Aslan Abidin
<http://penerbitininnawa.files.wordpress.com/2008/05/copy-of-sampul-kema\
luan-dari-timur1.jpg>   | Bahaya Laten Malam Pengantin | Penerbit
Ininnawa, Juni 2008 | 114+xv hlm |



komentar para pembaca mengenai sajak Aslan Abidin:

Di tengah banjir karya yang merayakan seksualitas sekadar untuk sensasi,
bagi saya puisi-puisi Aslan Abidin terasa sangat menyegarkan. Berbeda
dengan kebanyakan karya sastra lain maupun bacaan populer di Indonesia,
karya Aslan tidak menyampaikan nilai moral tunggal, entah pesan bahwa
seksualitas harus dibebaskan, atau sebaliknya harus dikekang. Dalam
puisi Aslan, seksualitas dipersoalkan sebagai salah satu kekuatan dasar
kehidupan manusia yang berpengaruh bukan hanya dalam percintaan dan
hubungan intim, tapi juga misalnya di ranah pendidikan, politik, dan
bahkan agama sekalipun.

Bahwa tidak ada pesan moral yang tunggal dalam puisi Aslan bukan berarti
tidak ada sikap kritis, juga tidak berarti bahwa moral tidak menjadi
persoalan. Pluralitas nilai moral dan perilaku seksual yang ada dalam
masyarakat ditanggapi tanpa merepresi segala ambiguitas dan rasa tidak
nyaman yang ditimbulkan oleh pluralitas itu. Misalnya dalam puisi
"Homme Statue" konstruksi gender yang dominan dicairkan lewat
dialog mengenai sebuah patung pemain sepak bola (imaji laki-laki yang
mainstream) yang ternyata mirip waria. Tapi pada waktu yang sama
pilihan-kata pada bait terakhir puisi tersebut, yang menceritakan
bagaimana seorang waria "menawarkan duburnya untuk mencekik kemaluan
kami", mengekspresikan rasa tidak nyaman sang aku-liris menghadapi
orang dengan orientasi seksual yang berbeda. Dengan kata lain,
representasi seksualitas dan imaji gender dalam puisi Aslan bersifat
kritis, tapi tidak menjadi "sok toleran" atau "sok
terbuka". (Katrin Bandel, kritikus sastra)

Untaian sajak Aslan yang dibuat sepanjang 13 tahun ini, mungkin terasa
bagai gulungan benang gelasan: tajam, lengket, meliuk. Di ujung gelasan
yang tak selalu halus dan bisa jenaka itu, layangan-sobek-kemanusiaan
bergelut resah menahan deru angin-buruk-sejarah.
(Nirwan A Arsuka, budayawan)

Ciri puisi Aslan: dia berterus-terang. Ia ingin mengejutkan para hadiran
dan pembaca-pembaca. Dia mau merebut perhatian penuh kita! (Ian
Campbell, Periset Keindonesiaan)

Saya bertemu Aslan Abidin lewat sajaknya di sebuah surat kabar mingguan.
Sajak itu "Lirisme Buah Apel yang Jatuh ke Bumi" langsung saya
sukai, beberapa kali saya bacakan untuk istri saya, juga di panggung
resitasi puisi. Sajak itu menunjukkan keterampilan Aslan sebagai penyair
mengolah kisah masyhur Newton yang dijatuhi buah apel lantas ia
terpercik gagasan merumuskan teori gravitasi. Di tangannya kisah itu
setara dengan legenda, hikayat, atau dongeng, yang sudah sering digarap
oleh penyair lain. Aslan lalu menggabungkannya dengan melankolia
percintaan, dan hasilnya adalah sebuah sajak liris yang unik dan sangat
manis. Nyaris tidak pernah ada penyair Indonesia lain yang masuk dan
berhasil bermain-main dengan asyik di wilayah itu. Keasyikan yang sama
dengan kadar yang berbeda saya temukan juga pada sajak lain di buku ini.
(Hasan Aspahani, penyair cum wartawan, pengelola blog Sejuta Puisi
www.sejuta-puisi.blogspot.com <http://www.sejuta-puisi.blogspot.com/> )



Buku kumpulan Sajak Bahaya Laten Malam Pengantin dapat diperoleh di
Penerbit Ininnawa Jl. Perintis Kemerdekaan Km 9 No 76 (Depan Showroom
Mercedes Benz) Tamalanrea, Makassar atau pemesanan via atau sms ke
(0411) 2357627 atau [EMAIL PROTECTED]



Kirim email ke