Suharto lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921, dari keluarga
petani yang menganut kejawen. Keyakinan keluarganya ini kelak terus
dipeliharanya hingga hari tua. Karirnya diawali sebagai karyawan di sebuah
bank pedesaan, walau tidak lama.

Dia sempat juga menjadi buruh dan kemudian menempuh karir militer pertama
kali sebagai prajurit KNIL yang berada di bawah kesatuan tentara penjajah
Belanda. Saat Jepang masuk di tahun 1942, Suharto bergabung dengan PETA.
 Ketika Soekarno memproklamirkan kemerdekaan, Soeharto bergabung dengan TKR.

Salah satu 'prestasi' kemiliteran Suharto yang sering digembar-gemborkannya
semasa dia berkuasa adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta.
Bahkan 'prestasi' ini sengaja difilmkan dengan judul 'Janur Kuning' (1979)
yang memperlihatkan jika serangan umum itu diprakarsai dan dipimpin langsung
oleh Letkol Suharto. Padahal, sesungguhnya serangan umum itu diprakarsai
Sultan Hamengkubuwono IX.  Hamengkubuwono IX lah yang memimpin serangan umum
melawan Belanda. Hamengkubuwono IX adalah seorang nasionalis yang memiliki
perhatian terhadap nasib rakyatnya, karena itu ia tidak mau untuk di jajah.
(lihat biografi Sultan Hamengkubuwono IX).

Pada 1959, Suharto yang kala itu menjabat sebagai Pangdam Diponegoro dipecat
oleh Nasution dengan tidak hormat karena Suharto telah menggunakan institusi
militernya untuk mengumpulkan uang dari perusahaan-perusahaan di Jawa
Tengah. Suharto kala itu juga ketahuan ikut kegiatan ilegal berupa
penyelundupan gula dan kapuk bersama Bob Hasan dan Liem Sioe Liong.

Untuk memperlancar penyelundupan ini, didirikan prusahaan perkapalan yang
dikendalikan Bob Hasan. Konon, dalam menjalankan bisnis haramnya ini, Bob
menggunakan kapal-kapal 'Indonesian Overseas' milik C.M. Chow. Siapa C.M.
Chow ini? Dia adalah agen ganda. Pada 1950 dia menjadi agen rahasia militer
Jepang di Shanghai. Tapi dia pun kepanjangan tangan Mao Tse Tung, dalam
merekrut Cina perantauan dari orang Jepang ke dalam jaringan komunis Asia.

Pada 1943, Chow ditugasi Jepang ke Jakarta. Ketika Jepang *hengkang* dari
Indonesia, Chow tetap di Jakarta dan membuka usaha perkapalan pertama di
negeri ini. Chow bukan saja membina WNI Cina di Jawa Tengah dan Timur, namun
juga di Sumatera dan Sulawesi. Salah satu binaannya adalah ayah Eddy Tansil
dan Hendra Rahardja yang bermarga Tan. Tan merupakan *sleeping agent* Mao di
Indonesia Timur. Pada pertengahan 1980-an, Hendra Rahardja dan Liem Sioe
Liong mendirikan sejumlah pabrik di Fujian, Cina (Siapa Sebenarnya Suharto;
Eros Djarot; 2006).

Nasution kala itu sangat marah sehingga ingin memecat Suharto dari AD dan
menyeretnya ke Mahkamah Militer, namun atas desakan Gatot Subroto, Suharto
dibebaskan dan akhirnya dikirim ke SSKAD (Sekolah Staf dan Komando Angkatan
Darat). Selain Nasution, Yani juga marah atas ulah Suharto dan di kemudian
hari mencoret nama Suharto dari daftar peserta pelatihan di SSKAD, yang mana
hal ini membuat Suharto dendam sekali terhadap Yani. Terlebih  Amad Yani
adalah anak kesayangan Bung Karno.

Kolonel Pranoto Rekso Samoedro diangkat sebagai Pangdam Diponegoro
menggantikan Suharto. Pranoto, sang perwira 'santri', menarik kembali semua
fasilitas milik Kodam Diponegoro yang dipinjamkan Suharto kepada para
pengusaha Cina untuk kepentingan pribadinya. Suharto sangat sakit hati dan
dendam terhadap Pranoto, juga terhadap Nasution dan Yani.

Di SSKAD, Suharto dicalonkan untuk menjadi Ketua Senat. Namun DI. Panjaitan
menolak keras dengan menyatakan dirinya tidak percaya dengan Suharto yang
dinilainya tidak bisa dipercaya karena mempunyai banyak catatan kotor dalam
kair militernya, antara lain penyelundupan bersama para pengusaha Cina
dengan dalih untuk membangun kesatuannya, namun yang terjadi adalah untuk
memperkaya dirinya.

Atas kejadian itu Suharto sangat marah. Bertambah lagi dendam Suharto,
selain kepada Nasution, Yani, Pranoto, kini Panjaitan. Aneh tapi nyata,
dalam peristiwa 1 Oktober 1965, musuh-musuh Suharto—Nasution, Yani, dan
Panjaitan—menjadi target pembunuhan, sedangkan Suharto sendiri yang
merupakan orang kedua di AD tidak masuk dalam daftar kematian.
Dan ketika Yani terbunuh, Bung Karno mengangkat Pranoto Rekso Samudro
sebagai Kepala Staf AD, namun Pranoto dijegal oleh Suharto sehingga
Suhartolah yang mengambil-alih kepemimpinan AD, sehingga untuk menghindari
pertumpahan darah dan perangsaudara—karena Siliwangi di Jawa Barat (Ibrahim
Adjie) dan KKO (Marinir) di Jawa Timur telah bersumpah untuk berada di
belakang Soekarno dan jika Soekarno memerintahkan untuk 'menyapu' kekuatan
Suharto di Jakarta, maka mereka menyatakan siap untuk berperang—maka
Soekarno melantik Suharto sebagai Panglima AD pada 14 Oktober 1965.


[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com
http://capresindonesia.wordpress.com
http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke