http://www.suarapembaruan.com/News/2006/02/04/index.html
SUARA PEMBARUAN DAILY Politik Beras dan Ketahanan Bangsa Oleh Ir Sudarmono BERAS menjadi komoditi yang selalu menarik bukan hanya untuk dimakan sebagai pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia, juga untuk dicermati, didiskusikan, dan bahkan dipolemikkan. Apa pun yang terjadi dengan beras, akan banyak pihak yang bersuara dan tidak jarang pendapat tersebut saling bertentangan. Kebijakan impor beras yang telah ditetapkan oleh pemerintah pada awal Januari 2006 sebagai salah satu cara pemupukan stok pemerintah, ditentang oleh berbagai kalangan dengan data yang tidak sama satu sama lain. Bukan hanya oleh NGO atau LSM yang posisinya sebagai kritikus kebijakan pemerintah, penentangan juga berasal dari kalangan DPR maupun Gubernur yang terakhir itu notabene adalah pemerintah itu sendiri. Kebijakan perberasan sebelum tahun 1998 salah satunya adalah adanya ceiling price yang menjadi batasan harga tertinggi tingkat konsumen agar Pemerintah melakukan Operasi Pasar Murni (OPM) untuk menurunkan harga beras. Kebijakan subsidi dalam harga beras ini diberikan kepada seluruh lapisan masyarakat baik yang miskin maupun yang mampu (general subsidy). Sejak Juli 1998, dengan mulainya krisis ekonomi, kebijakan subsidi beras diberikan khusus kepada kelompok masyarakat tertentu (targeted subsidy) melalui Operasi Pasar Khusus (OPK) yang kemudian berubah menjadi Raskin (Beras untuk Keluarga Miskin). Dengan perubahan kebijakan subsidi dari general targeted ke targeted subsidy, subsidi hanya diberikan kepada masyarakat miskin. Keterbatasan Dana Masalah yang kemudian timbul adalah keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah, sehingga belum semua keluarga miskin dapat menikmati Raskin. Pada tahun 2005, pagu KK Miskin yang ditetapkan pemerintah untuk menyalurkan beras 20 kg/KK/ bulan selama 12 bulan adalah 8,3 juta KK. Namun realisasi KK yang terlayani oleh Raskin adalah 11.230.279 KK Miskin atau 72,2% dari KK Miskin yang tercatat BKKBN 15,57 juta KK. Salah sasaran yang banyak dipertanyakan adalah karena KK Miskin yang terlayani Raskin lebih dari pagu yang ditetapkan, tetapi harus juga dilihat bahwa KK yang terlayani adalah merupakan bagian dari KK Miskin seluruhnya. Dalam penyaluran Raskin, Perum Bulog sebagai badan usaha milik pemerintah yang bertugas menggunakan kekuatan jaringan gudang yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Bekerja sama dengan Pemda setempat, Raskin telah didistribusikan Perum Bulog di 49.134 titik distribusi yang sebagian besar terletak di Desa/Kelurahan. Realisasi Raskin selama 2005 hampir seluruhnya telah tersalurkan (99,96%) atau 1.99.1131 ton dari pagu Raskin 2005 sebanyak 1.992.000 ton. Seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia terlah terlayani Raskin. Panen padi di Indonesia memiliki pola yang hampir sama dari tahun ke tahun. Musim panen raya umumnya terjadi mulai Februari sampai April. Bulan Januari rata-rata luas sawah yang dipanen sekitar 4,43% dari total luas panen setahun dan umumnya hasil produksi digunakan untuk kebutuhan rumah tangga bulan tersebut. Dengan pola panen tersebut, maka beras yang masuk dalam pengadaan Perum Bulog juga memiliki pola yang tidak jauh berbeda. Pada awal tahun, panen yang baru sekitar 4,43% berpengaruh pada tingkat penyediaan beras di pasar yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga. Dengan harga yang tinggi di pasar, umumnya petani atau penggilingan lebih memilih menjual berasnya ke pasar dibanding kepada Bulog yang membeli pada Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Akibatnya pengadaan Bulog pada bulan Januari rata-rata 1.211 ton. Pengadaan beras Bulog juga memperhatikan kondisi defisit surplus suatu daerah. Jumlah beras yang bisa diserap Bulog merupakan surplus dari bentuk gabah sebagai produk yang langsung dihasilkan petani. Selama 2001 - 2005 jumlah pengadaan setara beras oleh Bulog berkisar 1,5 - 2,1 juta ton dengan rata-rata jumlah terbesar bulan April. Stok Menurut UU No7 tahun 1996 tentang Pangan, Pasal 7 menyebutkan bahwa cadangan pangan nasional terdiri dari cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat. Menghitung cadangan pangan pemerintah lebih mudah karena dikuasai oleh pemerintah (Bulog - hanya satu perusahaan), sedangkan penghitungan stok beras di masyarakat lebih sulit. Studi tentang stok di masyarakat sangat jarang ditemui. Badan Pusat Statitik (BPS) telah melaksanankan survey stok beras di masyarakat pada tahun 1998 dan 2002. namun disayangkan, karena alasan keterbatasan dana maka survey stok beras tahun 2002 tidak dapat mencakup stok beras yang ada di pedagang, hotel, dan industri (Statistik Beras, BPS 10 April 2002). Kajian tentang stok beras yang harusnya dikuasai oleh pemerintah salah satunya adalah yang dilakukan oleh Tim UGM pada tahun 2003. Dengan menggunakan formula dari FAO dalam pengitungan estimasi besaran cadangan beras pemerintah, Tim UGM menyarankan agar besarnya cadangan beras pemerintah berkisar antara 0,75 juta - 1,3 juta ton. Jumlah cadangan beras pemerintah 0,75 juta ton sudah termasuk untuk keperluan cadangan ASEAN+3 yang diperkirakan Indonesia akan memiliki tanggungjawab untuk menyimpan 0,25 juta ton. Dengan demikian, jumlah cadangan beras pemerintah untuk kebutuhan darurat dan stabilisasi harga yang tersedia adalah 0,5 juta ton. Namun, apabila dilihat dari aspek operasional logistic dengan mengingat tersebarnya gudang Bulog di seluruh pelosok Indonesia maka cadangan beras yang lebih besar dari 0,75 juta ton dapat dipertimbangkan namun dengan ongkos yang tentunya lebih tinggi. Setelah kajian Tim UGM, belum ada lagi kajian tentang stok pemerintah yang dapat dijadikan sebagai dasar penentuan jumlah cadangan beras pemerintah yang lebih aman. Untuk tahun 2005, Perum Bulog telah diamanatkan oleh pemerintah untuk menyimpan 350.000 ton sebagai cadangan beras pemerintah yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan beras masyarakat yang mengalami keadaan darurat dan kerawanan pangan pasca bencana; serta untuk mengendalikan gejolak harga beras. Cadangan Beras Pemerintah ini telah teruji saat terjadinya bencana tsunami di awal tahun 2005 maupun bencana kekeringan. Realisasi penyaluran CBP telah mencapai 15.550 ton. Harga Dalam pemantauan harga beberapa komoditi, baik untuk pengamatan harga produsen maupun harga konsumen, Perum Bulog bekerja sama dengan BPS daerah maupun pusat. Dengan demikian ada kesamaan data yang lebih independen. Dalam pengamatan harga produsen (gabah), selama tahun 2005, BPS mencatat bahwa harga rata-rata Gabah Kering Panen (GKP) selalu berada di atas HPP 2005, bahkan pada beberapa bulan terakhir berada di atas HPP 2006. Kondisi ini tentunya sangat menggembirakan dengan harapan bahwa harga tersebut dinikmati oleh petani. Rata-rata harga GKP selama 2005 adalah Rp 1.567,67/kg atau 17,87 persen di atas HPP 2005 Rp 1.330/kg. bahkan pada Desember 2005, tercatat rata-rata harga GKP adalah Rp 1.850,21/kg atau 39,11 persen di atas HPP 2005 dan bahkan Rp 120,21/kg di atas HPP 2006 yang baru mulai berlaku 1 Januari 2006. Tingginya harga gabah ini juga tercermin dari besarnya Nilai Tukar Petani selama 2003 - 2005 rata-rata di atas 100 per bulannya. Tingginya nilai tukar ini berarti bahwa pendapatan petani lebih tinggi dari beban biaya yang harus dikeluarkannya. Dengan tingginya harga gabah selama 2005, maka harga beras juga berjalan seiring menjadi meningkat terutama pada bulan-bulan terakhir. Selain dipicu oleh kenaikan harga gabah, kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 ikut mendorong naiknya biaya pengolahan gabah ke beras maupun biaya penyebaran dan pendistribusian. Rata-rata beras selama 2005 adalah Rp 3.478/kg dan bahkan Desember 2005 telah mencapai Rp 3.825/kg. di Jakarta yang tercermin di Pasar Induk Cipinang, harga beras termurah (IR III) pada awal Januari 2005 adalah Rp 2.600/kg dan pada akhir Desember 2005 telah melonjak menuju Rp 3.650/kg. Produksi dan Konsumsi Polemik tentang data produksi dan konsumsi komoditi apa pun termasuk beras terus terjadi berkaitan dengan masalah akademik yaitu metodologinya. Dalam produksi, perdebatan tidak banyak terjadi karena banyak pihak yang sudah sepakat dengan metodologi yang digunakan. Selain itu, penghitungan produksi diramalkan secara rutin tiga kali setahun untuk menuju angka tetap. Hal yang mungkin masih banyak diperdebatkan pada sisi produksi adalah masalah konversi gabah menjadi beras. Prosentase tentang besaran susut dan penggunaanya untuk keperluan diluar konsumsi masih sering diperdebatkan. Kemajuan teknologi dipercaya merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan konversi gabah ke beras. Sedangkan di sisi konsumsi, selain dari sisi sumber data juga masalah metodologi masih perlu kesepakatan bersama penggunaan data Susenas yang dilakukan BPS tiga tahunan terlalu bias untuk memberikan gambaran konsumsi secara tepat pada tahun di luar Susenas. Selain itu tidak ada penghitungan realisasi konsumsi secara berjenjang seperti yang dilakukan pada data produksi. Petani Penggarap Sensus Pertanian 1993 menunjukkan bahwa lebih dari 10,5 juta KK (53 persen ) rumah tangga petani menguasai lahan yang kurang dari 0,5 hektar. Dari total petani tersebut, proporsi petani yang menguasai lahan sebagian besar adalah petani penggarap bukan pemilik, dengan demikian sesungguhnya sebagian besar adalah net consumer. Hal ini juga didukung data tentang penerimaan Raskin yang 57 persen di antaranya adalah petani dan tinggal di pedesaan. Tingkat keuntungan petani sebesar 17 pesen dari biaya per empat bulan. Apabila dibandingkan dengan tingkat bunga pasar sebesar 12 persen per empat bulan maka sesungguhnya usaha tani padi secara financial cukup layak. Namun dengan luas penguasaan lahan yang sempit, maka jelas bahwa usaha tani padi tidak sepenuhnya mampu mendukung kehidupan rumah tangga petani. (Nizwar Syafaat & Supena Friyatno. Kalau pada tahun 1983/1984 peran pendapatan usaha tani padi terhadap pendapatan total rumah tangga sebesar 36,20 persen, maka tahun 2001/2001 menurun menjadi13,70 persen. * Penulis adalah pengamat masalah pangan Last modified: 4/2/06 [Non-text portions of this message have been removed] Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/