Andi Rahmat mesin uang PKS? [image:
PDF]<http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=34212>
[image:
Cetak]<http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&task=view&id=34212&pop=1&page=0>
[image:
E-mail]<http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&task=emailform&id=34212&itemid=99999999>
  WASPADA
ONLINE

[image: andi_rachmat_pks_-_ipha.jpg]JAKARTA - Kasus Andi Rahmat mencoreng
PKS. Tapi, PKS sendiri tetap menempatkannya sebagai caleg. Kabarnya, mantan
Ketua Kesatuan Aksi Muslim Mahasiswa Indonesia (Kammi) itu termasuk 'mesin
uang' bagi parpol bernomor urut 8. "Andi Rahmat adalah salah satu mesin uang
PKS. Ia tak bakal dicopot," seloroh seorang aktivis PKS.

Jika benar sang 'mesin uang' itu dipertahankan, pengamat Islam politik UIN
Sunan Kalijaga Noorhaidi Hassan PhD dan pakar politik UI Arbi Sanit menilai
PKS bisa tercoreng. Kredibilitas PKS bakal menurun seperti parpol lain yang
terkena politik uang dan skandal korupsi-kolusi.

Ramalan banyak orang bahwa hanya soal waktu PKS bakal tergoda, luntur, dan
tergelincir ke dalam politik uang, dikhawatirkan jadi kenyataan. Ini sungguh
riskan dan rentan bagi PKS, lebih-lebih terkait target mereka meraup 20%
suara di Pemilu 2009.

Para politisi PKS tak mengelak ketika ditanya bahwa Andi ternyata termasuk
dalam rombongan beberapa anggota DPR-RI yang ikut studi banding ke New York
dan London pada 2004, yang pembiayaannya ditanggung BI.

Perjalanan ke luar negeri itu ternyata sebagai 'upah' (gratifikasi) dari
berakhirnya pembahasan Undang-undang Mata Uang. Kalangan PKS seperti anggota
DPR Fahri Hamzah dan Ketua Fraksi FPKS Mahfudz Siddiq menilai perkara itu
sudah lewat sehingga sebaiknya tidak dipersoalkan lagi.

Meski begitu, Indonesia Corruption Watch (ICW) justru menilai kasus
gratifikasi dan sejenisnya itu merupakan *political buying* yang mengotori
parlemen dan parpol seperti PKS sehingga harus diusut tuntas. Apalagi,
*political
buying* itu membahayakan bagi kebijakan bank sentral.

Teten Masduki, pendekar ICW, menuturkan bahwa korupsi politik tercium dari
aroma studi banding BI ke New York dan London itu sebagai bentuk *political
buying*. Akibatnya, trek rekor anggota Komisi XI PKS itu tercoreng karena
ikut studi banding ke London dan New York dengan biaya BI yang sedang
bermasalah terkait BLBI.

Publik kini mempertanyakan dan meragukan komitmen PKS untuk tetap berdiri
sebagai parpol bersih, peduli, dan profesional. Pasalnya, kadernya yang
bernama Andi Rahmat dibiarkan 'menikmati upah' gratifikasi yang kini
digunjingkan.

Denny Indrayana PhD, dosen FH-UGM, mengkhawatirkan PKS yang dikenal Islamis
menghadapi bahaya dari intrusi politik uang yang berkelit kelindan.
Akibatnya, sebagai parpol yang bersemboyan 'bersih dan peduli', langkah PKS
tetap mencalegkan Andi jadi tanda tanya publik.

Publik berharap PKS konsisten dan konsekuen agar betul-betul bisa jadi
partai Islam terbaik dan terbersih bagi umat yang merindukan keteladanan dan
kesejatian politik dewasa ini.

Jika PKS inkonsisten, menurut Noorhaidi Hasan, doktor lulusan Utrecht
Belanda, hampir pasti citra PKS bakal merosot dan rusak seperti partai Islam
lainnya.


--


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke