================================================= 
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya,
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia."  
================================================= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009. 
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia."
 
Rumput Tetangga Tidak Selalu Lebih Hijau
Jumat, 31 Januari 2009 | 00:36 WIB 
Oleh : Abun Sanda
Rumput tetangga lebih hijau. Pepatah popular ini suka dipakai dalam bahasa 
pergaulan, jurnalistik maupun karya-karya sastra. Sekedar memberi gambaran 
bahwa sebagian di antara kita kerap tanpa sadar melihat orang lain lebih keren 
disbanding kita. Rumah kita bagus, tetapi kok tetangga kita lebih bagus ya. 
Atau bisnis kita sudah sangat berkilau, tetapi kita kerap merasa bisnis teman 
kita lebih cemerlang lagi.
Karakter yang manusiawi ini mestinya tidak perlu menjadi masalah besar, sebab 
wajar-wajar saja kalau seseorang merasa “milik saya kok tidak lebih baik 
dibanding milik tetangga”. Akan tetapi dalam bisnis skala besar, persoalan 
“rumput tetangga lebih hijau” bisa menjadi urusan panjang.
Hadikusuma, chief executive afficer pada bebrapa perusahaan besar di Indonesia 
menyebutkan, ia melihat fenomena menarik dari cara berfikir para eksekutif di 
Indonesia. Mereka, yang didukung kapital sangat kuat, gampang tergoda 
berekspansi usaha. Kerap pula mereka berfikir, “kok rumput tetangga gua kok 
lebih ijo ya”, maka mereka kemudian masuk ke bisnis yang tampak “ijo” tersebut.
Menurut Hadikusuma dalam realita, amat banyak yang menuai sukses. Mereka sukses 
karena kebetulan ditopang sumber daya manusia (SDM) yang sangat cakap, 
berpengalaman dan professional. 
Akan tetapi, tambah Hadikusuma, banyak juga yang bisa dikatakan gagal total. 
Mereka yang sudah sukses dengan berbagai bisnisnya, tergoda masuk ke bidang 
lain, misalnya property. Dalam benak mereka, ah, mungkin property lading yang 
sangat subur, dan mudah menuai laba seketika. Mereka tidak menyadari bahwa 
tidak selalu rumput tetangga itu hijau. Apa boleh buat, “mudah tertarik pada 
orang lain” ini yang cap kali menjadi sumber persoalan.
Dalam catatan Kompas, sangat banyak perusahaan yang mencoba bermain di bisnis 
property tetapi ternyata gagal total. Ada pemilik bank, mencoba masuk properti, 
dan gagal. Ada pula pemain ritel, jasa, dan industri juga gagal, ketika mencoba 
naik ke panggung property nasional. Mereka bahkan terlempar keluar dari barisan 
pelaku utama ekonomi negeri ini. Sebaliknya, perusahaan yang fokus pada bidang 
bisnis yang ia kuasai, mampu bertahan, hingga sekarang, bahkan sudah tiba 
dengan aman tetteram pada generasi ketiga.
Bukti tentang gagalnya banyak perusahaan besar di bidang properti, masih bisa 
dilihat di banyak wilayah DKI Jakarta. Ada di Jalan Jenderal Sudirman, Ancol, 
Kemayoran, Jenderal Gatot Subroto, Gajah Mada dan sebagainya. Ada yang gagal 
karena tidak mampu melelwati masa krisis ekonomi yang sangat pelik, ada yang 
salah manajemen, dan ada pula yang kerja asal iseng saja. Sebagaian lagi gagal 
karena “perkongsian yang tidak mulus.”
Akhirnya yang tampak kasat mata, Ibu Kota banyak dihiasi oleh bangkai-bangkai 
bangunan setengah jadi. Mestinya dalam kondisi seperti ini Pemerinah Provinsi 
DKI Jakarta mengambil peran untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ajaklah 
berbicara pengusaha dan pengembang yang tidak mampu menyelesaikan proyeknya. 
Tanyakan kesulitan mereka apa, dan kalu pemerintah provinsi bisa membantu, 
mengapa tidak? Beri merka jalan keluar, atau tawarkan solusi sangat bersahabat 
agar proyek itu bisa diselesaikan.
Kalau terjadi kesepakatan kesepakatan proyek dirampungkan, DKI Jakarta dapat 
meraih tiga keuntungan sekaligus. Pertama, banyak tenaga kerja akan terserap. 
Kedua, memacu pertumbuhan ekonomi dan ketiga pemandangan kota menjadi jauh 
lebih baik. Tidak tampak bangkai-bangkai bangunan yang menyesakkan mata.
Organisasi-organisasi usahawan Indonesia pun mestinya mengambil peran positif 
untuk mencari jalan keluar bagi usahawan yang menemui jalan buntu karena 
proyeknya mandek. Ini memang menambah pekerjaan, tetapi jika bisa diselesaikan, 
akan sangat melegakan semua pihak.
Pesan dari tulisan ini, marilah kita bersama-sama berhati-hati melangkah, 
termasuk merambah bisnis. Fokus pada bisnis sangat mutlak. Kita tidak bisa 
gegabah sebab untuk masuk ke kancah bisnis baru, misalnya properti, uang yang 
dikucurkan sangat besar jumlahnya. Uang akan ke laut kalau kita membuang semua 
bentuk kehati-hatian.
Sikap seksama dan hati-hati itu menjadi lebih bermakna lagi terutama kalau 
dikaitkan dengan situasi kekinian, tatkala seluruh dunia dilanda krisis ekonomi 
yang demikian hebat. Bayangkan saja, Anda mempunyai kapasitas produksi yang 
sangat besar, juga tenaga kerja ribuan orang, tetapi kalau daya serap pasar 
rendah, repot masalahnya. Jatuhnya produksi berdampak pada kerugian perusahaan. 
Dan kerugian perusahaan berakibat pada sengsaranya karyawan dan pemilik modal. 
Ini urusan klasik, yang tidak enak dipercakapkan. Akan tetapi karena 
urgensinya, maka tetap valid untuk selalu dikedepankan.    
---- 
Begitu pula, bagaimana dengan kiprah partai kita, apakah sudah bagus program 
dan praktiknya bagi masyarakat, tetapi partai tetangga kok lebih bagus ya.... 
atau demokrasi negara kita sudah bagus, tetapi kok demokrasi negara tetangga 
lebih bagus lagi yaa... 
..atau kok caleg and capres/cawapresnya, punya partai tetangga lebih bagus ya...
..atau bahkan paket stimulus fiskal Indonesia, kok rasanya di negara tetangga 
lebih baik ya....
Kita semua tahu, sekarang pemerintah Indonesia sedang gencar2nya ber-stimulus 
ria, yang sudah di ok pemerintah [stimulus bidang pajak dan bea, infrastuktur, 
dll] maka bagaimana agar pembangunan di bidang infrastruktur jalan “trans 
Indonesia” [Trans Jawa, Trans Sumatera, Trans Sulawesi, Trans Kalimantan, Trans 
Irian, Trans Sumbawa, Trans Timor, perbaikan yang rusak ] dan irigasi di 
berbagai wilayah Indonesia tersebut benar2 dibuat mulus oleh stimulus fiskal 
Indonesia saat ini. Tentu memperlancar jalan Indonesia maju di masa depan. 
 
Selamat berstimulus dengan baik…. 
 
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat!
 
Best Regards,
Retno Kintoko
 
The Flag
Air minum COLDA - Higienis n Fresh !
ERDBEBEN Alarm
------



 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Kirim email ke