~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
    Layanan Informasi Aktual
         eskol@mitra.net.id
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hot Spot : Senin, 25 Juli 2005
 
Gereja Kristus Tuhan
Jadi Korban Pelebaran Kali Cideng

 

Jakarta-Sekali lagi, atas nama pembangunan—kali ini titel lengkapnya normalisasi Kali Cideng—sebentar lagi sebuah gedung gereja tua akan tinggal kenangan. Warga Ibu Kota ini hanya akan melihat wujudnya dalam bentuk foto-foto dokumentasi saja.
Gedung Gereja Kristus Tuhan di pojok Jl Fachruddin, Tanah Abang, di tepi Kali Cideng sempat menjadi semacam landmark Tanah Abang. Gereja ini dibangun pada awal tahun 1920-an, dan sebelumnya digunakan sebagai pabrik minuman F&N. Peta Batavia pada 1921 mencatatnya sebagai tempat membuat batu dan bahan tanah liat.

Kemudian rumah itu dijadikan butik oleh pengarang lagu anak, Ibu Sud, dan bagian atasnya dihuni oleh Mang Udel, seorang seniman yang terkenal dengan sinetron Losmen di zaman TVRI sedang jaya-jayanya.

Pada 1956, gedung itu dijadikan sekolah Kristen bernama Sion dan tercatat pemiliknya bernama Yang Wei Pin. Saat itulah, gedung itu juga dipakai sebagai tempat ibadah. Akhirnya, sejak tahun 1980 gedung itu resmi menjadi gedung Gereja Kristus Tuhan.

Pada awal 1990-an, gereja ini sempat terancam penggusuran akibat proyek trippledekker, rencana itu kandas seiring jatuhnya Soeharto.

Saat ini, gereja itu kembali berhadapan dengan sebuah rencana besar, normalisasi Kali Cideng berbanderol sekitar Rp 9 miliar. Kali Cideng di sisi gereja harus diperlebar karena dianggap sebagai biang keladi banjirnya Jl MH Thamrin dan sekitarnya pada Jumat, 15 Juli 2005, lalu.

Simpang-siur tentang nasib gereja itu makin jelas jika kita menilik berbagai komentar para pejabat daerah. Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Fodly Misbach, Rabu (20/7), mengatakan proyek normalisasi kali tidak harus mengorbankan gedung gereja tua itu.

Sementara itu, Wakil Kepala Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta Agung Widodo, Kamis (21/7), mengatakan bangunan gereja tua di pinggir Kali Cideng, Jembatan Serong, Tanah Abang, itu tidak masuk cagar budaya yang dilindungi. Artinya, bangunan itu bisa direnovasi atau dibongkar.

Gereja tua itu telah ada jauh sebelum sebuah jalan bernama Jl. MH Thamrin, pertokoan Sarinah, dan berbagai gedung elite di sekitarnya hadir dan kemudian mengalami banjir. Gereja itu telah muncul sebelum sebuah kota bernama Jakarta dibangun dengan bentuk yang bopeng di sana sini.

Namun ternyata, gereja itu harus menanggung segala akibat kekacauan tata ruang dan tata letak kota ini. Bagaimana jika ternyata setelah gereja dibongkar banjir tetap melanda jalan utama itu?
Hari-hari ke depan akan memberi jawaban, apakah bangunan itu akan menjadi tinggal kenangan dan dikorbankan demi derap pembangunan. Kalau ternyata tetap banjir, dibongkar saja sekalian gedung-gedung besar itu. Lumayan, bisa buat serapan air hujan.
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0507/23/fea01.html



Kirim email ke