Memilih Buku Bergizi untuk Anak www.Hidayatullah.com Banyak buku yang mengesankan. Mengingat begitu kuatnya pengaruh buku-lebih-lebih pada masa kanak-kanak-maka penting sekali kita perhatikan nilai gizi buku untuk anak-anak. Ibarat makanan, kandungan gizinya sangat mempengaruhi cara berpikir, bersikap, dan bertindak.
Usia kanak-kanak merupakan masa paling strategis untuk membangun fondasi kepribadian, termasuk di dalamnya fondasi paradigma berpikir, bersikap, dan bertindak. Pada masa ini pula kepekaan emosi anak sangat efektif untuk diasah atau justru ditumpulkan. Kalau David Shenk menggambarkan sebagian besar informasi yang beredar di era informasi sekarang ini sebagai kotoran dan buangan seperti tercermin dalam bukunya, Data Smog (Kotoran Data); dan kotoran itu menyebabkan kita mengalami brain meltdown (penurunan kemampuan otak), maka bagaimana lagi jika anak-anak yang-ibarat komputer-operating system-nya belum terbangun kokoh? Sama seperti bayi yang perlu dilindungi dengan makanan terbaik berupa ASI, anak-anak kita yang masih lucu-lucunya itu juga perlu dilindungi kesehatan pikiran dan mentalnya dengan hanya memberi bacaan bergizi. Dengan begitu mereka akan memiliki kekuatan yang kokoh, imunitas yang tangguh, dan rangsangan berpikir maupun mental yang kaya. Buku bergizi berbeda dengan buku menarik. Sekadar menarik tidak cukup sebagai alasan untuk memilihnya buat anak. Tetapi buku bergizi yang tidak menarik juga sulit membuat anak bergairah membacanya, kecuali kalau orangtua menunjukkan antusiasme yang besar atau anak memang sudah gila membaca. Pada sebagian buku yang benar-benar bergizi, baik tulisan maupun ilustrasi benar-benar merangsang pikiran, perasaan, dan imajinasi anak. Menimbang Gizi Pertama, perhatikan kesesuaian buku dengan anak. Sue Bredekamp sangat menekankan aspek kesesuaian ini untuk memperoleh hasil yang maksimal. Anak benar-benar menyerap manfaat yang besar tanpa harus merasa terbebani. Kesesuaian (appropriateness) mencakup usia dan individual. Saya tidak hendak mendiskusikan terlalu jauh tentang kesesuaian individual. Saya hanya ingin menekankan bahwa setiap buku anak seharusnya sesuai dengan tahap perkembangan usia yang menjadi bidikan buku tersebut. Tampaknya, masih banyak penerbit yang belum mampu membidik umur sasaran dengan baik. Bayangkan, ada buku anak yang ditujukan untuk anak TK hingga SD kelas enam. Ini luar biasa (luar biasa mengherankan!). Padahal karakteristik perkembangan di rentang usia itu sangat beragam dan benar-benar berbeda. Kedua, daya rangsang buku untuk memantik gagasan-gagasan segar pada anak, baik yang secara langsung ditulis atau tidak. Sering saya jumpai buku-buku anak yang pesan permukaannya (surface message) bagus, tetapi di dalamnya (inner message) buruk. Sekilas isinya bergizi, tetapi tanpa disadari--kadang penulisnya pun tak sadar)--memantik gagasan buruk pada anak (inspiring bad). Ketiga, kekuatan gagasan dan alur cerita. Ilustrasi yang bagus akan sangat menunjang kuatnya alur yang disusun penulisnya. Gagasan yang kuat dan memiliki pijakan yang mampu membangun visi anak akan lebih bertenaga apabila disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan hidup. Kekuatan bahasa inilah pertimbangan keempat dalam menakar gizi buku anak. (Muhammad Fauzil Adhim) M. Tri Agustiyadi