Menjawab pertanyaan Dimas Basuki: | 1. Darimanakah kalau memang benar ada mercury? | setahu saya minamata terjadi karena memang mercury digunakan | di pabrik pengolahan plastik di kawasan teluk minamata | (http://en.wikipedia.org/wiki/Minamata_disease) tersebut. | dan memang ada source mercury tersebut dari sebuah industri besar | dan tidak pernah source itu dari dalam lapisan bumi secara langsung.. | | 2. Apakah benar bahwa mercury yg ditanyakan tersebut berasal dari | semburan lumpur (sumur) ? | karena setahu saya, mercury tidak pernah dalam jumlah besar di | alam ini , dia selalu bersenyawa dengan logam lain . | karena dalam kasus minamata, ada sekitar 30 ton mercury yang | dibuang ke minamata selama 34 tahun 1932 - 1968 | (http://www.hgtech.com/Information/Minamata%20Japan.htm)
Wah, wah, Bas... sampiyan ini "salah kaprah" (mungkin dulu ngaudit kuliah yang kaprah). Tentu saja merkuri ini selalu bersenyawa dengan elemen lain (tidak hanya logam, tetapi juga non-logam, termasuk senyawa organik). Mungkin ini gambaran (mitos) di kebanyakan kepala orang selama ini, bahwa yang namanya merkuri itu adalah "bola-bola" cair yang mengelinding seperti ball-bearing (gotri) kalau ada termometer jatuh dan pecah di lantai. Kejadian "buang 30 ton merkuri di Minamata" itu juga bukan merkuri murni tetapi dalam bentuk limbah (padat, cair) atau tailing [Kalau merkuri murni ya nggak dibuang, kok nyimut ... dijual dapat duit banyak]. Mitos kedua adalah bahwa merkuri ini elemen langka. Padahal senyatanya merkuri ini rankingnya nomor 67 dalam hal "abundance" diantara elemen yang membentuk kerak bumi. Sedikit lebih jamak dari emas, meskipun tidak sejamak perak atau uranium. Tetapi tidak seperti emas dan perak, merkuri ini tidak dianggap "langka" (rare) karena bisa ditemukan dalam deposit yang terkonsentrasi. Kebnyakan dalam sebagai "cinnabar", mineral yang terdiri dari merkuri-sulfid. Secara alamiah merkuri ini "lepas" ke permukaan melalui proses erosi alamiah (hujan, pelapukan, gerusan air) atau ke udara melalui kebakaran hutan, letusan gunung, mata air panas, dsb. Aktivitas manusia seperti penambangan, pembakaran fossil fuel (yes, your very own car, too!), pembakaran batubara (power-plant), incinerasi sampah. dari pembakaran fossil fuel saja, setiap tahun aktivitas manusia ini telah melepas merkuri ke angkasa sebanyak 11.900 ton per tahun. Mengangkasa, berkeliling dunia, dan akhirnya kembali ke bumi bersama hujan dan pengendapan partikel-partikel kecil -- satu fenomena yang dikenal sebagai "grasshopper effect"]. Tanpa penyelidikan yang seksama tidak memastikan merkuri di lumpur Lapindo itu datangnya dari mana, tetapi kalau melihat fakta yang aku tulis diatas selalu ada kemungkinan arus lumpur ini melewati deposit merkuri, atau memang sudah jutaan tahun merkuri ini ada dalam lumpur tersebut. Harus diingat bahwa merkuri selalu hadir di sekitar penambangan fossil fuel (minyak maupun batubara). Darimana pun asalnya merkuri ini --seandainya ini "bukan salahnya lapindo"-- kenyataan bahwa itu ada dalam lumpur dan dalam konsentrasi yang tinggi tidak bisa dijadikan "excuse" untuk membuangnya ke laut, dan menjadikan bencana yang lebih besar dan hampir tidak mungkin diatasi lagi. Dimas Basuki nanya lagi: | 3. ada beberapa cara yang bisa dilakukan dan harus berkaitan | dengan prediksi masih ada sekitar 2,6 juta M3 lumpur sumur lapindo | tersebut , kalau ada hujan dan pasti ada hujan sebentar lagi | mau dikemanakan lumpur tersebut ? mau ' menenggelamkan' kota Porong ? Aku tidak bilang ini pilihan gampang -- makanya jangan main-main kasih konsensi pada orang atau perusahaan yang tidak kompeten (lihat track record Lapindo ini, siapa saja yang kerja disitu). Seperti aku tulis sebelumnya, upaya containment pakai tanggul itu menurutku baru taraf "alakadarnya" saja -- masih ada beberapa alternative yang jauh lebih baik (dan sudah menjadi teknologi yang standard) seperti contohnya pakai turap baja (interlocking sheet piles). Penduduk yang tinggal di daerah "rawan" juga harus di relokasi (dan diberi kompensasi). Begitu juga lalulintas di sekitar situ. Kalau lihat gambar di koran, aku ngeri membayangkan bagaimana kalau tanggul disebelah jalan tol itu jebol, jelas ratusan kendaraan akan "tersapu" banjir bah lumpur [terus terang aku juga geli melihat beberapa container dipasang dalam interval tertentu - katanya untuk "memperkuat" tanggul. Insinyur cap opo rek?] Secara singkat aku musti bilang: "It is not good enough!" -- hendaknya ada yang bisa ditarik dari pelajaran yang mahal ini. Kalau ini kejadian terjadi di Amerika, pemerintah (EPA, DNR, state and federal agencies) pasti langsung [baca: SEGERA] menurunkan ahli yang paling kompeten untuk menanggulangi problem dan meminimalkan dampak negatipnya. Bukan malah dibiarkan atau diserahkan pada yang bikin ulah [whose incompetence caused the problem in the first place]. Tanggung jawab pemerintah adalah melindungi rakyat dan kepentingan publik, bukan melindungi company pembuat bencana. Biayanya? Hukumnya jelas: polluters pay! Pemerintah menalangi biaya penanggulangan, relokasi, dsb dengan apa yang disebut "Superfund" (untuk masalah pencemaran lingkungan) dan kemudian bill-nya dikirim ke si polluter -- dan ini dikejar walau sampai bangkrut sekalipun (justru baik dari sisi publik, si penjahat korporasi tidak bisa lagi mengulangi perbuatannya. One criminal down, many to go!) Dimas Basuki punya skenario: | 4. at any cost harus ada 'waste sludge treatment' sebelum lumpur | tersebut dibuang , kalau soal reduce mercury , ada beberapa teknik | bisa kita buat , modelkan , | | 5. seharusnya team independ yang ada , sejak awal tidak hanya berkaitan | urusan menyetop lumpur ini , tapi harus juga memasukkan unsur | environmentalist atau bidang bidang yang terkait dengan 'environment' Ini juga klasik problem "kolektip" kita Bas -- semuanya serba samar-samar. Soal "treatment" itu sampai sekarang tidak jelas, lumpur itu mau dibagaimanakan (sebelum 'air"nya dibuang kelaut). Honestly, I'm skeptical and do not buy that crap. Membuat fasilitas "mercury removal treatment" itu bukan kerjaan sederhana dan butuh waktu lama (bulan, tahun) padahal katanya waktu mendesak (musim hujan sudah dekat) -- itupun SEANDAINYA kita ini memang punya ilmu dan terutama pengalaman dengan teknologinya [as far as I know, it is zilch, big ZERO]. Jangankan mercury removal, memisahkan zat padat dari air di lumpur tersebut aku tidak yakin bisa dilaksanakan oleh kita (given the existing knowledge, technology and the sheer volume of that stuff). Apa yang akan terjadi sudah jelas dari sekarang, lumpur ini akan dipompa ke laut "as is" (seperti apa adanya) -- that's why putting the pipe is number one priority, and not building the treatment facility. Ini attitude buruk dari manusia (pejabat, kelompok masyarakat) yang biasa disebut sebagai "not in my back yard" (NIMBY). Padahal semuanya itu akan kembali ke kita lagi. What goes around comes around. Siap-siap sajalah mengucapkan selamat tinggal buat sate kerang Bangil, bandeng asep Gresik, kepiting Sidoarjo, kupang Kenjeran, trasi, petis, lurjuk, tripang, ebi, krupuk udang dan banyak lagi industri yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah ini (baik kebutuhan domestik maupun untuk import). Sidoarjo, Bangil, Pasuruan, Situbondo, dan Probolinggo adalah sentra produksi udang terbesar di Jawa Timur, sekitar 50.030 ton dengan nilai 324 juta dollar AS, menurut data tahun 2005 (yang merupakan 30% dari total produksi nasional). Seiring dengan perjalanan waktu pencemaran laut ini akan bergerak ke pantai Madura, Banyuwangi, Bali, dan entah sampai berapa luas lagi (grasshopper effect lewat pergerakan air dan habitat laut). Di negeri ini memang susah mengharapkan politisi dan pengambil keputusan untuk membuat satu keputusan atau tindakan yang memihak rakyat (publik) atau punya visi jangka panjang, tetapi aku harapkan masih ada yang "waras" terutama di kalangan ilmuwan untuk berani melihat dan menyatakan pendapatnya secara terbuka [I know, I know .. PNS itu kebanyakan sibuk nugguin Pensiun, Ngapain Susah-susah]. Tetapi ini soal masa depan anak cucu, masa depan bangsa ... apa ya semua musti diam saja [asal slamet, pokoke aman]. Masa kalah sama 'rang Meduro, sampai saat ini satu-satunya kelompok masyarakat yang berani protes tentang recana pembuangan lumpur kelaut (Suara Pembaruan 22/8/06). Mau buang lumpur ke selat Meduro ... sampiyan ini mau ngajak carok, tah? Moko/ Cak Durasim biyen ngremo, ngritik penjajah Londo/Jepang: "... maju ditendang mundur ditepang, nasibe bangsaku koyo jaran kepang" =============================================================== ** Arsip : http://members.tripod.com/~fisika/ ** Ingin Berhenti : silahkan mengirim email kosong ke : <[EMAIL PROTECTED]> =============================================================== Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/fisika_indonesia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/