Kenyataan memang sering terasa pahit. Tetapi komentar miring tentang 
orang-orang yang dituduh "berwisata" ke lokasi bencana sebenarnya menambah 
pahit kenyataan bahwa kita masih memasang ukuran bajunya ke semua orang. 

Janganlah buru-buru mencerca para "wisatawan" itu sebagai tidak bermoral. 
Sebab, bagaimanapun, masyarakat punya hak untuk tahu keadaan (lokasi) yang 
sebenarnya. Mereka bukan khusus datang untuk "berwisata" tapi untuk mengukur 
kengerian yang mereka terima melalui media dengan pandangan mata sendiri. 

Kalaupun terbukti masyarakat kita memang gemar berwisata ke lokasi bencana, 
tetap itu merupakan tanggungjawab pemerintah karena menyelenggarakan pendidikan 
yang cuma menghasilkan masyarakat "penonton minded". 

Beranikah kita menerima kenyataan bahwa pendidikan yang diterima bangsa ini 
baru menghasilkan masyarakat yang setaraf kumpul bocah... Riang, spontan, 
gampang terpikat hal-hal seru. Pendidikan yang cuma menghasilkan masyarakat 
penonton dan bukan masyarakat yang pandai bertanya. 

mother, do you think they'll drop the bomb? 
mother, should I trust the government? 
mother, should I run for president? 
http://www.youtube.com/watch?v=wBkTUzKAiXQ


ajeg= 


- 

Ma, Kapan Ada Bom Lagi?

Minggu, 19 Juli 2009 | 08:54 WIB

KOMPAS.com — Cerita ini mungkin menjadi sisi lain dari berbagai cerita yang 
datang dari lokasi ledakan bom Mega Kuningan yang menyentak Indonesia, bahkan 
dunia, pada Jumat (17/7) lalu.

"Ma, kapan ada bomnya lagi?" tanya seorang bocah perempuan dengan polosnya. 
Nia, nama gadis cilik itu, hari Sabtu (18/7) kemarin diajak kedua orangtuanya 
mengunjungi lokasi ledakan di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta Selatan.

Mendengar pertanyaan si anak, sang ibu hanya menjawab singkat, "Ah, mana mama 
tau," kata ibunya.

Nia, yang berdiri tepat di samping Kompas.com pun sempat berbincang sebentar. 
Saat ditanya, kenapa ingin melihat bom, jawaban polos kembali meluncur dari 
siswi kelas 1 SD itu. "Seru aja," katanya singkat.

Ketika diajak ngobrol lebih jauh, Nia hanya mesam-mesem. Ibu Nia, Fatma, 
mengaku mengajak anaknya hanya karena penasaran ingin melihat langsung 
sisa-sisa kerusakan akibat bom yang membawa korban puluhan orang itu. "Hari ini 
(kemarin) libur, jadi sama suami ngajak anak-anak juga pengin lihat," ujar 
Fatma.

Akhir pekan kemarin, kawasan lokasi ledakan di Mega Kuningan itu memang ramai 
dengan kunjungan warga yang kebanyakan datang bersama keluarganya. Tak sedikit 
pula yang membawa bocah-bocah kecil yang mungkin belum mengerti tragedi apa 
yang sedang disaksikannya. Ritual wajib, mengabadikan pose berlatar belakang 
sisa-sisa yang tampak dari ledakan.

Psikolog Ieda Poernomo Sigit Sidi mengatakan, karakter masyarakat Indonesia 
memang masih menjadikan suasana pascabencana sebagai sebuah 'wisata'. Membawa 
anak-anak ke lokasi bencana, menurutnya, tidak akan membawa dampak positif bagi 
anak jika tak diberikan pemahaman.

"Anak-anak itu mungkin masih menganggap bom itu seperti kembang api, 
menyenangkan bagi dia. Tapi, si anak belum menangkap bahwa ada peristiwa tragis 
di balik itu. Ia hanya melihat sebuah keramaian dan itu menyenangkan bagi 
anak-anak," kata Ieda, saat dihubungi Sabtu malam.

Ia menyarankan agar orangtua memberikan penjelasan kepada sang anak bahwa 
kerusakan yang dilihat adalah perbuatan orang-orang yang tidak bertanggung 
jawab. "Berikan penjelasan, akibat perbuatan tersebut, ada orang yang meninggal 
dunia dan terluka. Tapi, karakter masyarakat kita memang masih memiliki 
kesenangan 'menonton' bencana. Ini yang harus kita ubah," ujar Ieda.

Membawa anak-anak ke lokasi bencana, seperti lokasi ledakan bom, akan 
bermanfaat jika anak-anak akhirnya memahami bahwa mereka tengah berhadapan 
dengan kejahatan kemanusiaan. Dari situ diharapkan muncul rasa empati, 
menghormati, dan menyayangi antarsesama manusia.

http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/19/08544139/ma.kapan.ada.bom.lagi







      

Kirim email ke