(Tulisan ini juga disajikan di website
http://kontak.club.fr/index.htm)




                       Koruptor adalah pengkhianat rakyat

                        dan juga musuh bangsa



Mohon perhatian pembaca : dalam tulisan kali ini digunakan ungkapan atau
bahasa yang barangkali kedengaran terlalu keras. Itu semua hanya dengan
tujuan untuk menajamkan persoalan dan mengajak tergugahnya fikiran,  yang
berkaitan dengan berbagai masalah korupsi.



Hari anti-korupsi internasional yang jatuh pada tanggal 9 Desember telah
diperingati oleh ribuan orang dari berbagai kalangan di Jakarta. Kegiatan
yang dimaksudkan mendukung seruan PBB untuk memberantas korupsi yang melanda
banyak negeri di dunia ini diikuti oleh berbagai organisasi massa, LSM,
sebagian pegawai jawatan dan lembaga (termasuk KPK). Beraneka ragam aksi
yang dilakukan dalam rangka hari anti-korupsi internasional kali ini
mencerminkan besarnya kepedulian (dan juga dalamnya keprihatinan !!!) banyak
orang terhadap masalah korupsi di negeri kita.



Adanya aksi-aksi berbagai kalangan masyarakat untuk menyuarakan kemarahan,
atau mengekspresikan kebencian, dan melontarkan kutukan, terhadap para
koruptor adalah suatu hal baik yang patut disambut hangat oleh semua orang
yang mendambakan perbaikan moral bangsa. Sebab,  seperti yang kita saksikan
dewasa ini, korupsi merupakan penyakit parah yang menyerang moral bangsa
yang sudah berlangsung selama puluhan tahun, terutama sejak berkuasanya
rejim militer Orde Baru. Ada orang-orang yang mengatakan bahwa moral bangsa
kita sekarang sedang sakit parah. Dan di antara penyebab penyakit paling
parah yang diderita bangsa kita sekarang ini adalah korupsi yang merajalela
di banyak  bidang.



Kita semua amat sedih dan prihatin bahwa korupsi yang melanda negeri kita
sudah menimbulkan kerusakan-kerusakan yang berat sekali dan juga kerugian
yang amat besar bagi rakyat dan negara. Entah berapa ratus triliun Rupiah
(atau, ribuan triliun ?) yang telah dicuri para koruptor selama puluhan
tahun ini, sedangkan rakyat kita banyak yang kelaparan, dan pengangguran
juga membengkak terus, dan kemiskinan kelihatan di banyak daerah. Korupsi
telah merusak akhlak banyak orang dari berbagai kalangan dan golongan, dan
kebusukan akhlak ini telah merusak banyak tatanan pemerintahan dan juga
kehidupan masyarakat luas negeri kita.



Penelitian Transparency Internasional Indonesia


Sebagai contoh tentang kerusakan moral bangsa adalah penelitian yang
dilakukan Transparency Internasionnal Indonesia mengenai korupsi di negeri
kita. Menurut hasil penelitian tersebut, institusi kepolisian, parlemen,
lembaga peradilan, dan partai politik menduduki peringkat teratas sebagai
lembaga terkorup di Indonesia (Kompas, 6 Desember 2007). Yang sangat
menyedihkan sekali ialah adanya pesimisme di banyak kalangan bahwa korupsi
ini akan tetap tidak bisa diberantas berhubung dengan sudah membusuknya
akhlak di kalangan sebagian besar aparat pemerintah atau lembaga negara.



Kalau betul bahwa kepolisian, kejaksaan, dan para pejabat di kehakiman dan
di pengadilan menduduki  peringkat teratas sebagai lembaga terkorup di
Indonesia, maka makin tipislah harapan banyak orang bahwa negeri kita akan
bisa menegakkan « rule of law » dengan sungguh-sungguh. Selama ini memang
terdengar adanya suara-suara yang menggambarkan kekotoran dan kebejatan
akhlak (tidak semuanya !!!) di kalangan mereka  yang sering terima suap,
main ancam untuk memeras, dan menyelewengkan perkara, atau macam-macam
kongkalikong. Dan benar atau tidaknya banyak suara demikian itu bisa
diteliti dengan memperhatikan cara hidup mereka beserta keluarganya. Sebab,
tidak sedikit di antara pejabat-pejabat itu  (atau tokoh-tokoh masyarakat)
yang memiliki harta kekayaan yang asal-usulnya perlu dicurigakan.



Gejala yang mencerminkan adanya penyelewengan atau penyalahgunaan  kekuasaan
ini terdapat di bidang eksekutif, termasuk menteri, gubernur, bupati dan
camat (ingat, antara lain : kasus mantan Gubernur Aceh, Abdullah Puteh).
Bukan itu saja ! Di antara para « wakil rakyat »  di parlemen juga ada yang
melakukan  « korupsi berjamaah » dalam berbagai bentuk dan cara (contoh
terakhir : kasus dana gelap urusan BLBI)   Apalagi, di DPRD di tingkat
propinsi atau kabupaten, dimana berbagai ketentuan « otonomi daerah »
merupakan kesempatan leluasa untuk mengadakan keputusan-keputusan yang hanya
mementingkan diri sendiri, atau kelompok mereka masing-masing. Dan di sini
pulalah sering mainnya partai-partai politik. Karena itu, menurut penelitian
Transparency Internasional Indonesia, partai-partai politik juga menduduki
peringkat teratas sebagai lembaga terkorup di Indonesia.



Gerakan mengganyang koruptor


Mengingat itu semua, sudah sewajarnyalah (atau, bahkan, seharusnyalah !)
bahwa berbagai kalangan masyarakat selama ini sudah sering menyuarakan
kemarahan mereka kepada koruptor. Kemarahan mereka ini adalah 100% dapat
dibenarkan, dan kebencian dan kutukan mereka terhadap para koruptor (baik
yang besar maupun yang kecil) adalah mulia atau luhur. Karena itu, kita
semua patut aktif mendukung atau membantu aksi-aksi atau gerakan yang
bertujuan memberantas korupsi dan menghujat semua koruptor, tidak pandang
bulu, tidak pandang agama, tidak pandang suku, tidak pandang partai atau
golongan, tidak pandang jabatan atau pangkat. Sebab, para koruptor ini  --
terutama para koruptor kelas kakap dan kelas menengah -- pada hakekatnya
adalah bukan saya maling uang publik, atau mencuri kekayaan negara,
melainkan sudah menjadi pengkhianat rakyat.



Bahkan, sangat besarnya kerusakan moral atau meluasnya kebejatan mental para
koruptor ini sudah begitu seriusnya sehingga mereka sudah pantas disebut
sebagai musuh rakyat. Kebejatan mental para koruptor  - di berbagai bidang
kehidupan bangsa -- ini sudah membikin banyak persoalan dalam pemerintahan,
dan mengotori kehidupan masyarakat luas. Kebejatan akhlak para koruptor ini
sudah menular kemana-mana dan meracuni banyak orang, bukan hanya di Jakarta
saja melainkan juga di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Musuh rakyat,
yang terdiri dari para koruptor ini (sekali lagi : terutama yang kelas kakap
dan kelas menengah) harus sama-sama kita hadapi sebagai pengkhianat, dengan
gerakan yang  besar-besaran dan meluas.



Dan karena para koruptor – yang pada hakekatnya adalah pengkhianat atau
musuh rakyat -  terdapat dimana-mana, maka untuk melawannya atau
memberantasnya perlulah dilakukan oleh gerakan yang meliputi sebanyak
mungkin kalangan dan golongan dalam masyarakat. Rakyat banyak sudah tidak
perlu terlalu banyak menggantungkan harapan kepada adanya kebijaksanaan
pemerintah untuk memberantas korupsi. Sebab, pada hakekatnya justru berbagai
lembaga atau aparat pemerintah itu sendirilah  yang harus jadi sasaran
gerakan anti-korupsi. Rakyat banyak juga tidak perlu mempunyai ilusi atau
terlalu percaya mentah-mentah kepada parlemen, kepada DPRD-DPRD, kepada
partai-partai politik, dan lembaga-lembaga, termasuk lembaga agama. Karena,
selama ini (artinya sudah puluhan tahun) sudah banyak buktinya bahwa justru
mereka-mereka di kalangan inilah yang banyak terlibat dalam berbagai macam
bentuk dan cara korupsi.



Kesadaran politik untuk perubahan kekuasaan


Untuk mendorong adanya langkah-langkah yang lebih tegas atau lebih kongkrit
mengenai tindakan terhadap para koruptor, dan sekaligus untuk mengawasi dan
mengontrolnya, maka diperlukan adanya mobilisasi berbagai kekuatan dalam
masyarakat dalam gerakan mengganyang para koruptor. Berkembangnya gerakan
besar-besaran untuk mengganyang para koruptor ini akan mempunyai berbagai
dampak yang baik bagi rakyat dan negara. Melalui gerakan mengganyang para
koruptor, yang dilakukan bersama-sama oleh segala macam organisasi
kemasyarakatan, segala jenis perkumpulan atau organisasi massa, segala
golongan buruh, tani, perempuan, mahasiswa, pemuda, dll dll akan
dibangkitkan keberanian masyarakat luas untuk melawan ketidakadilan atau
kejahatan yang dilakukan oleh fihak yang manapun juga.



Aksi-aksi yang dilakukan oleh berbagai kalangan di tingkat “akar rumput” di
banyak daerah Indonesia,  dalam gerakan mengganyang para koruptor, akan
merupakan cara yang ideal untuk meningkatkan kesedaran politik banyak orang.
Melalui berbagai aksi dalam gerakan mengganyang koruptor dapat dibangkitkan
keberanian banyak orang untuk melawan ketidakberesan dalam pengelelolaan
negara. Berkat dilancarkannya gerakan mengganyang koruptor ini akhinrya
banyak orang akan mengetahui bahwa pengganyangan koruptor  -- secara
besar-besaran dan secara tuntas  -- hanya bisa dilakukan oleh pemerintahan
yang dipegang oleh orang-orang yang bersih, berwibawa, pro-rakyat, dan
benar-benar mendambakan keadilan.



Dari aksi-aksi gerakan mengganyang koruptor ini banyak orang akan melihat
juga bahwa para koruptor ini pada umumnya – atau sebagian terbesar ( jadi
tidak semuanya atau tidak selalu) – terdiri dari orang-orang yang mempunyai
sikap anti-rakyat atau reaksioner, yang pro-Orde Baru. Dari banyaknya kasus
korupsi yang sudah dibongkar atau diambil tindakan selama ini kelihatan
jelaslah bahwa  korupsi telah  banyak dilakukan orang-orang berakhlak bejat,
yang meniru-niru contoh yang diberikan Suharto, Tommy, serta
pembesar-pembesar Orde Baru lainnya. Ini dibuktikan dengan apa yang terjadi
dengan kasus-kasus di Pertamina, Bulog, BUMN, Garuda Indonesian Airways,
Bank Indonesia, Goro, Humpuss, BLBI dan banyak kasus-kasus lainnya.



Pentingnya merebut kekuasaan politik secara demokratis


Dari segi ini dapat dilihat bahwa berbagai aksi dalam gerakan mengganyang
koruptor, yang dijalankan oleh sebanyak mungkin kalangan masyarakat di
negeri kita akan memberi sumbangan penting untuk terjadinya perubahan sistem
pemerintahan. Sebab, dari gerakan mengganyang koruptor ini akan jelas akan
perlunya perubahan kekuasaan politik di negeri kita. Kita sudah terlalu
kenyang dengan janji-janji palsu selama ini dari para pembesar dan para
“wakil rakyat” dan para pemimpin partai politik, yang selalu
menggembar-gemborkan pemberantasan korupsi, tetapi yang ternyata hanya
omong-kosong bohong belaka. Hanya perubahan kekuasaan politik yang
benar-benar menjadi kekuasaan pro-rakyat banyaklah yang bisa bertindak
terhadap tegas para koruptor, yang merupakan musuh rakyat dan pengkhianat
kepentingan negara dan bangsa. Dan untuk memungkinkan terjadinya perubahan
kekuasaan politik di negeri kita, maka perlu sekali direbutnya kekuasaan
negara – dengan cara-cara demokratis --  dari orang-orang tua yang selama 40
tahunan sudah menunjukkan ketidakmampuannya (dan juga ketidakmauannya !!!)
mengabdi sungguh-sungguh kepada kepentingan rakyat. Jelaslah, bahwa hal ini
tidaklah mudah dan bisa makan waktu yang panjang dan berliku-liku. Tetapi,
hanya arah inilah yang benar, demi kebahagiaan atau kesejahteraan sebagian
besar rakyat kita.



Sebab, kita perlu menyadari bahwa dewasa ini kekuasaan politik di negeri
kita sebagian terbesar masih dikuasai oleh orang-orang yang bermental
sisa-sisa Orde Baru, yang kebanyakan adalah orang-orang reaksioner dan
anti-rakyat, atau anti-Bung Karno. Itu sebabnya maka banyak persoalan
kepentingan rakyat diabaikan atau diterlantarkan, termasuk pengganyangan
para koruptor. (Ingat dalam hal ini kasus korupsi Suharto dan harta haram
Tommy). Jadi, perjuangan memang masih bisa lama . Tetapi, sejarah dunia
sudah membuktikan bahwa segala yang buruk akhirnya  - pada waktunya. -  akan
diganti dengan yang yang lebih baik.



Terpilihnya Antasari sebagai pimpinan KPK


Apalagi, pemberantasan korupsi di negeri kita mungkin akan menghadapi
masa-masa yang lebih suram dengan terpilihnya pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi yang baru oleh DPR. KPK sekarang ini dipimpin oleh Antarsari Azhar,
seorang yang mendapat sorotan negatif dari banyak kalangan hukum, berhubung
dengan berbagai kasus (juga desas-desus) selama menjabat sebagai jaksa di
masa yang lalu, terutama yang berkaitan dengan perkara Tommy Suharto. Ketua
KPK yang lama Ruki Taufikurrahman terpaksa meninggalkan kedudukannya, karena
sudah habis masa jabatannya.



Dengan terpilihnya Antarsari Azhar sebagai ketua KPK yang baru, banyak orang
menunggu-nunggu (dengan ragu dan kesangsian yang besar) apakah ia akan bisa
(dan mau !) menangani kasus-kasus korupsi sebaik ketua KPK yang lama.
Padahal korupsi masih terus merajalela di banyak tempat  Di samping itu
banyak orang juga sedang menunggu-nunggu kabar lanjutan bagaimana akhirnya
persoalan korupsi Suharto, dalam kaitannya dengan seruan PBB dan Bank Dunia
untuk mengembalikan harta-harta negara yang dicuri oleh para koruptor (baca
: kumpulan berita masalah Suharto dengan PBB-Bank Dunia)

Masih belum bisa ditindaknya Suharto, padahal banyak hasil kejahatannya yang
sudah dilihat oleh banyak orang selama ini, menunjukkan juga benarnya hasil
penelitian Transparency Internasional Indonesia, bahwa aparat-aparat negara
(khususnya kepolisian) , parlemen, peradilan, dan partai-partai politik
menduduki peringkat teratas sebagai lembaga terkorup di negeri kita. Juga
berbelit-belitnya pengurusan kasus harta haram Tommy Suharto, menunjukkan
adanya pembusukan moral dan kerusakan akhlak di kalangan yang bertugas untuk
menanganinya.



Semuanya itu memberikan bukti bahwa korupsi sudah menimbulkan
kerusakan-kerusakan parah sekali di bidang moral bangsa dan juga menyebabkan
kerugian yang besar pada kekayaan rakyat dan negara. Jadi jelaslah bahwa
koruptor adalah pengkhianat rakyat. Koruptor adalah musuh bangsa. Musuh kita
semua !!!



Paris, 12 Desember 2007

A. Umar Said





























No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Free Edition.
Version: 7.5.503 / Virus Database: 269.17.0/1180 - Release Date: 10/12/2007
14:51

Kirim email ke