Rabu, 09 Apr 2008,
>Bangga, Anak Ke-21 Tetap Lahir Normal
>
>Sehari Ibu Perkasa Itu Masak 5 Kg Beras
>DENPASAR - Hingga kemarin kondisi Halimah, wanita "perkasa" yang
>melahirkan anak ke-21 di Rumah Sakit (RS) Sanglah, Denpasar, Bali,
>dinyatakan sehat. Bahkan, ibu berusia 44 tahun itu sudah bisa berjalan
>dan menggendong sang anak, Maimunah, bayi berumur tiga hari yang lahir
>lewat persalinan normal pada Sabtu (5/4) lalu.
>
>"Alhamdulillah normal lagi. Beratnya 2,5 kilogram," kata Halimah
>tentang kelahiran anak ke-21 itu saat dijenguk Radar Bali (Grup Jawa
>Pos) di sal Bakung Timur RS Sanglah.
>
>Kenyataan bahwa bayi perempuan itu lahir normal dan lewat persalinan
>yang juga normal sangat membanggakan hati Halimah. Sebab, sejak
>kelahiran pertama, semua anaknya lahir normal lewat persalinan yang
>juga normal.
>
>Hanya, ketika ditanya apakah masih siap melahirkan anak urutan
>berikutnya (ke-22), wanita yang tinggal di Gatsu Barat, Karang Sari,
>Denpasar Barat, itu tak menjawab dengan tegas. Sebab, dia mengaku
>takut saat ditawari dokter ikut KB, apalagi operasi streril. Tapi, mau
>melahirkan lagi juga tidak ingin. "Sudah capek," katanya.
>
>Namun, sebagai istri yang memiliki suami dan tak mau ikut KB, Halimah
>sadar bahwa dia masih berisiko hamil lagi. Dengan kelahiran si bungsu
>berjenis kelamin wanita itu, komposisi sementara ke-21 anaknya adalah
>10 pria berbanding 11 perempuan.
>
>Godaan untuk melahirkan bayi ke-22 itu memang cukup besar. Sebab, ada
>calon "donatur" yang siap membiayai anak-anaknya hingga besar jika
>wanita itu bisa menggenapi anaknya menjadi 22. Namun, dokter yang
>menanganinya menganjurkan dia steril. Sebab, dengan kemampuan
>melahirkan tiap satu setengah tahun seperti selama ini, wanita
>bertubuh subur itu dikhawatirkan bisa beranak 30. "Saya cuma takut
>kalau disuruh steril," katanya enteng.
>
>Halimah sebenarnya sudah pernah ditulis koran ini pada Desember 2004,
>saat "baru" mau melahirkan anak ke-19. Kini, anak ke-19 itu berumur
>tiga tahun lebih dan sudah punya dua adik.
>
>Pasangan Halimah dan Mas'ud tinggal di rumah berpagar seng sederhana
>di Gang Karang Sari. Rumah itu tergolong kecil jika "disesaki" 20
>anaknya. Namun, pasangan yang bekerja sebagai tukang celup kain
>terkesan bisa menikmati.
>
>Meski hidup serba kekurangan, pasangan itu tak pernah mengeluh. Mereka
>menganggap anak banyak adalah kekayaan. Pasutri ini juga tak merelakan
>anaknya diadopsi orang. "Sudah banyak yang datang kepada kami untuk
>mengadopsi. Tapi, saya dan istri pasrah saja. Biarkan kami menjalani
>(hidup) ini apa adanya," kata Mas'ud kepada Radar Bali.
>
>Menghidupi 20 anak (sebelum kelahiran Maimunah) bukanlah perkara
>mudah. Dalam sehari Mas'ud dan istri harus menyiapkan 5 kilogram
>beras. "Paling berat beli susu. Saya beli dua kotak susu ukuran 300
>gram hanya bisa bertahan dua hari," kata Halimah.
>
>Dengan hidup gaya gali lubang tutup lubang, Halimah yang sedang hamil
>pun harus ikut memeras keringat untuk bisa memberi makan anaknya
>secara rutin. "Kalau beras nggak cukup, kita juga pernah bikin bubur
>saja biar rata kebagian," kenangnya.
>
>Namun, ada hikmah yang membuat pasangan ini tetap bersyukur:
>keluarganya selalu mendapat limpahan rezeki, termasuk kesehatan. "Kita
>bersyukur anak kita nggak aneh-aneh. Semua nurut. Termasuk saya,
>ibunya (Halimah), dan anak-anak nggak pernah sakit serius," jelas
>Mas'ud yang kini berusia 55 tahun itu.
>
>Menurut Halimah, dari 21 kelahiran anaknya, pengalaman terpahit yang
>dialami adalah saat melahirkan anak ke-12 di Jakarta yang diberi nama
>Romlah. Saat itu, dia merasakan antara hidup dan mati. "Saya sempat
>jadi tontonan. Dan, semua orang panik saat saya melahirkan Romlah di
>becak," katanya.
>
>Mengapa lahir di becak? Saat itu, dalam kondisi hamil tua, dia mencari
>suaminya yang diisukan serong dengan wanita lain di ibu kota. "Saya
>cari ke semua pelosok Jakarta sampai kesasar ke mana-mana. Ternyata
>itu tidak benar," tutur Halimah yang sejak itu memutuskan tak mau
>pisah dengan suami dan tinggal di Bali.
>
>Kelahiran yang istimewa juga terjadi pada anaknya yang ke-20. Sebab,
>pada hari yang sama, anaknya yang kelima, Ni'mah, juga melahirkan.
>"Saya malu, anak saya lahir bareng dengan cucu saya," katanya.
>
>Meski dia dan suami pontang-panting mencari rezeki untuk menghidupi 21
>mulut, Halimah menganggap mereka semua sebagai berkah. "Saat ini
>mungkin repot. Tapi, mudah-mudahan kelak mereka bisa hidup layak dan
>bisa mengangkat dan meringankan beban orang tua," katanya.
>
>Mas'ud mengakui, ada orang asing yang menjanjikan mengurus tuntas masa
>depan anaknya bila istrinya bisa melahirkan bayi ke-22. "Biaya
>persalinan hingga kuliah saat besar nanti ditanggung. Tapi, kami nggak
>tahu, ini yang ke-21 saja sudah berat," imbuhnya.
>
>Menurut Mas'ud, akhir-akhir ini dia juga sering dihubungi para artis
>ibu kota. "Mbak Dorce (Dorce Gamalama, Red) sudah pesan dan menelepon
>minta saya ke Jakarta. Tapi, saya nggak mau kalau cuma menginap
>sehari, capek bolak-balik dari sini Jakarta kalau hanya sehari,"
>katanya.(pra/jpnn/el)
>
>===
>http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=335180
>===
>
>Kamis, 10 Apr 2008
>Ketika "Keluarga Kelinci" Mas'ud-Halimah Ditraktir Belanja di Supermarket
>
>"Seumur hidup baru kali ini saya masuk supermarket. Saya sungguh
>berterima kasih," ujar Halimah, wanita "perkasa" yang melahirkan 21
>anak ketika ditraktir Radar Bali (Jawa Pos Group) makan dan
>borong-borong sembako di supermarket Tiara Gatsu, Jalan Gatsu Barat,
>kemarin pagi. Bagaimana reaksi keluarga ini ketika masuk pasar serba
>ada itu?
>
>GUSTI ARDITA-DIDIK PRAPTONO, Denpasar
>---
>
>PAGI pukul 08.00 kemarin keluarga besar pasangan Mas'ud dan Halimah
>sudah mandi dan berpakaian rapi. Mas'ud, lelaki yang telah memberi
>Halimah 21 anak itu bahkan sudah meletakkan alat cetak batiknya. Dua
>anaknya yang remaja juga sudah ringkas-ringkas.
>
>Pagi itu Mas'ud memang "dipaksa" libur karena akan diajak belanja ke
>supermarket. Tiga anaknya yang masih balita begitu nurut ketika
>disuruh berpakaian. Hanya Halimah yang masih tampak lusuh. Dia masih
>pakai kain karena ragu bisa ikut. Maklum, bayinya yang baru berumur
>tiga hari (sekarang empat hari), sedang tertidur pulas. Namun setelah
>ditunggu setengah jam, Halimah akhirnya menyatakan ikut dan mengajak
>serta bayinya yang masih merah itu.
>
>Dua buah mobil siap mengangkut keluarga besar, yang menurut Mas'ud
>mereka mirip "keluarga kelinci", menuju supermarket yang sebenarnya
>tidak jauh dari rumahnya. Yang diajak berangkat kemarin hanya enam
>anak dari tujuh anak yang berada di Denpasar, Bali. Satu anak lelaki
>ditinggal di rumah untuk menjaga kain batik yang mereka jemur di
>pinggir jalan. "Saya mimpi apa semalam. Saya kok merasa sangat
>tersanjung hari ini. Keluarga saya merepotkan Bapak-bapak saja," ujar
>Mas'ud kepada rombongan Radar Bali yang menjemputnya, sesaat sebelum
>berangkat.
>
>Dalam perjalanan ke supermarket, si kecil Sabrina (anak ke-19) terus
>bertanya kepada bapaknya. "Mau diajak kemana kita Pa?" Tanya si kecil.
>Ayahnya menjawab mau pergi beli mainan dan susu. Sontak si kecil
>kegirangan. Pertanyaan yang sama juga dilontarkan Sabrina ketika
>sampai di supermarket. Bagitu masuk areal parkir bawah tanah, si kecil
>kembali tanya "apakah beli mainannya di tempat gelap seperti ini?"
>
>Keluarga kelinci ini baru tampak sumringah ketika masuk ke restoran
>siap saji lantai pertama supermarket tersebut. Dari wajahnya,
>putra-putri Mas'ud dan Halimah tampak sangat bahagia. Mereka pun
>kemudian duduk berderet di bangku panjang sambil matanya terus menatap
>ke sekeliling yang dipenuhi makanan. Ketika ditanya mau makan apa?
>Halimah langsung memotong. "Ini halal nggak," tandasnya. Halimah
>sendiri tak mau makan karena mengaku sudah sarapan. Hal itu ternyata
>diikuti yang lainnya, termasuk Mas'ud. Mereka hanya minta kue dan
>minuman.
>
>Belum habis kue dan minuman mereka masing-masing, tiga anak Halimah
>yang balita; Zubaidah (anak ke-18); Sabrina (ke-19) dan Rika (ke-20),
>berlarian di sela-sela meja. Mereka sangat kegirangan. Ketiganya pun
>kemudian diajak naik kuda-kudaan listrik yang bisa ditunggangi
>mengitari areal restoran tersebut. Ketiganya terus menebar tawa. Para
>pengunjung dan pelayan restoran juga dibuat terbengong-bengong begitu
>mengetahui yang sedang memenuhi restoran itu adalah keluarga dengan
>rekor anak 21 tersebut.
>
>Yang menarik, Mas'ud dan Halimah tak tampak risih ketika ditonton oleh
>pengunjung supermarket tersebut. "Saya dan istri sudah terbiasa. Anak
>saya yang besar sempat mengaku malu terus punya adik. Namun setelah
>saya kasih pengertian, mereka akhirnya memaklumi," jelas Mas'ud.
>Baginya, anak adalah titipan Tuhan yang harus disyukuri. Dan dia pun
>mengaku belum punya rencana stop "memproduksi" anak. "Kalau Tuhan
>kembali kasih, saya syukuri lagi," tandas lelaki 55 tahun asal
>Pekalongan tersebut.
>
>Selesai makan kue dan minum teh, keluarga ini kemudian diajak
>borong-borong sembako. Saat jalan menuju areal pasar swalayan yang
>berada di sebelah restoran, keluarga ini kembali jadi tontonan. Namun
>Halimah justru terharu. Dari matanya keluar buliran air. Halimah
>mengaku tak tahu harus bilang apa ketika melihat begitu banyak barang
>kebutuhan sehari-hari. Anak lelakinya langsung mengambil troli dan dia
>dorong menyusuri lorong rak barang. Saat itulah si kecil Sabrina dan
>kedua adiknya kembali bergembira. Empat pak susu 300 gram mereka
>ambil. "Ini susu adik, untuk saya nanti saja ngambil," ujarnya girang.
>
>Satu troli dalam sekejap penuh berisi susu, mie instan, sabun, minyak
>bayi, popok, odol, dan minyak rambut.
>
>Sebuah troli lagi diambil oleh Mustajabatun (anak ke-7) yang sudah
>remaja. Dia kemudian mengambil krupuk mentah, sabun mandi, gula pasir,
>kopi dan beras. Troli ini pun penuh sesak hingga barang di atas nyaris
>jatuh. Troli ketiga diambil sang bapak, Mas'ud. Troli terakhir ini dia
>penuhi dengan minyak goreng, rokok dan sandal karet untuk 21 anaknya.
>Tak lupa, dia juga membelikan ketiga anak balintanya mainan. Ketiga
>troli itu kemudian mereka dorong menuju kasir. Saat inilah keluarga
>tersebut kembali jadi pusat perhatian. Saking banyaknya belanjaan hari
>itu, atrean di kasir menjadi panjang.
>
>Barang belanjaan mereka dibungkus dalam lima kardus besar. Keluarga
>kelinci ini kemudian kembali diantar ke rumahnya di sebuah komplek
>perumahan elite, namun rumah Mas'ud hanya berdinding gedek dan beratap
>seng yang di sana-sini sudah bocor. "Saya kontrak tanah disini, per
>tahun Rp 800 ribu. Walau tetangga semuanya orang gede (mampu) namun
>mereka semua baik pada saya. Yang punya warung di sebelah bahkan
>sering saya utangi berbulan-bulan," jelas Mas'ud ketika tiba kembali
>di rumahnya. Sementara ketujuh anaknya langsung berebut membuka kardus
>untuk mengambil barang. ***

Kirim email ke