Etika Eropa Mirip Etika di Zaman Umar bin Khattab Kesan-kesan pasangan Khadijah-Andi Supandi di Jerman
bari muchtar 15-04-2008 Dengankan wawancara dengan Khadijah dan Andi Supandi <http://download.omroep.nl/rnw/smac/cms/id_mmkhadijah_20080415_44_1kHz.mp3> *Kalau orang pertama kali datang ke Eropa atau ke negara maju seperti Jerman, biasanya kesannya sangat mendalam. Itulah yang dialami ibu Khadijah dan suaminya Andi Supandi dari Cimahi. Menurut mereka, Jerman disiplin, teratur dan rapi. Benarkah tidak ada cacatnya sama sekali? * *Etika Islam *Pasangan pensiunan ini datang ke Jerman untuk mengunjungi anak dan cucu mereka di [image: khadijah250.jpg]Hamburg. Mereka berada di sana di musim dingin, di seputar bulan November 2007 sampai dengan Februari 2008. Ibu Khadijah menilai pemerintah di negara-negara Eropa seperti Jerman mirip dengan pemerintahan di zaman khalifah Umar bin Khattab, yang mengayomi rakyat kecil. "Yaitu sayang sama masyarakatnya. Kesejahteraan diperhatikan oleh pemerintah, "katanya. Contoh lain orang Jerman disiplin dan suka antri. Semua orang mengembalikan troli kalau selesai menggunakanya di super market. Ini, menurut Ibu Khadijah, adalah etika Islam. Orang Jerman juga ramah, karena mereka suka menyapa kalau ketemu di bis misalnya. "Dia bilang *Guten morgen* (Selamat Pagi,red)," kata ibu Khadijah meniru ucapan orang Jerman. Selain itu orang Jerman itu darmawan. Ini terbukti antara lain dari kegiatan sekolah tempat cucunya belajar. Mereka menggelar semacam bazar untuk mengumpulkan dana membantu orang miskin di Afrika. Kota Hamburg sangat bersih. Pada saat pemilihan umum, pemasangan pamflet teratur. Orang tidak sembarangan membuang sampah. Saat merayakan tahun baru, meski banyak orang memasang petasan, tapi semua berjalan aman dan lancar. Memang ada yang terlalu banyak minum dan mabuk, tapi mereka tidak mengacau. "Ada satu dua kayaknya yang nggak biasa minum kelihatan ada yang muntah. Tapi nggak banyak. Cuma kelihatannya seorang, "tuturnya. *Multikultural *Menariknya orang yang berkumpul ramai-ramai di malam tahun baru itu terdiri dari bermacam ras dan suku. Selain orang Jerman sendiri, banyak orang asing terutama orang Turki dan juga orang Asia seperti dari Indonesia, dan juga dari Afrika. "Mereka campur aja. Tapi akur-akur saja. Nggak ada kekerasan, "tandasnya. Mereka saling ucapkan selamat tahun baru. "Happy New Year bilang mereka ke kita, "katanya meniru. Melihat kebersihan di Hamburg, ibu Khadijah gemes ingin menerapkan sistem itu di Indonesia, terutama di Cimahi. Yang paling mengesakannya adalah ketika turun salju. Selain itu mereka juga terharu dengan gedung parlemen, yang mereka kunjungi. Berkunung ke *Rathaus *itu terasa biasa saja. Meski harus membayar uang masuk dan ditemani pemandu, tapi orang bebas saja berkeliling. Tidak ada rasa ngeri dan berjarak seperti kesan rakyat Indonesia dengan Senayan. "Malah di Indonesia kami belum pernah datang ke Senayan, " katanya merujuk gedung DPR dan MPR di Jakarta. Polisi tidak mencolok seperti di negara-negara lain kayak di Indonesia. Sistem kendaraan umum juga sangat rapi. Orang bisa membeli karcis yang berlaku satu hari dan bisa ke mana-mana naik kendaraan umum di dalam kota. Kendaraan umum berangkat dan tiba tepat waktu dan berhenti pada halte-halte yang telah ditentukan. Jadwalnya bisa dicari di internet. Tempat dan waktu naik dan turun kendaraan sudah jelas. "Jadi kita tidak perlu teriak kiri-kiri, "ibu Khadijah bercerita. Andi Supandi, suami ibu Khadijah, kagum dengan keterpaduan angkutan umum baik di dalam kota maupun antar kota. Ia memuji toleransi penumpang dan perlakuan terhadap penyandang cacad. Sistem asuransi Jerman juga dipujinya. "Bila ada orang jatuh di depan rumah kita, pengobatannya harus ditanggung, "katanya. *Kebebasan beragama *Di Hamburg ada Islamic Center dan banyak juga mesjid. Kesannya rumah-rumah ibadah di Hamburg tidak menonjol. Gedung-gedung tidak berbeda dengan rumah penduduk. Jerman menjamin kebebasan beragama. "Kita dalam melaksanakan ibadah seperti sholat Jumat, bebas saja, "katanya. Toko-toko di Hamburg aman-aman saja, meski barangnya dipajang di luar. "Peminat itu langsung saja bisa mengambil (barang,red) dan langsung membayar di dalam, "katanya. Para pedagang juga patuh aturan. "Tidak ada yang jual asongan. Pedagang kaki lima nggak ada. Itu karena ada jaminan sosial" Penganggur di Jerman diberi tunjangan. Meski demikian, tandas Andi, mereka tidak malas. "Karena telah mendapat jaminan dan diawasi pemerintah, mereka tidak main-main, "katanya. Ditanya tentang kesan negatif, baik ibu Khadijah maupun pak Andi, tidak bisa menyebutkannya secara kongkret. Tapi mereka merasa aneh melihat pergaulan bebas orang Jerman, terutama para remajanya. citation: http://www.ranesi.nl/tema/masyarakat/Pengalaman_Khadijah15042008 [Non-text portions of this message have been removed]