Wah, saya baru tahu soal ini. Maklum lahir belakangan.

 

JadiAsimilasiitu waktu jaman dulu hanya kata lain dari anti-komunis, sedangkanIntegrasijuga Cuma kata lain dari pro-komunis?

 

Jadi kemaren dolo ributin asimilasi itu apa, dan integrasi itu bagaimana sama aja tebak-tebakanpepesan kosong isinya apa”, begitu donk? Hehehhe, jadi merasa bodoh nih…………………..

 

 

-----Original Message-----
From: Akhmad Bukhari Saleh [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, August 25, 2005 10:50 PM
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: Asimilasi? Integrasi? KengPo? SinPo? (Re: [budaya_tionghua] Re: Mengantar Kepergian Almarhum Mayor Laut K Sindhunata)

 

 

----- Original Message -----

Sent: Thursday, 25 August, 2005 20:44

Subject: RE: [budaya_tionghua] Re: Mengantar Kepergian Almarhum Mayor Laut K Sindhunata

 

Idee asimilasi adalah gagasan KOTI sewaktu  masa pancaroba dimana golongan Tionghoa, dituduh adalah antek PKI yang ceritanya di dukung oleh RRT.

 

Secara kronologis historis, statement ini tidak tepat.

Issue asimilasi vs. integrasi sudah ada justru ketika pengaruh PKI sedang kuat-kuatnya. Jadi sebelum G-30-S yang (katanya) didukung RRC itu.

 

Kalau yang mengalami jaman itu, akan tahu bahwa kedua kata itu tidak substansial, hanya sekedar jargon untuk labeling afiliasi politis.

Yang satu dipakai untuk identitas yang pro komunis dan yang satunya yang anti komunis. Karena untuk nyata-nyata memakai label anti komunis, dan juga pro komunis, saat itu tidak dimungkinkan, setidak-tidaknya orang sungkan.

 

Saat itu pun ada jargon "nasakom bersatu" dan "nasakom jiwaku", yang kalau dibaca sekarang, nampak tidak ada bedanya. Tetapi di jaman itu merupakan labeling yang maknanya bertentangan 180 derajat, yang pemakainya siap bertarung sampai mati antara masing-masingnya.

 

Memang di jaman perang dingin itu banyak jargon-jargon yang sepertinya kata-kata yang substansial, tetapi sebetulnya hanya labeling. Seperti revolusioner, kontra-revolusioner, hegemonist, revisionist, kapitalis-birokrat, yang kalau ditelisik, tidak ada isi substansial-nya, hanya untuk memberi label pada kawan dan lawan. Bahkan kata-kata "KengPo" dan "SinPo" di jaman itu pun menunjukkan label afiliasi politis...

 

Sekarang, setelah 50 tahun kemudian, kalau kata-kata jargon itu hendak dikembangkan substansinya sebagai bahan perdebatan, seperti misalnya asimilasi itu apa dan integrasi itu apa, atau KengPo itu bagaimana dan SinPo itu bagaimana, samanya apa dan bedanya apa, mana yang baik mana yang jelek, sampai berbusa-busa juga 'gak nyambung' (kalau pinjam 'bahasa' SMS).

 

Jadi mempersoalkannya sekarang, hanya merupakan kesia-siaan, baik bagi masyarakat secara umum, apalagi bagi suku Tionghoa di Indonesia.

 

Wasalam.





.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.




SPONSORED LINKS
Indonesian languages Indonesian language learn Indonesian
Dari


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke