Sepertinya Mbak Asana terpengaruh terhadap propaganda pandangan
orang-orang Barat tentang Kasta, padahal di Hindu (Veda) tidak ada kasta
yang ada adalah warna:

Kasta sendiri berasal dari bahasa portugis : caste, bukan dari bahasa
India...

 

Sementara itu warna sangat berbeda dengan kasta: Warna adalah
penggolongan manusia karena pekerjaan/profesi. Di dalam Veda disebutkan
tentang warna ini: 

Brahmana adalah orang-orang yang menekuni kehidupan spiritual dan
ketuhanan, para cendikiawan, intelektual 

Ksatria adalah orang-orang yang bekerja/bergelut di bidang pertahanan
dan keamanan/pemerintahan

Wesia adalah orang-orang yang bergerak dibidang ekonomi

Sementara sudra adalah orang-orang yang bekerja mengandalkan
tenaga/jasmani ..

Dan penggolongan ini tidak diturunkan..Artinya kalau sang Ayah Brahmana,
tidak otomatis anaknya menjadi Brahmana...

Menurut Veda, Brahmana menempati posisi yang diagungkan, artinya Veda
mendukung masyarakat yang dipimpin oleh orang-orang
Intelektual/Bijaksana

(Civil society) dan tidak sekedar kekuasaan/kekuatan...

 

Apa yang terjadi di India adalah distorsi dari ajaran-ajaran Veda.. di
Indonesia sendiri kasta tidak ada, yang ada adalah wangsa (garis
leluhur)...

Wangsa yang ada di Bali sebagai contoh hanya sebagai pengenal bahwa
garis leluhurnya mereka dahulu berasal dari keluarga tertentu : misalnya
soroh pande, artinya keluarga mereka pada jaman dahulu adalah
"pengrajin/pande-besi", arya tegeh kori contoh lain artinya jaman dahulu
keluarga mereka dari kelompok "arya" (ksatria yang berasal dari jawa
masuk ke Bali)... 

 

Jadi tidaklah benar kalau umat Hindu itu mengenal kasta..ini merupakan
bentuk pelecehan, dengan tujuan halus agar nama Hindu menjadi buruk,
sehingga agama-agama baru (Kristen, Islam) lebih mudah berkembang
..kalau Mbak Asana yang lama tinggal di bali saja masih salah paham
tentang Kasta, apalagi orang-orang lain yang tinggal di luar
Bali...mungkin karena Umat Hindu tidak pernah menjelaskan secara
gamblang apa itu wangsa/warna...atau seperti tadi, memang secara
politis, mass media yang telah dikuasai oleh orang-orang Kristen/Islam
cendrung lebih menonjolkan Ke Islaman dan Kekristenan dan dengan sengaja
merendahkan agama Hindu...

 

Mahatma-Gandi berusaha memperbaiki keadaan ini, sehingga Gandi
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan diantara umat manusia sehingga ia
menyatakan

Semua manusia sebagai Hari-Jan (anak-anak Tuhan)...

 

Dan nama yang ada di Bali bukan berarti itu kasta, itu sekedar nama:
nama saya misalnya Gede Ngurah Ambara, apakah saya ksatria??  Tentu
bukan! 

Saya seorang engineer bekerja di pertambangan, seorang yang digaji, maka
saya sebenarnya sudra (buruh)...siapa itu para ksatria?? Para ksatria
adalah bapak-bapak yang bekerja di pemerintahan, para polisi, militer
yang bergerak dibidang pertahanan...

 

Suksme

 

-----Original Message-----
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf
Of Asana Viebeke Lengkong
Sent: Tuesday, October 02, 2007 1:41 PM
To: bali@lp3b.or.id
Subject: [bali] Re: mother-nature

 

Saya jawab dengan interaktif saja ya (jawaban saya dengan tanda ****
dibawah tulisan P Ngurah) .... kita terbuka saja, jadi tidak ada yang
merasa perlu 'tidak nyaman' ya... kita nyaman nyaman kan saja; karena
ini adalah termasuk kebebasan berpendapat... jangan perlu ada yang
tersinggung atau tidak nyaman, semua perlu proses pendewasaan...

 

Saya sendiri berdialog dengan P Ngurah nggak mau dianggap ada agama
saja.... kalau saya bawa agama... pasti banyak yang tersinggung... jadi
jangan buang tenaga lah untuk tersinggung... hehehe

        ----- Original Message ----- 

        From: Ambara, Gede Ngurah (KPC) <mailto:[EMAIL PROTECTED]>  

        To: bali@lp3b.or.id 

        Sent: Tuesday, October 02, 2007 11:07 AM

        Subject: [bali] mother-nature

         

        Mbak Asana...

         

        Toleransi dalam kehidupan sosial memang sangat diperlukan,
karena sesungguhnya manusia adalah mahkluk sosial..dan kalaupun misalnya
tidak ada, tidak pernah muncul agama-agama di muka bumi, maka toleransi
ini bisa tetap terjadi, karena manusia saling memerlukannya untuk
hidup/bertahan hidup...

        Tapi begitu menyangkut masalah-masalah yang subtle dari agama,
maka manusia dengan agama berbeda menjadi tidak bisa ketemu, karena
secara mendasar : Hindu, Buddha, Islam dan Kristen sangat berbeda...

        -          Islam/Kristen tidak mengenal Karma-reinkarnasi maupun
moksa (nirvana), tapi mengenal sorga...

        -          Hindu-buddha mengakui adanya hukum karma-reinkarnasi
dan menuju moksa (bersatunya Roh dengan Maha Roh: Tuhan) ...

        Hindu dan Budda menyatakan hidup ini bukan sekali, tapi ribuan
kali bahkan tidak terhitung kita pernah dilahirkan dalam tubuh yang
berbeda-beda..

        Menyadari bahwa hidup ini tidak hanya sekali maka orang
Hindu-budda melihat dunia ini dengan cara yang lebih bijaksana,
Hindu-budda cendrung lebih menyatu dengan alam, seimbang dengan alam,
jarang sekali ada orang Hindu merusak alam sekitarnya, karena mereka
percaya, alam adalah bagian integral dari dirinya, roh yang sama juga
terdapat pada tumbuhan dan hewan, sama seperti roh yang ada pada
manusia....

         

        ****P Ngurah mengarah ke perbedaan jadi kapan ketemunya? Karena
sorga ya pengertiannya persatuan antara kita dengan Tuhan kata lainnya
mungkin kehidupan kekal; jadi mungkin bahasanya yang berbeda....

         

        Sebalikya orang Islam/Kristen  menganggap bahwa tumbuhan/hewan
berbeda dengan pada manusia, sehingga agama-agama semitik (Islam,
Kristen, Yahudi) cendrung dengan mudah melakukan exploitasi terhadap
alam...namun sebenarnya pada kondisi sekarang, orang-orang Kristen/barat
mulai mengakui adanya peranan alam ini, sehingga sekarang ini bukan
hanya umat Hindu yang sering berkata : Ibu Bumi (Pertiwi) yang lagi
menderita, tapi orang-orang Barat juga berkata dengan terminolgi serupa
mereka menyebutnya sebagai : the Mother-nature is suffering, padahal
istilah mother-nature ini saya yakin tidak pernah muncul di Bible
(Injil)....

         

        **** Saya tidak berani YAKIN bahwa Mother Nature tidak muncul
dalam Bible - coba di telaah asal muasal istilah Mother Nature dalam
Wikipedia, agama agama baru itu melanjutkan agama kuno dengan proses
evolusi yang cukup panjang, jadi tidak valid lah kalau kita menilainya
melalui superioriti....bukankah yang superior adalah Tuhan?

         

        Sehingga konsepsi Veda bahwa : Alam semesta ini sesungguhnya
perwujudan dari Brahman (Tuhan) : sarwa-idam kalu Brahman, maka seluruh
alam semesta ini adalah suci menjadi dasar kuat bagi umat penganut Veda
(tidak mesti orang Hindu, tapi siapapun yang percaya Veda) untuk
senantiasa mengupayakan kelestarian alam...

         

        ***** Saya adalah pembaca Veda bukan penafsir... jadi mencoba
untuk melihat segala sesuatunya dengan pengetahuan dan nalar.....

         

        Orang-orang suci di Bali, para leluhur dari sebelum masa Mpu
Kuturan telah menggariskan konsep keseimbangan yang sempurna antara :
Manusia-Tuhan-Alam...

        Tri Hita Karana : Urip-pawongan-palemahan....

         

        *****Cantik ya  konsep di "Bali"... kita sekarang menghadapi
realita yang berbeda yang belum ada solusi nyatanya....

         

        Kalau menurut saya, dengan agama kita memang mesti serius (tidak
boleh setengah-setengah) karena bisa fatal. Suatu contoh, mantan raja
Buleleng: I Gusti Panji Tisna, yang pernah pindah menjadi Kristen
(sebelumnya beragama Hindu), akhirnya setelah meninggal, kehidupan di
alam sana tidak jelas (terkatung-katung), teman saya, masih keturunan
Panji Tisna, menuturkan bahwa sang roh Panji Tisna masuk ke salah satu
keluarga (kesurupan) meminta agar dibuatkan upacara pengabenan..
Keluarga Panji Tisna yang sebagian sudah Kristen menolak, karena mereka
tidak percaya, sang Roh Panji Tisna bercerita di alam sana, ia tidak
mendapat tempat, di tempatnya Kristen ditolak, sebaliknya di tempat
Hindu juga ditolak...akhirnya keluarga Panji Tisna yang masih Hindu
melakukan upacara pengabenan ini, agar roh Panji Tisna ini bisa
mendapatkan tempat yang layak di alam sana....

         

        *****Jadi Roh Panji Tisna sudah PASTI ya SEKARANG mendapatkan
tempat layak di alam sana.....apakah melalui proses cenayang makluk
luar-bumi bentara zaman baru (new age extraterestrial communicators),
saya perlu nomor HP nya kalau ada (becanda ya Pak);  wah kalau hal yang
begini saya kurang paham; apalagi kalau baca dan nonton di Discovery
sejarah para Firaun dari 3500 tahun lalu yang sampai sekarang pun masih
utuh dan sejarahnya jelas; nama, umur dan mereka tidak melalui proses
ngaben.

         

        Sehingga menurut saya, kita masing-masing dengan agama berbeda
sebaiknya serius di agama masing-masing, dan menjaga toleransi diantara
sesama umat beragama... karena Veda ternyata juga membuat
arahan/guidance yang serupa : salah satu sloka Bhagavadgita Tuhan
bersabda sbb

         "Jalan apapun yang engkau tempuh padaKU, berbakti sepenuhnya di
jalan itu, maka engkau akan mencapai Aku" 

         

        ***** Wah sama dengan yang tertulis di Al Q'uran dan Kitab
Injil; persis sekali lo.... apa yang nulis sama kali ya..... penerbitnya
yang berbeda.....

         

        Kehidupan saya di perantauan sejauh ini cukup nyaman, mungkin
karena jauh dari tempat-tempat yang potensial konflik tinggi seperti
Sampit, Kalteng...

        Namun sekarang ini yang cukup memprihatinkan adalah orang-orang
Dayak masuk (merusak) Taman Nasional Kutai, dengan dalih politis bahwa
mereka sampai sekarang terpinggirkan oleh kaum pendatang yang kebanyakan
suku Bugis, Jawa dlll..dengan tindakan ini mereka berharap bisa
diperhatikan dan bisa mendapatkan hak-hak politik mereka di pemerintahan
dan dewan perwakilan yang saat ini malah sebagian besar dikuasai oleh
pendatang...

         

        Pura di Balikpapan sekarang ini juga masalah, karena di
sebelahnya persis dibangun Gereja, umat Hindu protes sudah diajukan ke
wali-kota, namun mereka, orang-orang Kristen justru menantang balik,
mereka bilang, kalau kita tetap ribut maka mereka bisa saja bikin
seperti di Sampit dengan mengerahkan orang-orang Dayak...

        Menurut undang-undang aturannya sudah jelas, rumah ibadah yang
berbeda tidak boleh didirikan pada jarak kurang dari 200 meter satu sama
lain..nah Gereja ini jaraknya Cuma 1 meter dari Pura, langsung
berbatasan dengan tembok pura...

         

        **** Di BALI di NUSA DUA, mererot lo antara mesjid, vihara,
gereja dan pura..... dan OK OK saja semua; jadi saya rasa yang 'bler'
itu orang-orangnya ya... nggak ada hubungannya dengan agama, yang protes
sekelompok orang yang belum paham, agamanya sih ok saja......

         

        Pendapat saya ya P Ngurah cocok hidup di jaman sebelum Axial Age
dimana penggolongan menjadi cara kehidupan manusia ketika itu...
sedangkan kita yang hidup sekarang mencoba untuk menyederhanakan dan
meminimalisasi adanya penggolongan yang mencolok antar manusia hidup.

         

        Saya kutip: "Mengapa begitu besar perubahan terjadi selama jaman
Aksial yang seribu tahun itu?  Dalam kurun masa tersebut penduduk
bertambah dengan cepat dan senyampang dengan bertambahnya jumlah anggota
serta kerumitan masyarakat, agama-agama besar terpaksa menghadapi
masalah-masalah baru yang timbul.  Pada mulanya, agama Hindu dan Yahudi
menghadapi ketegangan-ketegangan sosial dalam lingkungan masyarakat
sendiri dengan menempatkan orang dalam berbagai penggolongan.
Penggolongan seperti PENAKLUK DAN TAKLUKAN, KAYA DAN MISKIN, menyebabkan
agama Hindu menerapkan sistem kasta.  Dalam Agama Yahudi golongan parisi
membedakan orang yang baik dari yang jahat.  Timbulnya agama Budha,
Kristen dan Islam adalah akibat gelombang reaksi penggolongan tersebut"
Donal B. Calne.

         

        Kita belajar dari sejarah ya P Ngurah supaya kita bisa membangun
masyarakat kedepan yang lebih berani because IT TAKES COURAGE TO BE A
HUMAN BEING....  and the Key is UNDERSTANDING.... 

         

         

         

        Suksme

        GNA 

         

         

        -----Original Message-----
        From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On
Behalf Of Asana Viebeke Lengkong
        Sent: Tuesday, October 02, 2007 10:05 AM
        To: bali@lp3b.or.id
        Subject: [bali] Re: Mahabaratha

         

        P Ngurah Ambara,

         

        Kalau sebatas ignorance yang di jabarkan oleh P Ngurah ini, ya
bagi saya agak sedikit terlalu sempit....   tapi kita tetap tidak bisa
berhenti ber-dialog jadi jangan pernah memberi perintah kepada orang
lain untuk menghentikan dialog hanya karena pendapat bahwa orang lain
kurang memiliki potensi untuk berbicara soal Mahabharata, karena sudah
ada ribuan tahun yang lalu.  Kita semua memiliki keterbatasan dalam
segala hal.

         

        Saya kecut sekali ketika membaca email Bapak terdahulu tentang
Mahabharata; saya jadi tidak ingin beragama, bayangkan saya ini hidup di
keluarga yang menganut multi agama, jadi pengertian serta toleransi di
tuntut mutlak oleh semua anggota keluarga dalam kesepakatan bahwa kita
boleh berbicara bebas dengan menggunakan nalar bebas juga ketika kita
melakukan kritik dan lainnya.  Karena tentunya ada hal lain juga yang
harus diperhatikan, moral dan etika dan banyak hal lagi.

         

        Ketika keluarga berkumpul kita membicarakan agama secara bebas;
saya ingat (masih umur 7 tahun) salah satu anggota keluarga sepuh bicara
soal Jaman Axial sekitar 500 sebelum masehi sampai 600 Masehi yang
disebut jaman renaisans agamawi.  Di jaman itu lahir kesemestaan dan
hidup sesudah mati terbuka bagi siapa saja yang melaksanakan kehidupan
yang baik (karma); gagasan hak-hak yang setara untuk bisa memasuki
kehidupan surgawi itu secara cepat sekali merambah ke berbagai budaya
seantero jagad.  Tapi sayangnya setiap agama punya pandangan yang beda
tentang yang di anggap sebagai kehidupan yang baik.  Banyak masalah
masalah agama ketika itu yang sangat rumit dan membingungkan yang
melatar belakangi terbangunnya Axial age itu dengan dogma-dogma agama
yang lebih sederhana dan juga terjadi reformasi sosial.

         

        Apakah kemudian ajaran Budha, Kristen, Islam tentang toleransi
itu sifatnya agamis atau politis?  tentunya untuk menerima gagasan bahwa
orang yang sakit, miskin, atau kaum minoritas, marjinal perlu mendapat
perhatian itu menjadi tugas yang bersifat agamis dan politis.
Agama-agama baru itu terbuka untuk semua orang karena para pemeluknya
diberikan kebebasan untuk dapat ikut serta dalam kegiatan agamawi dan
juga mendapatkan pengakuan terhadap kehidupan sosial mereka.

         

        Jadi, P Ngurah, ayolah berbagi dalam dialog terbuka dengan
menggunakan nalar yang bebas tanpa ada rasa benci, marah dan mari kita
buang syak wasangka.

         

        Kalau boleh saya bertanya; P Ngurah kan hidup di perantauan
antara Jakarta dan Kalimantan (maaf kalau salah); bagaimana hubungan P
Ngurah dengan orang lain dari budaya dan agama yang lain pula yang ada
di sekitar?  Nyamankan P Ngurah?  atau terganggu?  Bisa share nggak?

         

        Maaf kalau tidak berkenan.

         

        Vieb

                ----- Original Message ----- 

                From: Ambara, Gede Ngurah (KPC)
<mailto:[EMAIL PROTECTED]>  

                To: bali@lp3b.or.id 

                Sent: Monday, October 01, 2007 1:46 PM

                Subject: [bali] Mahabaratha

                 

                Ok Suksme Mbak Vieb atas info-nya..kejahatan yang dibuat
oleh manusia karena ignorance (ketidaktahuan) bahwa sang roh (atma)
berasal dari sang Maha-Roh (Maha-Purusa) yang sama ...dan bahwa sang roh
tidak bisa membunuh dan tidak bisa dibunuh, abadi, selalu sama (selalu
muda), bukan laki-laki bukan perempuan (ardanareswaria), tidak
terfikirkan (acintya), tidak dilahirkan (awyakta) dsb...sudahlah jadi
terlalu berat diskusi-nya he-he-he.....:)) 

                 

                Ok nanti kalau sempat saya akan baca Info Bali-post
ini...

                 

                Semoga damai selalu..suksme 

                 

                 

                 

Kirim email ke