================================================= 
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia."  
================================================= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Memperingati Hari Pahlawan 10 Nopember 2009 
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
Tempat Berguru Petani dan Peternak Sapi
Jumat, 13 November 2009 | 02:49 WIB
Oleh : Sonya Hellen Sinombor
Asal petani punya tekad kuat dan berani mengubah pola penggunaan pupuk dari 
anorganik ke organik, niscaya hasilnya jauh lebih memuaskan. Selain ramah 
lingkungan, biaya pertanian yang menggunakan pupuk/pestisida organik jauh lebih 
hemat ketimbang menggunakan pupuk kimia. Subsidi pemerintah terhadap pengadaan 
pupuk akan berkurang. 
Bermodal tekad inilah, Danto Pramonosidi merintis pertanian organik, dipadukan 
dengan peternakan dan pembibitan sapi. Dari Peternakan Sapi/Lembu An-Nuur di 
Sukoharjo, Jawa Tengah, yang dia bangun tahun 2001, Danto mencoba mewujudkan 
impiannya, melepaskan belenggu bahan kimia dari pertanian.
”Tahun 1999 saya pensiun dini sebagai kontraktor di sebuah BUMN karena diminta 
orangtua pulang ke kampung. Mulai saat itu saya berpikir bagaimana meningkatkan 
sumber daya manusia pedesaan agar bisa sejahtera lahir dan batin,” ujarnya.
Dia sempat terjun sendiri, berkutat di kandang sapi di lahan seluas 2.000 meter 
persegi, mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik dan urine sapi menjadi 
pestisida organik. lalu berkuliah untuk menambah ilmu tentang lingkungan.
Hasilnya tidak sia-sia. Tahun 2005 Danto menemukan model peternakan sapi 
terpadu dengan pertanian dan sarat dengan kewirausahaan. Tak hanya memproduksi 
pupuk dan pestisida organik, Danto juga memberikan contoh kepada peternak sapi 
cara mengelola kandang sapi yang bebas polusi.
Merasakan manfaat besar dari peternakan dan pertanian terpadu itu, Danto pun 
berbagi ilmu dengan para petani, peternak sapi, penyuluh pertanian, termasuk 
para mahasiswa.
Menularkan model
Sejak 2005 ia mendirikan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan (P4S) serta 
membuka program magang bagi petani dan mahasiswa. Berbagai pengalaman, mulai 
dari beternak sapi hingga ke pembibitan sapi, mengelola kotoran sapi padat dan 
cair menjadi pupuk dan pestisida, serta menggunakan pupuk dan pestisida organik 
ke lahan pertanian padi sehingga menghasilkan produk pertanian organik, 
ditularkannya. Ia juga mengajarkan bagaimana kotoran sapi diolah menjadi biogas.
Dimulai dari kelompok tani di desanya, Danto menularkan model peternakan dan 
pertanian terpadu hingga ke Kabupaten Sukoharjo. Ratusan petani berbagai 
kelompok tani dari Kabupaten Sukoharjo, Sragen, Karanganyar, Wonogiri, 
Boyolali, Klaten, dan daerah-daerah lainnya di Jateng, Padang, dan Lombok, 
pernah magang di P4S.
”Biasanya mereka yang menentukan waktu magang. Materinya juga tergantung 
permintaan yang mau magang. Paling banyak pertanian dan peternakan. Ada juga 
yang tertarik kewirausahaan,” ujarnya.
Didukung petugas penyuluh pertanian lapangan (PPL) di Sukoharjo serta sejumlah 
dosen di Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Universitas Slamet Riyadi 
Surakarta, dan Universitas Islam Batik Surakarta, hingga kini Danto 
menyelenggarakan program magang dan pendidikan, memperkenalkan pupuk dan 
pestisida organik, meyakinkan petani untuk beralih ke pertanian organik.
Kandang bebas polusi
Pada awal memulai peternakan sapi, kotoran sapi (letong) hanya ditumpuk dan 
dikumpulkan di kandang sehingga sering diprotes tetangga. Mengatasi polusi dari 
peternakan sapi, tahun 2002 Danto memutuskan kuliah di Program Ilmu Lingkungan 
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dari sini dia mendapatkan 
ilmu beternak sapi yang ramah lingkungan.
Sejak tahun 2003 ia menerapkan pola peternakan dan pembibitan sapi dengan 
lingkungan yang bersih, bebas polusi. Hasilnya, dari 7 sapi betina, kini ia 
memiliki 42 ekor sapi.
Dia juga mulai mengolah kotoran sapi menjadi pupuk padat dan cair serta 
mengolah urine menjadi pestisida. Hasilnya digunakan di lahan sawah sekitar 1,9 
hektar. ”Saya mencoba pupuk dan pestisida organik di sawah sendiri. 
Menghilangkan sisa-sisa kimia memang tidak secepat itu. Untuk mencapai mutu 
panen yang sama dengan pupuk kimia, setidaknya harus melewati enam kali panen,” 
ujarnya.
Berkat ketabahannya, lahan pertaniannya pun bebas dari bahan kimia. Beras 
organik di pasaran dijual sekitar Rp 8.000 per kilogram, sedangkan harga beras 
biasa hanya sekitar Rp 6.000 per kilogram.
Sejak tahun 2005 Danto mulai memperkenalkan model peternakan dan pertanian 
terpadu ini. Ia juga memproduksi pupuk organik dan pestisida cair, yang diberi 
nama Ursa Plus.
Untuk meyakinkan petani meninggalkan pupuk dan pestisida kimia dan beralih 
menggunakan pupuk dan pestisida organik, Danto bekerja sama dengan sejumlah 
kelompok tani di Sukoharjo menerapkan pertanian organik.
Awalnya memang tidak mudah mengajak petani beralih ke pupuk organik. Selama dua 
tahun lebih hanya beberapa petani yang tertarik menggunakan pupuk dan pestisida 
organik, itu pun belum 100 persen. Namun, Danto dan sejumlah pemimpin kelompok 
tani tak menyerah.
Petani terus diyakinkan walau membutuhkan waktu lima hingga enam kali panen 
untuk menghilangkan sisa-sisa kimia dari lahan pertanian. Alhasil, tahun 2008 
petani mulai melirik pupuk organik. Kendati masih mencampur dengan pupuk kimia, 
sejumlah kelompok tani di Sukoharjo secara bertahap menggunakan pupuk dan 
pestisida organik. Pada masa tanam tahun 2009 beberapa petani yang pernah 
magang di tempatnya, memutuskan berhenti menggunakan pupuk dan pestisida kimia.
Lebih dari lima tahun menggeluti peternakan dan pertanian terpadu membuat Danto 
memiliki impian ”mengindonesiakan sapi”. Model peternakan sapi terpadu ini 
kelak bisa mencukupi kebutuhan daging sapi di dalam negeri, dan bahkan bisa 
mengekspor sapi ke luar negeri.

DANTO PRAMONOSIDI
• Lahir: Sukoharjo, 1 November 1952 • Pendidikan: - SD di Sukoharjo - SMP di 
Sukoharjo - SMA di Sukoharjo - S-1 Fakultas Teknik Universitas Indonesia - S-2 
Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta • Istri: 
Endang Dwi Purwaning (54) • Anak: dr Argo Seto (29) • Organisasi: - Ketua 
Bidang Penelitian dan Pengembangan Jaringan Petani Organik Jateng - Ketua 
Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Sukoharjo - Ketua Bidang 
Penelitian dan Pengembangan KTNA Provinsi Jateng - Ketua Forum FEDEP (Forum for 
Economic Development and Employment Procurement) Kabupaten Sukoharjo - Wakil 
Ketua Himpunan Magister Lingkungan Surakarta. [Kompas, 12/11/09]
---------
 
Marilah melanjutkan semangat juang, kepemimpinan, keteladanan para pahlawan 
khususnya di bidang ketahanan pangan, bagi masa depan bangsa Indonesia.
 
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat. 
 
Best Regards, 
Retno Kintoko                                                                   
                                 
 
 
Ikutilah :
Magnificat Choir Competition 2009 [MCC 2009] 
 
 
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm [ Alarm gempa ] 
Sedia Bibit Ikan Patin 




 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Kirim email ke