(Tulisan ini juga disajikan di website
http://kontak.club.fr/index.htm)


                Lika-liku Duit Timor Tommy Suharto

 Mengingat bahwa banyak orang yang tidak sempat membaca tulisan dalam
majalah Tempo mengenai  duit haram Tommy Suharto yang berkaitan dengan
Humpuss, maka berikut ini disajikan tulisan tersebut selengkapnya. Dari
tulisan ini para pembaca dapat gambaran betapa berliku-likunya (dan lihainya
!!!) manuver-manuver Tommy Suharto (beserta para pembantu-pembantu
terdekatnya) dalam mengurusi dana haram yang bertriliun-triliun itu.
Mengingat itu semuanya, makin jelaslah  bahwa keluarga Suharto betul-betul
merupakan pengkhianat kepentingan rakyat dan negara. Dan juga merupakan
sampah bangsa! Silakan cermati tulisan yang menarik ini.

A.      Umar Said

***  ***

Majalah Tempo, 16 Desember 2007 :

” Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan aliran dana dari PT Humpuss
ke Vista Bella untuk membeli aset Timor Putra Nasional. Taktik
bisnis yang licin dan berbelit.

KISRUH antara pemerintah dan Hutomo Mandala Putra alias Tommy
Soeharto bakal kian seru saja. Rebutan tabungan Rp 612 miliar di
Bank Paribas, Guernsey, Inggris, belum juga kelar, kini keduanya
habis-habisan memperebutkan deposito Rp 1,3 triliun di Bank Mandiri.

November 2006, kubu Pangeran Cendana itu sempat berkibar. Para hakim
di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memberinya kemenangan. Artinya,
uang di brankas Mandiri itu sah milik Tommy.

Tapi, dua pekan lalu, giliran pemerintah yang bersorak. Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta membatalkan keputusan para hakim dari selatan itu.

Fulus segunung itu pun jadi milik pemerintah. Pertempuran masih
berlanjut karena Tommy bersiap melayangkan permohonan kasasi ke
Mahkamah Agung.

Di tengah sengitnya perseteruan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi
melansir temuan yang mengejutkan. Humpuss ditengarai telah
mensponsori PT Vista Bella untuk membeli hak tagih piutang Badan
Penyehatan Perbankan Nasional di PT Timor Putra Nasional. Proses
jual-beli itu berlangsung 30 April 2003. Piutang senilai Rp 4,2
triliun dibeli Vista Bella seharga Rp 512 miliar saja.

Humpuss adalah grup bisnis milik Tommy Soeharto yang bergerak di
sejumlah bidang, di antaranya perdagangan, batu bara, perminyakan,
dan carter pesawat. Timor Putra Nasional juga milik anak bungsu
Presiden Soeharto itu.

Jika tuduhan itu benar, transaksi jual-beli BPPN dengan Vista Bella
bisa dibatalkan. Mengapa? Dalam pasal 3 perjanjian itu disebutkan
bahwa pembeli tidak boleh memiliki afiliasi dengan pemilik lama.

Nah, jika perjanjian jual-beli itu dibatalkan, utang Timor Putra
Nasional dinyatakan belum lunas. Artinya, perusahaan itu tetap harus
membayar Rp 4,2 triliun kepada pemerintah.

Dengan utang sebesar itu, klaim pemerintah atas uang Rp 1,3 triliun
di Bank Mandiri kian kuat. Jadi, "Mudah-mudahan Timor menyadari
bahwa tidak ada gunanya mengajukan kasasi," kata Hadiyanto,
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Departemen Keuangan, Senin pekan
lalu.

Timor terjepit, pemerintah di atas angin. Kini KPK harus bekerja
keras membuktikan bahwa uang Vista Bella benar-benar berhulu dari
Humpuss.

l l l

TRANSAKSI jual-beli piutang Timor itu memang rumit dan melibatkan
banyak pihak. Vista Bella sendiri sesungguhnya cuma mitra lokal dari
Amazonas Finance dan Wedingley Capital—dua perusahaan milik investor
dari Singapura dan Venezuela—yang ikut dalam transaksi ini. Amazonas
dan Wedingley adalah perusahaan yang berpusat di Negeri Singa,
Singapura.

Walau meliuk ke mana-mana, para penyidik KPK sukses mengendus
keterkaitan sejumlah perusahaan itu dengan Grup Humpuss.

Taufiequrachman Ruki, Ketua KPK, hakulyakin temuan para penyidiknya
itu sangat kuat dan disertai bukti yang sahih. Ruki
memastikan, "Kami menemukan aliran dana dari Humpuss ke Vista
Bella."

Sejumlah sumber yang ditemui Tempo menguatkan keterangan Ruki.
Seorang sumber yang memahami lika-liku transaksi ini menuturkan
aliran dana itu dilakukan secara berantai.

Dari Humpuss, menurut sumber itu, duit tidak dikirim langsung ke
Vista Bella, tapi diputar dulu lewat sejumlah perusahaan. Coba
perhatikan transaksi berikut ini.

April 2003, Humpuss mengirim uang kepada sebuah perusahaan—sebut
saja namanya PT Mabuba—yang diduga kuat berafiliasi dengan Humpuss.

Uang dikirim dua kali dalam bentuk dolar Amerika Serikat. Kiriman
pertama sekitar Rp 76 miliar. Kiriman kedua sekitar Rp 36 miliar.
Jadi total yang dikirim Rp 112 miliar dan dialirkan lewat sejumlah
bank.

Dari Mabuba, uang segunung itu tidak mengalir ke Vista Bella, tapi
dikirim langsung ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Pengiriman
dilakukan beberapa kali.

Di ujung April 2003, misalnya, Mabuba mengirim uang sekitar Rp 17
miliar ke BPPN lewat sebuah bank swasta. Sesudah itu, disusul
pengiriman berikutnya. Dan sumber Tempo itu memastikan, "Semua uang
dikirim atas nama PT Vista Bella."

Memang ada uang yang mengalir langsung ke Vista Bella, tapi itu cuma
agency fee yang jumlahnya Rp 8 miliar. Uang itu dikirim awal
November 2003.Sumber lain, yang sangat dekat dengan Vista Bella,
membenarkan adanya kiriman dana delapan miliar itu.

Di luar aliran dana itu, ditemukan pula sejumlah bukti tentang
pertalian antara Vista Bella dan Humpuss. Para petinggi PT Mabuba
diduga kuat juga petinggi Humpuss.

Sumber ini menyebut petinggi Mabuba yang berinisial BM sebagai
orangnya Humpuss. Keterkaitan Humpuss dalam transaksi ini juga bisa
ditelusuri dari mitra Vista Bella yang berasal dari mancanegara itu.

Sumber Tempo menyebutkan bahwa seorang warga negara Venezuela, sebut
saja namanya Carlos Gonzales, yang terlibat dalam transaksi ini juga
terkait dengan Humpuss.

Sebab, belakangan, kata sumber itu, Carlos bekerja di sebuah
perusahaan marmer yang berkantor di sebuah gedung menjulang di Jalan
Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Nah, perusahaan itu diduga kuat
masih berafiliasi dengan Humpuss. Para penyidik KPK, menurut sumber
tersebut, sebaiknya meminta sejumlah lembaga negara agar membuka
bukti-bukti keterkaitan itu.

Soal benar-tidaknya Carlos bekerja di Gatot Subroto, misalnya, bisa
ditanyakan kepada Departemen Tenaga Kerja. Sebab, departemen itu
punya data lengkap soal tenaga kerja asing di Indonesia.

l l l

KISRUH panjang nan ruwet ini bermula pada 14 tahun silam. Tahun
1993, Tommy Soeharto, yang gemar main balap mobil itu, mendirikan
pabrik mobil nasional. Namanya: Teknologi Industri Mobil Rakyat,
disingkat Timor. Nama lengkap perusahaan itu kemudian menjadi Timor
Putra Nasional.

Tommy menggandeng Kia Motor, pabrik mobil dari Korea Selatan, dalam
proyek raksasa itu. Soeharto, yang ketika itu kekuasaannya masih
kukuh, menopang rencana putra bungsunya ini lewat secarik surat
keputusan tanggal 4 Juni 1996.

Di situ disebutkan bahwa mobil impor yang kandungan lokalnya minimal
60 persen dibebaskan dari bea masuk. Inilah rezeki nomplok untuk
Timor.

Pada 10 Juni 2006, Bank Bumi Daya menerbitkan surat utang bagi Timor
untuk mengimpor 4.000 unit mobil Kia. Ribuan mobil itu kemudian
melenggang masuk tanpa pajak.

Guna melunasi utang itu, hasil penjualan mobil ditampung di Bank
Bumi Daya, yang rekeningnya dikuasai Timor.

Sokongan untuk proyek ini terus mengalir. Awal Agustus 1997,
sindikasi 16 bank saweran memperkuat proyek besar ini. Dari belasan
bank itu, terkumpul sekitar Rp 4,2 triliun.

Duit segunung itu mengucur tanpa agunan, dengan masa pinjaman 10
tahun dan bunga cuma tiga persen.

Tapi krisis ekonomi kemudian menggulung Indonesia sejak 1997.
Januari 1998, atas desakan Dana Moneter Internasional, Soeharto
mencabut proyek mobil nasional ini.

Dikepung krisis ekonomi bertubi-tubi, sejumlah bank yang
menggelontorkan dana ke Timor kehabisan napas. Ada yang langsung
tewas, ada pula yang masuk ruang gawat darurat BPPN. Piutang belasan
bank ke Timor, yang jumlahnya Rp 4,2 triliun, pindah ke lembaga itu.

Bersama tiga bank lain, Bank Bumi Daya kemudian melebur menjadi Bank
Mandiri. Uang hasil penjualan mobil Timor tadi ikut pindah ke sana.

Jadilah Tommy Soeharto berurusan dengan dua pihak. Untuk utang Rp
4,2 triliun, dia berurusan dengan BPPN, dan untuk uang Rp 1,3
triliun, ia berurusan dengan Bank Mandiri.

Piutang BPPN di Timor kemudian dibeli Vista Bella. Dengan demikian,
Timor menilai kewajibannya tuntas sudah. Itu sebabnya Tommy merasa
berhak atas uang Rp 1,3 triliun di Bank Mandiri.

Tapi pemerintah menahan uang itu. Kantor Bea-Cukai Jakarta dan
Kantor Pelayanan Pajak Tanah Abang mengirim tagihan pajak ke Timor
yang nilainya miliaran rupiah.

Timor kemudian menggugat kedua lembaga itu. Dari pengadilan negeri
hingga kasasi di Mahkamah Agung, Timor memenangi perkara ini. Itu
sebabnya Timor ngotot menarik uang tersebut.

Sejatinya fulus selangit itu nyaris dicairkan saat Ramadan 2005.
Saat itu petinggi Bank Mandiri sudah memerintahkan sejumlah anggota
stafnya mengirim uang itu ke Timor.

Tapi, pada suatu sore di bulan puasa itu, seorang pria separuh baya
meluncur ke kantor KPK di Jalan Veteran, Jakarta Pusat. Dia membawa
berita besar tentang rencana pencairan doku Rp 1,3 triliun tersebut.
Si pria menyodorkan bukti: ada surat petinggi Mandiri kepada bagian
pencairan uang bank pemerintah itu agar duit segera dikirim.

Para petinggi komisi ini berusaha sekuat tenaga menghentikan proses
pencairan itu. Mereka lalu memberi tahu Menteri Keuangan Jusuf
Anwar. Pak Menteri turun tangan dan pencairan itu pun gagal.
Petinggi Timor naik pitam.

Mereka lalu menggugat pemerintah—dalam hal ini Bank Mandiri—ke
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim di sana memenangkan Tommy.
Tapi pengadilan tinggi memenangkan pemerintah.

Belum lagi bergerak ke Mahkamah Agung, kubu Tommy disodok dalam
kasus jual-beli piutang BPPN oleh Vista Bella itu.

Pemerintah kini sigap bergerak. Pekan lalu, Menteri Keuangan Sri
Mulyani sudah memberikan kuasa hukum kepada Kejaksaan Agung untuk
menggugat Vista Bella dan Humpuss ke pengadilan.

Amunisi pemerintah jelas sangat ampuh. "Ada klausul dalam
perjanjian yang menyebutkan bahwa apabila Vista Bella melakukan
pelanggaran, pemerintah bisa membatalkan jual-beli itu," kata Sri
Mulyani.

Otto Cornelis Kaligis, kuasa hukum Tommy Soeharto, mengecam
pernyataan Sri Mulyani. Menteri Keuangan, kata dia, salah satu pihak
dalam perkara ini. Semua tuduhan terhadap Humpuss seharusnya
dibuktikan secara hukum. "Kok, eksekutif seperti berada di atas
pengadilan," kata Kaligis. Soal perkara dengan Mandiri, Kaligis
memastikan akan segera mengajukan permohonan kasasi.

Kisruh Timor yang menyala sejak 14 tahun silam itu tampaknya bakal
terus membara.

Wenseslaus Manggut, Anton Septian, Arif A. Kuswardono
--
Lika-liku Duit Timor

Agustus 1995
PT Timor Putra Nasional didirikan dengan 99 persen saham dimiliki
Hutomo Mandala Putra.

Juni 1996
Keluar Keputusan Presiden No. 42 Tahun 1996 tentang Pembuatan Mobil
Nasional, yang mengizinkan sekitar 4.000 mobil KIA diimpor PT Timor
masuk tanpa pajak.

Agustus 1997
PT Timor mendapat kredit dari 16 bank nasional—yang sekarang melebur
ke Bank Mandiri. Sindikasi bank yang dipimpin Bank Dagang Negara
mengucurkan kredit tanpa agunan US$ 690 juta dengan bunga 3 persen
dan masa pinjamannya 10 tahun.

Januari 1998
Karena tekanan Dana Moneter Internasional (IMF), Soeharto mencabut
keputusan presiden tentang mobil nasional.

Maret-Desember 1999
Kantor Bea Cukai Tanjung Priok dan Pelayanan Pajak Tanah Abang
mengirim surat paksa penagihan pajak sekitar Rp 3 triliun atas bea
masuk mobil Timor. Timor menggugat surat ini ke Pengadilan Tata
Usaha Negara Jakarta.

PT Timor Putra Nasional menjadi pasien Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN). Setelah itu, Timor menyerahkan sejumlah asetnya
kepada BPPN sebagai jaminan pembayaran utang Rp 4 triliun itu.

September 2000
PT Timor dan BPPN menandatangani nota kesepahaman mengenai
restrukturisasi utang PT Timor.

Juni-Juli 2001
Direktorat Jenderal Pajak menyita aset PT Timor sekaligus memblokir
dana deposito yang tersimpan di Mandiri.

Timor menggugat sembilan pihak di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
mulai dari Menteri Perindustrian hingga Kepala Kantor Bea Cukai
Tanjung Priok, dalam soal penetapan pajak.

April 2002
PT Vista Bella Pratama didirikan oleh pengusaha bernama Taufik Surya
Darma. Dalam dokumen BPPN yang diperoleh Tempo, perusahaan itu
beralamat di Ruko Muara Karang Raya Blok Z-3-S Nomor 47, Pluit,
Jakarta Utara.

Juni 2003
BPPN melelang piutang PT Timor senilai Rp 4 triliun tersebut, yang
kemudian dimenangi oleh Vista Bella Pratama dengan harga Rp 512
miliar (11 persen dari total nilai utang dari BPPN). Perjanjian jual-
beli ini memuat klausul, tak boleh ada keterkaitan langsung atau tak
langsung antara perusahaan itu dan Grup Humpuss atau pemiliknya.
Kalau ternyata ada hubungan, mereka harus membayar semua sisa
utangnya kepada BPPN.

Juli-Agustus 2004
Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali PT Timor tentang surat
paksa penagihan dari kantor pajak dan bea cukai.

Mahkamah Agung membatalkan penyitaan aset PT Timor oleh Direktorat
Pajak.

Januari 2005
PT Timor meminta deposito mereka di Bank Mandiri Rp 1,3 triliun,
yang merupakan hasil penjualan mobil Timor, dicairkan. Permintaan
ini ditolak Mandiri karena Menteri Keuangan Yusuf Anwar meminta uang
itu ditahan karena merupakan jaminan utang Rp 4 triliun yang belum
dibayar.

Juni-November 2006
PT Timor menggugat Bank Mandiri dan Departemen Keuangan di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena menahan uang Rp 1,3 triliun
itu. Pengadilan memenangkan Timor. Hakim menyatakan PT Timor pemilik
sah giro dan 76 deposito pada rekening penampung (escrow account) Rp
1,027 triliun dan US$ 3.974,94.

November 2007
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima banding Bank Mandiri dan
membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Komisi Pemberantasan Korupsi melansir temuan adanya indikasi PT
Vista Bella punya hubungan dengan PT Timor Putra Nasional.

buatan Radja|endro
Majalah Tempo
-----



No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Free Edition.
Version: 7.5.503 / Virus Database: 269.17.1/1182 - Release Date: 12/12/2007
11:29

Kirim email ke