http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=137188
KONTRAK FREEPORT Pertanggungjawaban Ginandjar Diperlukan Jumat, 3 Maret 2006 JAKARTA (Suara Karya): Kontrak Karya (KK) PT Freeport tahun 1989 jelas-jelas amat merugikan. Karena itu, kebutuhan paling mendesak saat ini adalah meminta pertanggungjawaban dari mantan Menteri Pertambangan dan Energi Ginandjar Kartasasmita sebagai orang yang membidani KK Freeport 1989 itu. Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Revrisond Baswir, menegaskan bahwa niat Ginandjar membantu peninjauan KK Freeport bukan hal yang mendesak. "Ginandjar sebaiknya memberikan dulu pertanggungjawaban atas perannya dalam KK itu. Ingat, dia adalah Mentamben yang membidani kelahiran KK itu, dan KK itu jelas-jelas merugikan bangsa ini," kata Revrisond kepada Suara Karya, Kamis (02/3) kemarin. Lagi pula, demikian Revrisond, penyelesaian apa yang bisa dilakukan Ginandjar. "Ini juga tidak jelas. Jelaskan kepada rakyat, bagaimana sampai KK itu lahir? Bagaimana pembagian persentasenya sampai begitu kecil untuk Indonesia? Dan, bagaimana sampai Freeport disetujui? Ini yang terpenting untuk dijawab Ginandjar," tambah Revrisond. Ginanjar sendiri memang akan dipanggil Panja DPR. Sebelumnya, Ginandjar menyatakan setuju jika pemerintah melakukan negosiasi ulang atas KK untuk PT Freeport dan ia bersedia membantu. "Saya sependapat kalau memang memungkinkan untuk dilakukan negosiasi ulang Kontrak Karya Freeport dan saya akan membantu," kata Ginandjar di Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Senayan, kemarin. "Saya tidak menolak bahwa dulu begini atau begitu. Namun, supaya tidak timbul masalah di dunia internasional dan timbul ketidakpercayaan investasi, perubahan kontrak karya sebaiknya didasarkan pada undang-undang," katanya. Menurut Ginandjar, melalui negosiasi ulang, Freeport mungkin saja bersedia memenuhi beberapa perubahan, karena situasi dan kondisi sekarang lebih memungkinkan dibanding 15 tahun lalu. Tentang perbaikan KK Freeport 15 tahun lalu, saat ia menjabat Mentambem, Ginandjar menuturkan, perubahan KK dilakukan untuk memperbaiki KK I tahun 1967/1968. KK I tahun 1968 memiliki kelemahan, karena di dalam tidak diatur masalah keamanan lingkungan. "Kalau tidak ada perbaikan 15 tahun lalu (KK 1989), KK yang berlaku sampai sekarang KK tahun 67/68 itu," katanya. Sekarang sudah terjadi banyak perubahan, sehingga KK 1989 pun mungkin patut ditinjau ulang. Ia mengakui sedang mempersiapkan penjelasan soal perbaikan KK kepada DPR. "Tanpa dipanggil pun saya akan berikan penjelasan. Masalah Freeport ini saya akan jelaskan apa yang saya ketahui," katanya. Sementara itu, anggota DPD dari Papua Max Demetauw mengatakan, tuntutan masyarakat adat terhadap pertambangan Freeport sudah diakomodasi DPRP dan Majelis Permusyawaratan Papua (MRP). "Pada 20 Maret nanti, soal itu akan diputuskan. Bisa saja keputusannya berupa negosiasi ulang atau juga masalah pembagian pusat dan daerah sesuai UU No.21/2001 tentang otonomi khusus," kata Max. Menurut Max, negosiasi ulang atau pengaturan ulang perlu dilakukan karena selama ini belum transparan. "Peninjauan ulang itu perlu karena kita mau transparan," kata Max. Tuntutan tentang dana kompensasi 7 persen dari hasil bersih didasarkan keinginan masyarakat adat setempat. Selama ini, masyarakat telah mendapatkan dana kompensasi satu persen. "Kompensasi satu persen dalam bentuk dana tunai itu pun setelah kita melakukan tuntutan ke Pengadilan di Amerika," kata Max. Sekarang, ada desakan agar dana kompensasi dinaikkan menjadi tujuh persen karena di sekitar pertambangan ada tujuh masyarakat adat besar. Wakil Ketua DPD Irman Gusman mendesak dilakukannya evaluasi atas posisi Freeport di Papua. "Kontraknya harus ditinjau," katanya. Dirjen Mineral, Batu Bara dan Panas Bumi Departemen ESDM Simon F Sembiring, di sela acara rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Kamis (2/3) mengatakan pihaknya baru bisa melakukan peninjauan KK Freeport, setelah mendapat laporan penerimaan negara, baik pajak maupun nonpajak, dari Departemen Keuangan. "Kita ditugaskan oleh Wapres, dan saat ini kita masih menunggu surat dari Menkeu," ujarnya. Pihaknya minta Departemen Keuangan untuk menyajikan laporan penerimaan negara dari Freeport untuk jangka waktu lima tahun terakhir. Laporan keuangan itu akan diaudit. Berdasarkan hasil audit itu baru bisa diputuskan apakah KK Freeport bisa direvisi. "Saat ini tim belum bisa jalan karena belum ada laporan dari Departemen Keuangan," katanya. Meski demikian, menurut Simon , pemerintah sebenarnya sudah melakukan evaluasi terhadap KK Freeport tahun 2000, dan sudah dilaporkan kepada Menko Perekonomian. (Rully/Indra/Sabpri) [Non-text portions of this message have been removed] Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/