===================================================== 
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme bangsa Indonesia."  
===================================================== 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009. 
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
Pertarungan Tiga Karakter
Selasa, 19 Mei 2009  
Oleh : Yudi Latif
“Dalam pertempuran, tiga perempat faktor kemenangan ditentukan oleh kekuatan 
karakter dan relasi personal. Adapun seperempat lagi oleh keseimbangan antara 
tenaga manusia dan material,” kata Napoleon.
Di hadapan panggung pemilih Indonesia, tersaji tiga pasangan calon 
presiden-calon wakil presiden dengan tiga karakter yang berbeda. Entah karena 
kebetulan atau mungkin juga karena ketiga karakter itu memang sulit 
dipersatukan dan mempunyai jalan kekuasaannya sendiri-sendiri. Sebab, seperti 
kata Cicereo, “Pada diri manusia yang berkarakter tinggi dan kegeniusan luhur 
bersemayam kehendak kuat akan kehormatan, komando, kekuasaan, dan kemenangan.”
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menampilkan kepribadian berkarakter charming, 
penuh pesona dan keluwesan. Datang dari keluarga bertradisi priyayi. SBY 
menampilkan gestur bergaya tertata, menjunjung daya pukau, seperti dalam 
deklarasinya di Bandung, memiliki keluwesan seperti percobaannya merangkul 
lawan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI_P).
Ia merupakan figur yang sempurna untuk mengisi kepemimpinan dalam tradisi, yang 
disebut Clifford Geertz, “negara teater” . “Kehidupan ritual di keraton – 
upacara massal, kesenian yang halus, tata karma yang rumit – tidak sekedar 
hiasan kekuasaan, melainkan substansinya. Tujuan Negara adalah untuk menyajikan 
pertunjukan yang memukau bagi rakyatnya…”
Pasangannya, Boediono, ibarat botol dan anggurnya. Seorang figur “pelayan” yang 
baik, halus budi, dan irit kata. Harmoni bisa terjamin, terhindar pengalaman 
konfliktual dengan pasangan sebelumnya. Pada pidato deklarasinya, yang menjadi 
top of mind dari kinerja pemerintahan dalam benak Boediono adalah pertumbuhan 
ekonomi. Persoalan makroekonomi menjadi pusat perhatiannya. Pergerakan angka 
statistik akan menjadi padanan yang pas bagi kepemimpinan yang menekankan daya 
pukau pencitraan.
Muhammad Jusuf Kalla adalah kepribadian berkarakter orisinalitas. Datang dari 
keluarga nonpriyayi yang tidak terbelenggu prosedur ‘tata karma” serta etos 
pedagang yang menuntut keberanian berisiko membuatnya bisa bergerak lebih 
cepat. Gaya pidatonya yang ceplas-ceplos, dengan gestur yang “urakan”, 
menunjukkan karakternya yang tanpa basa-basi. Ia merupakan figur yang cocok 
untuk menggalang apa yang disebut Ben Anderson “nasionalisme kerakyatan”.
Naionalisme egalitarian yang mampu menggerakkan partisipasi dan solidaritas 
kolektif, seperti kemampuannya merekonsiliasi konflik di Ambon, Poso, dan Aceh. 
Pengalamannnya sebagai pedagang cenderung menekankan pemulihan sektor riil yang 
akan membawa rakyat hidup dalam dunia riil, bukan dunia bayang.
Pasangannya, Wiranto, ibarat botol dan tutupnya; karakter pesisir menemukan 
jangkar pedalaman. Latar disiplin militer sebagai panglima membuatnya memahami 
ketegasan; latar adapt Yogyakarta membuatnya memahami kesantunan. Top of mind 
dalam pidatonya adalah soal kemandirian. Persoalan kedaulatan dan penguasaan 
cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak merupakan pusat 
perhatiannya. Hal ini adalah padanan yang pas bagi kepemimpinan yang menekankan 
keyataan dan sektor riil.
Megawati Soekarnoputri adalah kepribadian yang berkarakter ketegaran. Datang 
dari trah pejuang, yang diperkuat pengalaman hidupnya terpinggirkan secara 
politik dan sebagai oposisi, membuatnya mengerti arti jati diri dan harga diri. 
Ketika elemen dalam PDI-P mulai kehilangan kepercayaan dan tergoda rayuan 
Partai Demokrat, setegar baja Megawati mempertahankan mandat partai. Karakter 
demikian pas untuk menegakkan apa yang disebut Bung Karno sebagai kekuatan 
“berdikari”. Kekuatan untuk berdiri si atas kaki sendiri: berdaulat secara 
politik, mandiri secara ekonomi, dan berkepribadian secara kebudayaan.
Pasangannya, Prabowo Subuianto, ibarat botol dengan pembuka tutupnya; ketegaran 
yang berpadu daya dobrak. Seorang pribadi kompleks yang memadukan perbedaan 
agama; latar keluarga pejuang dalam pemberdayaan ekonomi rakyat dan idiologi 
sosialisme yang paradoks dengan latar kemiliteran dan ortodoksi Orde Baru 
membuatnya berada dalam posisi liminal (antara). Dari kumpulan kerapkali 
terbuang, dengan predisposisi untuk menjebol perbatasan. Top of mind dalam 
pidato dan kampanyenya adalah kerakyatan. Persoalan nasib petani, nelayan, dan 
pedagang tradisional adalah pusat perhatiannya. Hal ini adalah padanan yang pas 
bagi kepemimpinan yang menekankan ketegaran dan kerakyatan.
Pasangan dengan tiga karakter ini memiliki keunggulan dan kelemahannya 
masing-masing. Karakter manakah yang kita perlukan untuk menyelesaikan problem 
kebangsaan dan kenegaraan hari ini? Tidak ada pemimpin yang cocok untuk semua 
musim. Seperti dikatakan oleh Montesquieu dan Max Weber, kepemimpinan merupakan 
suatu fungsi yang dinamis yang beragam dalam watak, lingkup, dan kepentingan, 
bergantung pada perkembangan masyarakat. Konsekuensinya, kekuasaan dan lokus 
tindakan seorang pemimpin ditentukan oleh watak personal dan kondisi yang 
berkembang di lingkungan politiknya. Pada masa yang “salah”, pemimpin yang baik 
belum tentu pemimpin yang tepat.
Masa krisis memerlukan peran kepemimpinan yang lebih besar dengan misi 
pembebasan dan pemulihan tertib politik. Kandidat presiden yang dapat memenuhi 
tuntutan zaman ini adalah yang mampu memadukan antara kemampuan persuasi (good 
campaigning) dan kemampuan tata kelola (good governing) serta kemampuan 
menentukan prioritas nasional secara konsisten antara janji kuasa dan kinerja 
kuasa. Semoga rakyat punya kearifan untuk memilih karakter yang tepat untuk 
dipilih. [Yudi Latif Direktur Reform Institute]
----------
Kita bersyukur para capres dan cawapres memiliki karakter yang kuat dan sangat 
kualitas dalam jabatan yang akan diembannya. Tentu akan menjadi kebanggaan 
bangsa Indonesia ke depan. 
Mengingat hanya ada tiga pasangan, maka rakyat pun tidak menjadi bingung untuk 
memilih mana yang terbaik. Namun rupanya semakin kita cermati justru semakin 
menarik.... Dan ternyata mereka memang benar-benar menarik, hal ini tentu 
menjadi suatu yang membaggakan pula bagi perkembangan demokrasi kan ketata 
negaraan bangsa Indonesia ke depan. Apalagi setelah tahu apa yang akan 
diperjuangkan dan mereka cita-citakan bagi rakyat Indonesia, apabila terpilih 
dan menjabat presiden/wakil presiden republik Indonesia selama lima tahun 
mendatang 2009-2014. Kita mendoakan semoga mereka semua dikuatkan dan 
dimampukan dalam meniti perjuangan dan pergulatan menuju pilpres 8 Juli 2009. 
Selamat berjuang!
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! 
Best Regards, 
Retno Kintoko 
 
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm



 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Kirim email ke