************************* Laporkan Situasi lingkungan <[EMAIL PROTECTED]> Atau Hub Eskol Hot Line Telp: 031-5479083/84 ************************* Kelanjutan ..................... 3 - Habis) ------------- "G E R E J A D I P A S C A P E M I L U" Oleh : Eka Darmaputera. (disampaikan pada Sidang MPH-PGI, 30 Juni-2 Juli 1999 di Jakarta) ================================ c. Setiap politikus apalagi negarawan harus dengan cermat menangkap pesan rakyat itu. Imbauan MUI memperlihatkan terasingnya sementara pemimpin agama dari getaran hati rakyat. Imbauan itu justru banyak ditanggapi dengan antipati. Di pihak lain, amanat rakyat itu juga bisa menjadi 'bumerang’ bagi PDI-P, kalau ia kemudian tanpa sadar terperangkap untuk lebih berkonsentrasi pada memenangkan pergulatan di tingkat elit dengan aneka ragam manuver-manuver politik yang bersifat pragmatis, dan tidak cukup hanya mendengarkan suara hati rakyat semata-mata. Gus Dur, menurut firasat saya, telah mulai terperangkap dalam bahaya ini! 6.Bentuk-bentuk aliansi / koalisi apa saja yang bisa kita bayangkan akan terjadi di DPR/MPR yang akan datang ? Berikut ini adalah perkiraan saya, saya mulai dari yang paling ideal :. a. PDI-P + PKB + PAN +PKP. b. PDI-P + PKB +PKP. PAN ‘bebas – aktif.’ c. PDI-P + PKP. PKB dan PAN ‘bebas-aktif.’ d. Kemungkinan terburuk, ialah bila Golkarberhasil merangkul PPP, PBB, PK di bawah label Islam. Sementara PKB dan PAN (karena basis sosialnya) tidak bersedia berkoalisi dengan PDI-P, sedangkan TNI dan utusan golongan/daerah cenderung ke Golkar cs. Polarisasi tidak terhindarkan. 7. Perkenankan saya memberi pula komentar singkat tentang isu dominasi non-muslim di dalam tubuh PDI-P, khususnya dalam bentuk daftar caleg PDI-P yang –menurut penilaian mereka – mayoritas diisi oleh orang-orang non- muslim. a. Penglihatan itu tidak salah seluruhnya. Lihat DCT untuk Bekasi, Bali, Irja, Sumatera Utara, bahkan beberapa Dati II di Jawa Timur dan Jawa Tengah. TEMPO menyebutkan sebagai ketidakpekaan PDI-P terhadap pekanya situasi hubungan antara agama di Indonesia. Kesimpulan TEMPO inipun barangkali ada benarnya. PDI-P di kemudian hari sebaiknya menimba pelajaran dari pengalaman ini (sabagaimana pimpinan PGI juga harus peka terhadap hal-hal seperti ini di dalam kita ber’oikumene’!). Tidak seorangpun pernah terlambat belajar untuk menjadi lebih peka dan lebih arif. Kader-kader PDI-P juga harus bersedia belajar mengenai ini, khususnya mereka yang kebetulan berlatar belakang non-muslim. b. Namun demikian keterbikaan dan kebesaran jiwa di atas tidak boleh membutakan kita terhadap adanya persoalan yang jauh lebih fundamental, yang akan amat berbahaya bila didiamkan begitu saja : b.1. Menurut keyakinan saya, apapun alasannya, manuver-manuver politik yang telah dilakukan, yang mengeksploitir masalah politik menjadi masalah agama, tidaklah dapat dibenarkan dan harus dihentikan. Apa yang telah dilakukan itu menurut pandangan saya, telah :- menurunkan derajat agama menjadi alat pemungklas di dalam pertarungan; - melecehkan kedaulatan partailain untuk mengatur diri sendiri; - meracuni masyarakat dengan bisa yang mudah bekerja tetapi amat sulit dicari penawarnya kelak. b.2. Bersikap dan bertindak arif terhadap kepekaan yang ada adalah satu hal, akan tetapi bersikap seolah-olah hendak memantapkan, melestarikan, bahkan melembagakan kepekaan yang ada aadalah hal yang sama sekali lain. Kita justru harus secara sistematis menerobosnya. Kita harus merumuskan format hidup keberagamaan di masa depan. Yang sedang terjadi sekarang ini, adalah sebaliknya. b.3. Ada tuntutan bahwa sikap arif terhadap kepekaan situasi Kita sedang menanam bom di pekarangan rumah kita! hubungan antar agama hendak diberi satu bentuk saja: pendekatan kuantitatif proporsional. Tiga pertanyaan dapat dikemukakan dalam hubungan ini : -apabila PDI-P harus melakukan itu, apa bedanya ia dengan PPP atau PBB ? –sah-sah saja PDI-P menempuh pola lain, bukan ? Apalagi sekarang mulai berkembang beberapa pola, misalnya pola PAN, pola PKB, pola PKM, dan sebagainya. –akhirnya pertanyaan yang terakhir adalah : apakah pendekatan kuantitatif proporsional itu ditempuh sebagai tindakan arif yang bersifat sementara, ataukah akan kita lembagakan dan bakukan secara formal? Bila yang terakhir itulah jawabnya, kita benar-benar telah menyeleweng dari konstitusi kita! Dan agaknya kita telah melakukan penyelewengan konstitusional ini dengan sadar dan sengaja! 8. Semua itu berarti satu hal saja: di masa pasca pemilu ini, Gereja-Gereja kita ditempatkan oleh Tuhan di tengah-tengah: a. Situasi konflik yang kian meruncing dan terpolarisasi untuk mendesain Indonesia Baru; dan; b. Dalam kemestian serta urgensi untuk mencari format hidup keberaagamaan bagi Indonesia Baru itu! Kita tidak mempunyai pilihan lain, kecuali harus berperan seoptimal-optimalnya! Kita sungguh berdosa kepada Tuhan, bersalah kepada umat kita, dan berhutang kepada bangsa kita, bila oleh karena ketidakacuhan kita peran kita amat minimal atau nol sama sekali. Sementara itu, di era sekarang ini, kebebasan untuk bersikap, berbicara dan berperan relatif terbuka lebar (dengan segala konsekuensinya, tentu saja!). Menurut keyakinan saya, itulah tantangan paling utama kita di masa depan yang dekat ini. 9. Apabila itu tantangannya, maka pertanyaan yang paling utama yang mesti kita jawab adalah: mampukah kita melaksanakan peran kita itu sebaik-baiknya ? Saya dengan sengajatidak mau menjawabnya. Pertanyaan ini harus kita jawab bersama-sama. Kita diskusikan dengan tenang dan serius. Ini yang sedang dilakukan orang-orang lain di luar. Saya amat berbahagia dilibatkan dalam Steering Committee untuk menyusun Skenario Indonesia Masa Depan. Apakah kita tidak bergerak sedikitpun untuk memulainya ? Untuk mwngukur kemampuan kita, perkenankanlah saya meminjam dari Pak Sim beberapa kategori yang paling vital untuk mampu melakukan sesuatu dengan efektif : a.Bagaimana kejelasan DOKTRIN kita ? b.Bagaimana kesiapan KELEMBAGAAN kita ? c Bagaimana ketersediaan KADER-KADER kita ? Soebadio Sastrosutomo pernah dicekal oleh Soeharto, karena bukunya, "Era Baru, Pemimpin Baru". Saya yakin saya tidak akan dicekal bila menjelang Sidang Raya PGI yang akan datang. Saya menyerukan dan mengajak kita semua mempersiapkan visi baru, kepemimpinan baru, untuk era baru. Atau, kita akan menjadi kekuatan status quo yang menghambat reformasi total yang dibutuhkan oleh PGI. =============================================== (Habis) "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36) *********************************************************************** Moderator EskolNet berhak menyeleksi tulisan/artikel yang masuk. Untuk informasi lebih lanjut, pertanyaan, saran, kritik dan sumbangan tulisan harap menghubungi [EMAIL PROTECTED] Bank Danamon Cab. Ambengan Plaza Surabaya, a.n. Martin Setiabudi Acc.No. 761.000.000.772 *********************************************************************** Kirimkan E-mail ke [EMAIL PROTECTED] dengan pesan: subscribe eskolnet-l ATAU unsubscribe eskolnet-l