Dinilai Mengandung Filosofis Suara Rakyat
SURILI, Maskot Baru Fauna Jabar

Para ahli lingkungan sepakat, maskot atau identitas flora (tumbuhan)
dan fauna (hewan) sangat penting dalam usaha-usaha pelestarian alam
dan lingkungan. "Simbol satwa dan tumbuhan memang menunjang sekali
dalam upaya konservasi," kata Prof. Dr. Hadi S. AliKodra, pakar
lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Dia mengungkapkan hal itu saat menjadi pembicara pada Dialog Identitas
Fauna jawa Barat yang diselenggarakan Badan Pengendalian Lingkungan
Hidup Daerah (BPLHD) di Asia Africa Cultural Centre (AACC) Bandung,
beberapa waktu lalu. Dengan adanya sim­bol atau maskot, menurut AM
Kodra, masyarakat punya sesuatu yang harus dijaga dan dilestarikan
secara bersama. "ini akan men­dorong masyarakat berperan aktif menjaga
dan memelihara ke­kayaan alam di ling­kungan sekitarnya karena flora
atau fauna yang menjadi maskotnya me­rupakan bagian dan alam
lingkungan," ujarnya lagi.

Pada gilirannya, masyarakat pun akan menyadari bahwa dia juga tidak
bisa dipisahkan dengan alam. Pemerintah Provinsi Jabar pun menyadari
hal itu. Berdasarkan Keputusan Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat No.
001/5K 11 36-BLH/1 994 tentang Penetapan Identitas Flora dan Fauna
Provinsi Jawa Barat, ditetapkan maskot atau identitas flora dan fauna
Provinsi Jabar. lJntuk flora maskotnya adalah gandaria
(boueamacrophylla grill) dan untuk fauna badak Jawa (rhinoceros
sondaicus desmaere) yang hidup di Cagar Alam Ujungkulon. "Sehubungan
dengan terbentuknya Provinsi Banten, Jawa Barat tidak memiliki lagi
identitas fauna," kata Lex Laksamana, Kepala BPLHDJabar.

Lex menyebutkan Jawa Barat perlu menetapkan identitas baru fauna.
"Maskot floranya tetap gandaria, tidak diubah," ujarnya. Menurut Lex,
identitas fauna jabar ini diambil dari fauna khas Jawa Barat dan
menjadi kebanggaan masyarakat. "Identitas fauna hendaknya menjadi
sumber inspirasi dan pendorong bagi kita semua dalam menjaga,
memelihara serta meningkatkan kualitas alam dan lingkungan," kata Lex
lagi.

Guna menetapkan maskot fauna, BPLHD berkali-­kali melakukan dialog
dengan ahli ling­kungan, aktivis lingkungan, pers, tokoh masyarakat,
dan budayawan Sunda. "Kami tidak bisa memutuskan sendiri, tetapi harus
berdasar­kan kesepakatan bersama," lanjut Lex, hanya memfasi­litasi
dialog. "Apa den­titas fauna Jawa Barat sepenuhnya bergan­tung pada
hasil kese­pakatan."

Dalam menentu­kan maskot baru fauna Jawa Barat, dalam kacamata Hidayat
Suryalaga, budayawan Sunda yang juga beke­rja di Lembaga Kebuda­yaan
Universitas Pasun­dan (Unpas) Bandung, setidaknya ada tiga syarat yang
harus diperhatikan. Ketiga syarat itu berdasarkan kajian ilmiah,
kajian mitos, kepercayaan masyarakat tradi­sional, filosofi dan kajian
estetika. "Dalam kajian ilmiah, maskot fauna harus benar-benar hewan
yang ada di Jawa Barat dan masih hidup," tandasnya.

Setelah itu, kemudian dikaji dan segi mitos, kepercayaan tradisional
dan filosofinya. "Fauna yang dijadikan identitas harus mengandung
filosofis, bahkan filosofis tersebut idealnya berkaitan erat dengan
budaya masyarakat, dalam hal mi masyarakatiawa Barat," kata Hidayat.

Dia mencontohkan, maungsancang yang dimaknai sebagai kesetiaan
masyarakat terhadap pemimpinnya. "Contoh lain, jalak harupat yang
dimaknai sebagai kepandaian berbicara, luwes, indah, terampil, dan
bersahabat," kata Hidayat lagi.

Selain mengandung filosofls, lanjut dia, maskot atau ikon fauna pun
harus memenuhi syarat estetika. Fauna yang dijadikan maskot tidak
hanya harus indah dan enak dipandang, tetapi menimbulkan rasa sesuatu
bagi yang melihatnya. "Misalnya bangga, senang, gembira, bisa
memaknainya, bahkan menimbulkan perubahan kepada orang yang
melihatnya, estetis tidak selalu mesti indah," ujarnya.

Ketiga syarat itu, bagi Hidayat, harus dipenuhi dalam menentukan ikon
fauna jawa Barat. Dan beberapa pertemuan, dengan mempertimbangkan
syarat-syarat tadi dihasilkan tiga fauna yang menjadi nominasi
identitas fauna Jawa Barat. Tiga fauna tu adalah elang jawa (spizaetus
bartelsi), owa jawa (hylobates moloch), dan SURILI (presbytis comata).

Dan ketiga nominasi tersebut, yang dapat dianggap binatang khas Jawa
Barat adalah SURILI. Di luar Jabar, SURILI hanya terdapat di Gunung
Slamet. Elang jawa penyebarannya diseluruh pulau Jawa dan owa terdapat
di daerah Tawa Tengah. Berdasarkan hal itulah, dalam Dialog ldentitas
Fauna Jawa Barat, Selasa (23/9) lalu yang dihadiri ahli lingkungan,
aktifis lingkungan, budayawan Sunda, wakil perguruan tinggi, dan
lain-lain, disepakati maskot baru fauna Jawa Barata dalah SURILI.

Hidayat Suryalaga menyebutkan bahwa SURILI dapat dimaknai sebagai
suara atau pendapat rakyat. "Hal tu tergambar dalam cenita pantun
'Lutung Kasarung' ketika Guru Minda dan kahyangan diturunkan ditengah
hutan negara Pasin Batang Anu Girang, disambut sukacita oleh SURILI
sareuni," ujar Hidayat.

Diceritakan SURILI sareuni, tingguntayang, barungah mapag putra Sunan
Gunung Ambu anu Lungsur ka marcapada (SURILI kegirangan,
bergelantungan merasa bahagia menyambut kehadiran Putra Sunan Ambu
yang turun ke dunia). "berbeda dengan waktu Aki Panyumpit mencari
binatang buruan, SURILI tidak mendengarkan suaranya karena ketakutan,"
kata Hidayat. Menurutnya, kedua kejadian itu dapat dimaknai bahwa bila
rakyat kecil bersuara hal itu menandakan rakyat dihinggapi rasa
ketakutan.

Menurut Kepala bidang Keanekaragaman Hayati (Kejiati) BPLHD jabar yang
juta Ketua Tim Perumus Penentuan Identitas Fauna Jawa Barat Ir. Prima
Mayaningtyas dalam waktu dekat pihaknya akan menghadap Gubernuri Jabar
agar SURILI ditetapkan menjadi maskot fauna Jawa Barat lnsya Allah
tidak akan ada perubahan karena telah didukung oleh semua pihak dan
kalangan, tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), ahli
lingkungan, aktivis lingkungan, budayawan, perguruan tinggi, serta
lainnya, katanya". (Sumber Majalah Surili Dinas Kehutanan Jabar)

citation: http://www.bplhdjabar.go.id/kategori/kehati/add_kehati.cfm?doc_id=120

Kirim email ke