Seluk-beluk dan hiruk-pikuk Pemilu 2009 (4)





Berhubung dengan banyaknya persoalan-persoalan yang « rumit » dan parah yang
berkaitan dengan pemilu 2009, dan untuk memberi kesempatan kepada banyak
kalangan mengikuti sekedarnya perkembangan hal-hal itu, maka website
http://kontak.club.fr/index.htm menyajikan setiap hari berbagai berita,
tulisan atau analisa (pendapat) yang terbaru tentang pemilu lesgislatif dan
pemilu presiden 2009. Berita, tulisan, atau komentar itu semuanya
dikumpulkan di bawah judul “Seluk-beluk dan hiruk-pikuk pemilu 2009”.
Sebagian dari isi kumpulan itu akan disiarkan juga melalui berbagai milis.



^^ ^^



       Lampungpost, 15 April 200



      DEPRESI: Lima Caleg Berobat ke Gunung Salak





            BOGOR (Lampost): Sadar gagal di pemilihan legislatif (pileg)
yang digelar serentak 9 April lalu, lima calon anngota legislatif (celeg)
melakukan pengobatan depresi dengan mendatangi sebuah padepokan di lereng
Gunung Salak, Bogor, Selasa (14-4).

            Padepokan tersebut bernama Majlis Dzikir Arrusy (MDA). Padepokan
tersebut berlokasi di Kampung/Desa Bitung Tengah, RT 04/1 Kecamatan
Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

            Informasi yang diperoleh Lampung Post, kelima caleg tersebut
merupakan caleg yang gagal melenggang dan duduk di kursi Dewan (DPRD
Kabupaten Bogor, DPRD Jabar, dan DPR) dari daerah pemilihan (dapil) 4 dan 5
Kabupaten Bogor.

            Ustaz Saefudin Zuhri, pimpinan padepokan Majlis Dzikir Arrusy,
menyebutkan kedatangan para calon anggota legislatif (caleg) tersebut
sebenarnya sejak hari H pemungutan suara. Dan mereka yang terdiri dari tiga
partai besar tersebut rutin berkonsultasi.

            Menurut Saefudin, mereka datang sendiri, tapi juga ada yang
datang dibawa keluarganya. Rata-rata caleg yang datang ke padepokan merasa
stres dan mengeluhkan biaya yang sangat besar untuk pencalonan menjadi
anggota Dewan.

            "Mereka pusing karena sudah mengeluarkan biaya banyak, tapi
ternyata dari hasil penghitungan suara sementara saja mereka dipastikan
tidak lolos," kata dia. Adapun sistem pengobatan ala padepokan tersebut
dilakukan secara perorangan dan bertahap.

            Menurut dia, siapa saja yang stres bisa sembuh setelah mengikuti
empat kali proses peneymbuhan selama satu bulan. Sementara itu, proses
penyembuhannya dilakukannya langsung.

            Adapun tahap-tahap penyembuhannya dilakukan dengan memberikan
air dan pendekatan zikir. Sementara itu, pada pekan kedua pengobatan
dilakukan pendekatan hati. Tahap ketiga pada pekan ketiga, dia mengajak
langsung pasien berdiskusi.

            "Caranya dengan pendekatan khotbah. Dan proses seperti ini
berlanjut hinga sembuh. Penerapannya zikir ditingkatkan dan mengajak diskusi
untuk diterapkan dalam perilaku." n MI/R-1



      * * *



      Ambon Ekspres, 15 Apr 2009,



      Mengadili Pemilu Amburadul



      Moh. Mahfud M.D *)





      ‘Kriiing! Halo Bapak, kami mahasiswa-mahasiswa Papua di Jogja mau
mengadu kepada Mahkamah Konstitusi (MK) karena hak konstitusional kami untuk
memilih dirampas.  Kami tak boleh ikut mencontreng, Bapak.’ Itulah suara
penelepon yang masuk ke HP saya Jumat 10 April 2009 pukul 14.00.

      ‘Kriiing! Halo Mas Mahfud, ada parpol meminta saya mengajukan gugatan
pemilu ke MK karena daftar pemilih tetap (DPT) kacau balau. Banyak warga
partai tersebut yang tak masuk DPT sehingga partai kehilangan banyak suara,”
itu suara penelepon lain, seorang pengacara, yang menghubungi saya pada
pukul 16.30 di hari yang sama.

      Kepada kedua penelepon itu saya menjawab bahwa masalah tersebut tidak
bisa diperkarakan ke MK karena berada di luar wewenang MK. Mengapa tak bisa,
Bapak” Bukankah MK harus melindungi hak konstitusional warga negara” tanya
mahasiswa dari Papua itu. “Lho, kok aneh. Bukankah MK itu harus mengadili
pelanggaran pemilu” sergah pengacara yang mewakili keinginan sebuah parpol
itu.

      Kepada mahasiswa asal Papua itu saya menjelaskan bahwa benar setiap
pelanggaran atas hak konstitusional warga negara dapat diperkarakan ke
pengadilan. Tetapi, tidak semua pelanggaran atas hak konstitusional bisa
diperkarakan ke MK. Pelanggaran hak konstitusional dalam suatu perkawinan
bagi keluarga muslim, misalnya, tempat memerkarakannya di pengadilan agama.

      Penghinaan yang juga merupakan pelanggaran atas hak konstitusional di
bidang pidana hanya bisa diadili oleh pengadilan umum. Pembuatan keputusan
pejabat yang melanggar hak konstitusional pegawai negeri bisa diajukan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara.

      Jadi, meski sama-sama mengandung kata “konstitusi?, tidak semua
pelanggaran hak konstitusional itu bisa dibawa ke MK. Ada jalur peradilannya
sendiri-sendiri.

      Akan halnya wewenang MK untuk mengadili kasus pemilu haruslah diingat
bahwa menurut pasal 24C UUD 1945, MK hanya mengadili perselisihan hasil
pemilu, bukan mengadili proses dan pelanggaran pidana dan administrasi
pemilu. Untuk itu MK tidak bisa membatalkan pelaksanaan pemilu, tetapi bisa
membatalkan dan mengubah perolehan suara masing-masing parpol yang
ditetapkan oleh KPU. Itu intinya.

      Jika dalam praktik MK menjadikan berbagai pelanggaran atau karut-marut
pemilu itu sebagai bahan pertimbangan dalam membuat putusan, hal itu bisa
saja sejauh kasus-kasus tersebut diyakini telah memengaruhi perhitungan
suara hasil pemilu.

      Dalam soal karut-marut dan amburadulnya DPT, MK tak bisa mengadili
karena dua hal. Pertama, masalah itu ada di luar kewenangan MK karena bukan
perselisihan hasil pemilu, tapi amburadulnya proses pemilu. Kedua, secara
materiil karut-marut atau amburadulnya DPT itu bersifat random (acak), tidak
hanya menimpa pemilih parpol tertentu, tetapi menimpa hampir semua parpol.

      Misalkan Partai Demokrat, Partai Gerindra, dan Partai Amanat Nasional
mengklaim ribuan anggotanya tidak dapat memilih karena tidak terdaftar di
DPT, maka hal yang sama menimpa Partai Golkar, PDIP, dan parpol-parpol lain.
Oleh sebab itu, tak mungkinlah dapat dihitung oleh siapa pun berapa besar
suara untuk masing-masing parpol yang seharusnya diperoleh seandainya tidak
ada kekacauan DPT.

      Ingatlah, orang-orang yang memiliki kartu anggota atau mengaku
mendukung suatu parpol belum tentu akan benar-benar memilih parpol yang
bersangkutan. Di bilik suara, setiap orang bisa memilih parpol apa pun yang
tak boleh diintip oleh siapa pun. Inilah yang tak memungkinkan MK mengadili
soal DPT itu dalam kaitannya dengan hasil pemilu.

      Soalnya, apakah perampasan hak konstitusional seperti amburadulnya DPT
itu tak bisa diadili” Jawabnya, tentu saja bisa, tapi bukan di MK.
Pelanggaran itu bisa saja diajukan ke pengadilan umum sebagai tindak pidana
karena, misalnya, menghalangi orang untuk menggunakan hak pilih dalam
pemilu.

      Siapa pun yang menghalangi hak orang untuk memilih, apakah itu
pimpinan KPU, pejabat pemerintah, atau orang biasa bisa diajukan ke
peradilan pidana. Ancaman hukumannya bisa dua tahun pidana penjara.
Tinggallah pembuktian di pengadilan, apakah kekacauan DPT itu karena
kesengajaan atau kealpaan. Jadi, janganlah setiap ada apa-apa yang berkaitan
dengan hak konstitusional mau diperkarakan ke MK. Jalur hukum pasti ada,
tetapi tak harus ke MK.



      *) Hakim Mahkamah Konstitusi



      * * *








Suara Pembaruan, 15 April 2009



Sultan Makin Dekat ke PDI-P dan Gerindra





[JAKARTA] Pertemuan Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan Ketua Umum DPP PDI
Perjuangan Megawati Soekarnoputri, dan beberapa tokoh parpol, seperti
Prabowo Subianto dari Gerindra, Selasa (14/4), menunjukkan hubungan yang
semakin dekat dan mengarah pada koalisi untuk mengajukan capres-cawapres
dalam Pilpres 2009. Apalagi, kalangan internal PDI-P hanya memiliki dua nama
untuk disandingkan dengan Megawati, yakni Sri Sultan dan Prabowo.



Menurut Garin Nugroho, anggota Tim Pelangi Nusantara yang mengusung Sri
Sultan sebagai capres 2009, pertemuan dengan PDI-P dan tokoh parpol lain
menunjukkan adanya sejumlah kemajuan.



"Pertemuan tersebut sudah yang ketiga, tentu lebih maju dari pertemuan
sebelumnya. Sudah ada butir-butir kesepakatan yang lebih jelas," kata Garin
kepada SP, Rabu (15/4). Tetapi dia menolak menyebutkan kesepakatan yang
telah dibuat dan hanya memastikan Sultan masih tetap pada posisi capres.
"Pertemuan ketiga dengan Megawati, posisi Sultan masih tetap capres. Belum
ada keputusan Sultan menjadi cawapres," tegasnya.



Koalisi Sultan, PDI-P, Gerindra, dan parpol lainnya merupakan kekuatan yang
sangat baik untuk mengusung perubahan terkait pelaksanaan Pilpres 2009.
Dalam koalisi itu ada Megawati, sebagai sosok ibu bangsa yang nasionalis,
Sri Sultan sebagai tokoh lintas partai dan multikultur, serta Prabowo
sebagai "panglima militer" yang kuat, tetapi demokratis.



Kesamaan Misi



Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan
terbuka kemungkinan memasangkan Prabowo Subianto dengan Megawati
Soekarnoputri, meski koalisi antara Partai Gerindra dan Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P) belum diformalkan.



 Menurutnya, ada banyak kesamaan visi antara Gerindra dengan PDI-P. Di
bidang politik misalnya, PDI-P secara terhormat berani memposisikan diri
sebagai oposisi. "Paling tidak PDI-P sudah menunjukkan diri sebagai oposisi,
punya karakter, daripada sekadar menempel pada kekuasaan," katanya saat
dihubungi SP di Jakarta, Rabu (15/4).



Terkait posisi capres dan cawapres, ia mengatakan belum ada pembahasan
sejauh itu. Baik Gerindra maupun PDI-P sepakat mendahulukan penyelesaian
masalah daftar pemilih tetap (DPT). "Jika sudah ada kejelasan evaluasi
pemilu, baru berlanjut ke langkah berikutnya. Koalisi belum prioritas, kita
dudukkan dulu persoalan satu per satu," ucapnya.



Secara terpisah, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Lili Romli melihat pertemuan sejumlah tokoh dan parpol di rumah Megawati
membuka peluang koalisi dan membentuk blok oposisi. Blok ini akan menjadi
ancaman bagi blok SBY, jika mampu menunjukkan bukti konkret mengenai
kecurangan pemilu legislatif.



"Kekuatan blok itu bisa menjadi penyeimbang blok SBY, bahkan merupakan
ancaman dengan memobilisasi dan menggulirkan isu rekayasa DPT dan kecurangan
pemilu," katanya.



* * *
Tempo Interaktif, 14 April 2009

Megawati Diramal Sulit Menang Lawan SBY
TEMPO Interaktif, Jakarta: Pengamat politik dari Universitas Paramadina,
Bima Arya Sugiarto, mengatakan penggalangan koalisi oleh PDI Perjuangan
dengan beberapa partai seperti Partai Gerindra, Partai Hanura dan partai
lainnya, masih sulit mengalahkan pamor Susilo Bambang Yudhoyono.

Yudhoyono  disokong  Partai Demokrat yang mememangkan pemilu legislatif 9
April lalu diperkirakan bakal mudah meraih kursi RI 1 untuk yang kedua kali.
Dia sedang mencari sosok calon wakil untuk pemilihan presiden  pada Juli
mendatang. "Pemilihan presiden  berkaitan dengan figur, bukan mesin politik.
Figur SBY masih unggul," kata Bima  dalam diskusi dengan media massa di
Restoran Kembang Gula, Selasa (14/4).

Dia menambahkan elektabilitas Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu paling
kuat. Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan, kata dia,
diprediksi belum mampu mengimbangi elektabilitas SBY. "Apalagi suara PDIP
anjlok," ujarnya. "Susah bagi Mega untuk menang."

Justru, Bima menilai, sosok Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo
Subianto menjadi sosok yang memiliki peluang untuk mengalahkan SBY. "Prabowo
memiliki antitesis karakter dan antitesis ideologi," katanya. Namun, Prabowo
punya kelemahan dalam rekam jejak, yaitu terkait dengan rezim Orde Baru.

Menurut dia, sosok calon presiden yang mendampingi Prabowo  akan menjadi
penentu. Dia menduga, ada skenario Mega akan turun, kemudian muncul sosok
pengganti yang akan diusung PDI Perjuangan. Penggalangan dukungan dalam
protes masalah daftar pemilih tetap (DPT) bisa mengerucut pada koalisi.
Apalagi, kata dia, kelompok ini berharap terjadi gonjang-ganjing dengan
hasil pemilu. "Ini  yang sedang dilakukan blok pesaingnya," katanya.

Sebelumnya, beberapa tokoh partai yang digalang PDI Perjuangan, seperti
Megawati Soekarnoputri, Wiranto, Prabowo, Gus Dur, Sutiyoso, Rizal Ramli,
Yusril Ihza Mahendra, M.S. Kaban, Bursah Zanubi, dan Sri Sultan Hamengku
Buwono X. Mereka digalang untuk menggugat pemilu yang dinilai  gagal.

Menurut Bima,  gugatan pemilu yang akan dilayangkan PDI Perjuangan dan
partai-partai yang digalang itu tidak bisa membatalkan pemilihan. "Mahkamah
Konstitusi hanya bisa membatalkan hasil, hanya perhitungan ulang dan
pemilihan ulang," katanya.

Peneliti Reform Institute, Zaim Saidi, mengatakan upaya mengalahkan SBY
harus dilakukan dengan skenario dua putaran. Skenario ini, kata dia, dengan
membentuk koalisi Partai Demokrat dengan beberapa partai pendukungnya. Zaim
sependapat dengan  Bima bahwa Prabowo memiliki peluang menghadang SBY.
"Peluangnya 50:50," katanya











No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG.
Version: 7.5.557 / Virus Database: 270.11.59/2063 - Release Date: 16/04/2009
16:38

<<clip_image004.gif>>

Kirim email ke