>
Henti Langgan : <mailto: [EMAIL PROTECTED]>

--
Milis Diskusi Anggota LP3B Bali Indonesia.

Publikasi     : http://www.lp3b.or.id
Arsip         : http://bali.lp3b.or.id
Moderators    : <mailto: [EMAIL PROTECTED]>
Berlangganan  : <mailto: [EMAIL PROTECTED]>
Henti Langgan : <mailto: [EMAIL PROTECTED]>

Kirim email ke