Oleh Rohadi Budi Widyatmoko

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/06/03462249/hewan.cerminan.manusia


Sejarah manusia sering terekam dalam folklor, mitologi, dongeng, hikayat, 
cerita rakyat, legenda, dan fabel. Cerita dengan mengambil tokoh-tokoh hewan 
sebenarnya kerap digunakan untuk menceritakan kondisi bahkan adab manusia.

Negeri Nusantara ini memiliki banyak cerita tentang sejarah, asal-usul tempat, 
ataupun upacara tradisi yang bersumber dari cerita bertokoh hewan, seperti 
buaya, monyet, anjing, kancil, kuda, gajah, harimau, kambing, dan ular.

Penggunaan tokoh hewan dalam berbagai cerita itu mungkin dimaksudkan untuk 
tidak terlalu menyinggung perasaan manusia yang disimbolkannya. Bisa juga 
tokoh-tokoh hewan dipilih agar kritik tidak begitu membahayakan jika terpaksa 
berhadapan dengan kekuasaan.

Masyarakat zaman dulu sudah pintar dan kaya imajinasi sehingga mampu merangkai 
cerita sebagai cerminan hidup. Artinya, pemilihan tokoh-tokoh hewan dalam 
cerita juga menunjukkan kedekatan dengan alam, sekaligus kepekaan mengetahui 
naluri manusia yang kadang-kadang memiliki kemiripan seperti naluri hewan.

Kehewanan manusia

Hewan-hewan yang diceritakan biasanya mewakili kekuatan yang baik dan yang 
jahat. Hikmah dari cerita hewan ditujukan membuat manusia memilih sikap agar 
tidak terjerumus dalam limbah kejahatan ataupun kesesatan. Cerita hewan juga 
mengandung ajaran etika, pembelajaran sejarah, dan hiburan yang membuat 
masyarakat mau untuk menceritakannya berulang-ulang, kemudian diwariskan secara 
turun-temurun.

Hewan dijadikan cerminan bagi manusia. Sifat-sifat yang dimiliki hewan bisa 
saja dimiliki juga oleh manusia. Sifat jahat atau kejam dari manusia kadang 
melebihi kebuasan hewan. Hikmah dalam gambaran sifat-sifat dan perilaku itulah 
yang membuat cerita hewan terus dinikmati oleh masyarakat.

Nama-nama dan sifat-sifat hewan terkadang dipakai oleh kita dalam peribahasa 
atau mengumpat. Nama-nama hewan tertentu sering muncul dalam peribahasa. 
Contohnya, anjing menggonggong kafilah tetap berlalu; seperti harimau tumbuh 
sayap; keledai tidak akan terantuk batu dua kali.

Nama-nama hewan juga sering dipakai untuk ekspresi marah dan mengumpat.

Cerita-cerita hewan terdapat dalam banyak peradaban, termasuk di Barat. Cerita 
hewan jarang dilupakan sebab dekat dengan realitas sehari- hari.

Pemanfaatan karakter hewan dalam sastra mendapat perhatian besar dalam novel 
terkenal, Animal Farm, karya George Orwell. Novel terbaik Orwell ini 
menceritakan kebrengsekan, kelicikan, keserakahan, kesombongan, dan kekejaman 
manusia dalam meraih kekuasaan dan kekayaan.

Animal Farm merupakan bentuk modern dari cerita rakyat sebab mencerminkan 
kondisi zaman modern pada abad ke-20 yang diwarnai dengan perang dan dekandensi 
moral manusia. Orwell memotret itu semua dalam bentuk novel yang kritis, penuh 
satir, dan menuntut kita untuk sadar diri. Dunia binatang dijadikan cerminan 
yang pas untuk merekam situasi zaman, yang membutuhkan imajinasi dan kecerdasan 
tak sembarangan.

Konon, naskah Animal Farm itu sering ditolak oleh banyak penerbit. Akhirnya, 
ada satu penerbit mau menerbitkan naskah itu, tetapi digolongkan sebagai cerita 
dongeng, bukan novel. Masyarakat Eropa membacanya, kemudian tersentak, ternyata 
Animal Farm merupakan novel genius tentang gambaran dunia Eropa. Orwell 
berhasil mengungkapkan ejekan- ejekan halus dan tajam pada sistem pemerintahan 
totaliter di Eropa.

Hewan dalam teater

Usaha keras juga ditunjukkan oleh James Finn Garner, seorang penulis dan pemain 
teater dari Amerika Serikat. Ia menulis ulang dan memelesetkan dongeng-dongeng 
lama, sebagian mengisahkan tentang dunia hewan, dalam buku Politically Correct 
Bedtime Stories. Buku dongeng modern yang penuh pelesetan tersebut mencerminkan 
keinginan pengarang untuk memberikan tafsiran ulang serta memunculkan makna 
baru.

Dalam cerita Tiga Babi Kecil diceritakan tentang cara pertahanan diri babi dari 
ancaman keserakahan serigala. Tempat tinggal babi ingin dijadikan kompleks 
perumahan, perkebunan, dan pusat ekonomi oleh kaum serigala. Tiga babi bertahan 
meskipun rumah dengan bahan jerami dan ranting dapat dihancurkan serigala.

Cerita tersebut dekat dengan realitas zaman modern. Negara kita juga sedang 
memiliki cerita hewan, cicak lawan buaya. Cerita hewan ini belum berakhir. 
Ingat, ini kenyataan, bukan novel tentang hewan!

Rohadi Budi Widyatmoko Aktif di Komunitas Cething Ombo, Boyolali. Tinggal di 
Tegalrayung, Boyolali, Jateng

Kirim email ke