************************** Artikel Lepas: 20 Juni 2001 <`=`=`=`=`=`=`=`=`=`=`=> Jakarta Kini Mirip Lokasi Arena dan Juara '''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''' Oleh: Drs. Frans Farera (Ketua Litbang PDKB) Senayan dan Merdeka Utara (Istana Presiden) kini mirip ring tinju, lapangan sepakbola atau medan perang antara kekuatan militer lengkap dan kekuatan gerilya atau pasukan gerak cepat. Di ring tinju, situasi politik sekarang seperti pertarungan babak terakhir, dalam pertandingan sepakbola dalam kondisi injury time, sedangkan dalam perang terbuka seperti pasukan militer yang rapi dan sistematis yang diolah oleh markas besar di Senayan (oligarki politik, konspirasi bercorak fantastis model dominasi mayoritas, diktator mayoritas) dan pusat intelejens gerilya bermarkas di istana presiden. Kita sebagai penonton di sekitar lokasi arena dan juara sedang menunggu detik-detik penutup dari permainan dan pertarungan para calon juara, para pemenang atau para strategi kekuasaan. Buku Pintar yang digunakan tim presiden adalah UUD 1945 yang menganut kepemimpinan presidensial, sedangkan tim Senayan (mayoritas) menggunakan kepemimpinan parlementer dari konsep revisi UUD 1945 yang masih digodok di Senayan. Pertarungan dua paradigma dengan segala konsekuensi hukum, strategi, taktik dan operasi politiknya. Di tengah kondisi ronde terakhir atau injury time masih terdengar letupan suara, yang menggambarkan pertarungan kekuatan sosial-politik di luar Senayan dan Istana Presiden. Pemenang pertarungan politik nasional ke depan ditentukan oleh siapa yang memiliki akses dan pengaruh ke lembaga militer (TNI/Polri) dan akses ke komunitas mayoritas Islam. Sedangkan kekuatan nasional-sekuler dan minoritas (termasuk minoritas kristen) belum masuk dalam perhitungan kalah-menang dalam pertarungan ronde terakhir atau injury time sekarang (sampai SI digelar awal Agustus 2001). Dua kubu oligarki kalangan elite politik sedang melakukan penetrasi-penetrasi ke komunitas TNI/Polri dan komunitas politik berkonstituen umat Islam ( di Jawa dan di luar Jawa). Partai Golkar mungkin paling beruntung di tengah pertarungan detik-detik terakhir karena masih menguasai jalur birokrasi negara di seluruh tanah air. Peluang untuk kembalinya rejim Orde Baru (minus Soeharto) sangat mungkin. Rakyat banyak yang sudah terbiasa hidup aman selama pemerintahan Orde Baru terpaksa mendukung kembalinya atau bangkitnya rejim Orde Baru minus Soeharto, di mana peran TNI/Polri sebagai stabilisator politik, menengahi kelompok-kelompok sipil yang bertikai difungsikan kembali. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana peran dari kekuatan reformasi yang berhasil menjatuhkan Soeharto, Mei 1998? Apakah sekarang kelompok reformasi (komunitas kampus, LSM, komunitas media massa, profesional dalam perusahaan-perusahaan, aktivis HAM dan kelestarian lingkungan, tokoh agama, cendekiawan, budayawan, filsuf dan seniman) harus mengambil posisi realitistis step back atau step down (mundur atau bubar)? Posisi politik dari kelompok reformasi tergantung pada kemampuan mereka dalam menengahi kelompok-kelompok sipil yang bertikai dengan sengitnya. Bila mereka tidak mampu menengahi konflik sipil ini, maka kebuntuan politik di antara kelompok sipil akan mewarnai politik nasional sesudah bulan Agustus. Peluang itu dipakai oleh Partai Golkar dengan mekanisme adminstrasi perpolitikan yang sudah mereka kuasai selama ini. Bila kelompok reformasi berhasil menjadi penengah konflik sipil ini, maka mereka akan menjadi kelompok pemimpin politik baru, menggantikan peran militer selama Orde Baru berkuasa sebagai stabilisator perpolitikan nasional. Persoalannya adalah apakah Gus Dur dengan timnya mewakili kepentingan kelompok reformasi atau mayoritas anggota DPR/MPR di Senayan menjadi atau mewakili kepentingan kelompok reformasi atau mayoritas anggota DPR/MPR di Senayan menjadi atau mewakili kepentingan kelompok reformasi? Atau sebaliknya bahwa Gus Dur dengan timnya masih meneruskan kepentingan kekuasaan kelompok statusquo dari rejim Orde Baru dan mayoritas anggota DPR/MPR memperjuangkan aspirasi dan kepentingan kelompok reformasi (diwakili oleh Fraksi Reformasi) di mana pada masa pergolakan menjatuhkan Orde Baru (1997 - 1998) Amien Rais menjadi salah satu tokoh simbolisnya? Banyak kalangan serta pemerhati masalah perpolitikan akhir-akhir ini yang masih jernih pemikirannya dan masih dipandu oleh akal sehat dan tuntutan hati nurani seperti Dr.Ignas Kleden dan sebagian anggota Forum Demokrasi, masih melihat dengan kalkulasi etika politik berprinsip minus-malum. Kubu Gus Dur masih mewakili kepentingan serta perjuangan kelompok reformasi anti Orde Baru dengan praktek dan sistem KKNnya, dibandingkan dengan kelompok mayoritas anggota DPR di Senayan, yang memperlihatkan tingkah laku politik selama Sidang Paripurna Memorandum Kedua (ditonton melalui siaran televisi oleh rakyat Indonesia) sebagai rapat kelompok anarkis, berciri premanisme dengan prinsip adu kekuatan kuantitas dan bukan kekuatan kualitas dan bobot substansialnya. Model permainan kekuatan dan kekuasaan politik yang diterapkan oleh kubu Akbar Tanjung dan kawan-kawannya untuk menjatuhkan Gus Dur pada SI MPR yang akan datang, adalah warisan strategi Soeharto dan kawan-kawannya (militer, teknokrat serta elite sipil kolaboratornya) menjatuhkan presiden Soekarno dengan isu konstitusional dengan menggunakan legitimasi MPRS. Strategi itu digunakan kembali oleh kelompok Brutus (para kawan dekat Soeharto dan pengkhianat-pengkhianat pada detik-detik terakhir) yang melakukan pengkhianatan Mei 1998 sehingga Soeharto jatuh. Kini senjata pamungkas itu sedang digunakan oleh kelompok Brutus dari kubu Soeharto, yakni Akbar Tanjung dkk (termasuk Ginanjar Kartasasmita dengan tokoh Golkar lainnya) untuk menjatuhkan Gus Dur atas nama isu politik tindakan inkonstitusional Gus Dur. Legitimasi MPR menjadi finishing touch dari permainan kesenian politik yang akan menghasilkan biaya sosial-ekonomi yang sangat besar. (Disampaikan dalam seminar Situasi Politik Terkini di GKI Residen Sudirman Surabaya, 18 Juni 2001) "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36) *********************************************************************** Moderator EskolNet berhak menyeleksi tulisan/artikel yang masuk. Untuk informasi lebih lanjut, pertanyaan, saran, kritik dan sumbangan tulisan harap menghubungi [EMAIL PROTECTED] Bank Danamon Cab. Ambengan Plaza Surabaya, a.n. Martin Setiabudi Acc.No. 761.000.000.772 atau BCA Cab. Darmo Surabaya, a.n. Martin Setiabudi Acc. No. 088.442.8838 *********************************************************************** Kirimkan E-mail ke [EMAIL PROTECTED] dengan pesan: subscribe eskolnet-l ATAU unsubscribe eskolnet-l