Menjual Kemiskinan

Suatu hari, Anhar Setjadibrata, pemilik Hotel Tugu di Canggu, Bali,
menelepon saya. Katanya serius sekali, "Saya mau protes pada semua
kemewahan. Saya ingin menjual kemiskinan." Saya kaget. Menjual
kemiskinan? Anhar menyuruh saya datang ke Bali untuk menyaksikannya
sendiri. Ketika saya tiba di Bali, Anhar memperlihatkan sebuah
bangunan setengah jadi di sebelah Hotel Tugu. Lantainya semen,
arsitekturnya bergaya joglo. Tiang dan kusennya menggunakan kayu
bekas.

Di antara tiang, Anhar menaruh 10 arca putra Dewa Siwa dan Dewi
Parwati, sebelum dipenggal kepalanya dan menjadi Dewa Ganesha. Saat
itu sukar bagi saya mem-visual-kan maksud Anhar. Dengan senyum simpul,
ia menjelaskan, bangunan itu nantinya menjadi warung Tugu. Menunya
makanan Indonesia asli, disajikan dalam suasana pedesaan. Saya
diundang Anhar untuk pembukaan malam pertama. Kebetulan CNN akan
meliput Hotel Tugu.

Sepuluh hari kemudian, saya datang kembali. Hari itu, tanpa pidato dan
upacara, warung Tugu dibuka. Ketika saya masuk ke area warung Tugu,
saya terhenyak. Suasananya magis sekali. Di sekeliling kebun yang
membatasi warung Tugu, beberapa obor dinyalakan. Kobaran api dan
desiran angin malam di pantai Canggu menciptakan suara kolosal,
seperti napas para dewa.

Cahaya lampu teplok yang dipermainkan angin menciptakan siluet seperti
gadis Bali sedang menari. Suasananya mencekam dan romantis sekali. Di
salah satu ujung restoran, seorang peniup suling bambu memainkan
lagu-lagu rakyat Bali. Kadang melengking, kadang merendah. Kebetulan
malam itu Anhar mengundang Ni Cenik, penari lanjut usia keraton Bali
yang terkenal. la menyanyikan lagu-lagu rakyat Bali, diiringi suling.
Suara Ni Cenik yang berkarat dimakan usia terdengar puitis sekali.
Saya merasa berada di alam khayal, suasana desa tanah Jawa 300-400
tahun lalu.

Makan malam disajikan di atas piring tanah liat, dialasi daun pisang.
Lauknya makanan Indonesia pedesaan, seperti sambal tempe goreng kering
dan ikan teri kacang tanah. Yang paling mewah adalah ayam goreng.
Semuanya disajikan sederhana, menggunakan tampah bambu dan sendok
besar dari tempurung kelapa. Juru masaknya adalah Nyonya Sulastri,
wanita Jawa yang hanya bisa meracik masakan Indonesia asli. Ketika
selesai makan malam, kebetulan terjadi gerhana. Bulan purnama merah
berdarah. Kami seperti terhipnotis. Kami merasa dilahirkan kembali
menjadi dewa dewi.

Anhar Setjadibrata adalah mentor saya. Suatu saat kami pergi berdua ke
sebuah hotel mewah bergaya Eropa di Jakarta. la tampak sedih. Baginya,
kemewahan hotel itu sia-sia. Kalau uang sebanyak itu untuk membuat
hotel klasik bergaya Indonesia, pasti akan memancarkan keindahan yang
berbeda.

Kali ini saya belajar sesuatu yang baru dari Anhar. Warung Tugu adatah
gaya kesederhanaan yang asli, tidak pura-pura. Salah seorang kru CNN
mengatakan pada saya, selama enam hari di Bali, baru di warung inilah
mereka merasakan makan enak sesungguhnya. Makanan di tempat lain
kelihatan bersandiwara ingin memuaskan kaum turis. Anhar adalah
maestro yang berhasil menyajikan sesuatu yang sederhana dan proletar
menjadi sajian kontemporer yang puitis.

Kim Faulkner, Managing Director Interbrand di Singapura, menjelaskan
teorinya, suksesnya merek tergantung empat komponen: visi, misi,
kompetensi dan nilai inti atau core value.

Tak mudah mendalami nilai inti. Padahal nilai inti adalah roh sebuah
usaha bisnis. Dalam kasus warung Tugu, Anhar memperlihatkan nilai inti
sebuah usaha restoran, yaitu makanan Indonesia yang gurih dan lezat,
serta budaya yang membungkusnya.

Nilai inti adalah pijakkan penting. Seringkali menjadi elemen daya
saing paling strategis. Sewaktu bekerja di pasar swalayan, belasan
tahun talu, bos saya mengatakan bahwa bisnis pasar swalayan bukan soat
gedung mewah dan fasilitas modern. Nilai intinya adalah pelayanan. la
punya moto sederhana: "Semua pelanggan adalah raja". Moto ini ia
hayati betul hingga akhir hayatnya. Bagi saya, pengalaman ini adalah
pelajaran bisnis terpenting yang pernah saya dapat.

Tanpa nilai inti, kita cuma kepompong kosong.

Kafi Kurnia

Hangtuah Digital Library

--
Gde Wisnaya Wisna
Singaraja-Bali
Indonesia

--
Milis Diskusi Anggota LP3B Bali Indonesia.

Publikasi     : http://www.lp3b.or.id
Arsip         : http://bali.lp3b.or.id
Moderators    : <mailto: [EMAIL PROTECTED]>
Berlangganan  : <mailto: [EMAIL PROTECTED]>
Henti Langgan : <mailto: [EMAIL PROTECTED]>

Kirim email ke