Tim Medis Dilarang Lakukan Sunat Perempuan 
 
JAKARTA (Media): Departemen Kesehatan (Depkes) RI akan mengeluarkan peraturan 
Menteri Kesehatan (Permenkes) yang berisi larangan terhadap petugas kesehatan 
melaksanakan sunat pada perempuan. Pasalnya, tidak ada manfaat yang bisa 
diperoleh dari sunat pada perempuan, sebaliknya tindakan tersebut justru 
berpotensi mendatangkan kerugian serta termasuk dalam pelanggaran hak asasi 
manusia (HAM).

Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Dirjen 
Binkesmas) Depkes RI, Prof Azrul Azwar, pada lokakarya bertema Pencegahan dan 
penanganan kekerasan terhadap perempuan berkaitan dengan praktik sunat 
perempuan, yang digelar di Jakarta, Selasa (31/5) hingga kemarin.

''Tidak seperti sunat laki-laki, sunat pada perempuan terbukti tidak membawa 
manfaat, tidak didukung dasar agama secara kuat, dan cenderung melanggar hak 
asasi manusia karena prosesnya menyakitkan dan dilakukan pada anak-anak yang 
belum bisa dimintai persetujuannya,'' ujar Azrul.

Selain berisi larangan terhadap tenaga kesehatan melakukan praktik sunat 
perempuan, menurut Azrul, permenkes nanti juga akan memuat larangan pelaksanaan 
praktik sunat perempuan pada sarana-sarana penyedia layanan kesehatan, serta 
berisi kewajiban bagi tenaga kesehatan untuk menyosialisasikan informasi yang 
benar mengenai sunat perempuan yang tidak membawa manfaat dan cenderung 
berbahaya.

''Sunat perempuan erat kaitannya dengan tradisi dan budaya dalam masyarakat. 
Sosialisasi dampak buruk sunat diharapkan dapat mengikis tradisi tadi,'' imbuh 
Azrul.

Pada kesempatan sama, dr George Adriaansz, Wakil Ketua II Persatuan Obstetri 
dan Ginekologi Indonesia (POGI) mengatakan, tindakan sunat pada perempuan jika 
dilakukan tidak hati-hati dapat berdampak pada terpotongnya sebagian atau 
seluruh klitoris. ''Rusaknya klitoris bisa berdampak pada kesulitan perempuan 
untuk mencapai kepuasan saat berhubungan seksual (orgasme),'' ujar George.

Hal yang lebih berbahaya, lanjut spesialis kandungan dan kebidanan ini, jika 
proses sunat menggunakan alat-alat yang tidak steril dapat menimbulkan infeksi.

Sementara ditinjau dari sisi agama Islam, Direktur Urusan Agama Islam 
Departemen Agama Muzakir mengatakan ada berbagai penafsiran dalam masyarakat 
mengenai sunat perempuan. Ada golongan yang meyakininya wajib, sunah (berpahala 
bila dilaksanakan namun tidak berdosa jika ditinggalkan), dan mubah (boleh 
dilaksanakan tanpa membawa konsekuensi dosa maupun pahala).

''Karena itu, Depag memberi kebebasan pada masyarakat untuk memilih hukum sunat 
perempuan sesuai keyakinannya masing-masing,'' ujarnya kemarin.

Sementara tiga tokoh agama, yakni Dr Ahmad Lutfi Fathullah dari Lembaga Kajian 
Penelitian dan Pengkajian al-Qur'an dan Hadis, Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid 
dari Yayasan Puan Amal Hayati, dan Dr Hamamh Suratno dari LSM Aisyiah mengambil 
kesimpulan hukum sunat bagi laki-laki muslim adalah wajib sedangkan bagi 
perempuan adalah mubah.(Nik/H-1).

MT  Agustiyadi
Divisi Kepatuhan BNI
Gd. BNI lt. 10 Telp. 5728569 
Email : [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke