SAYA agak
terkejut, ketika seorang saksi sejarah mengatakan bahwa Proklamasi
Kemerdekaan terselenggara di Rengasdengklok 16 Agustus 1945 dan oleh
karena itu peringatan Hari Kemerdekaan adalah yang di Rengasdengklok
dan bukannya pada 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta.



Sekilas, saya menyukai adanya perbedaan karena perbedaan itu adalah
rahmat.Tetapi selama masih belum bisa membuktikan secara otentik, maka
kita sepakat untuk memilih 17 Agustus 1945 sebagai Hari Kemerdekaan
Republik Indonesia. Memang sulit untuk membuktikan apakah sumber-sumber
itu otentik atau tidak, karena para pelaku sejarah sudah banyak yang
tua-tua, daya ingat mereka sudah turun, bahkan ada yang sudah meninggal
dunia. 



Sumber terakhir itu juga mengatakan, Soekarno dan Hatta membacakan
proklamsi yang ditulisnya dan menaikkan bendera sang saka merah putih
di Rengasdengklok. Ditegaskan, Soekarno setuju saja dengan argumen para
pemuda yang mengamankannya ke Rengasdengklok.



Hal ini bertolakbelakang dari buku yang saya tulis: Dasman
Djamaluddin,Butir-butir Padi B.M.Diah (Jakarta:Pustaka Merdeka, 1992),
halaman 75-76, sejak semula Bung Karno marah dan memegang batang
lehernya serta membuat gerakan seakan-akan menggorok leher. Dengan
demikian, ia hendak menunjukkan bahwa ia tidak setuju meskipun
disembelih sekali pun."Biar pun saya digorok, saya tidak akan melakukan
Proklamasi," ujar Bung Karno. Selanjutnya diungkapkan bahwa Bung Hatta
setuju dengan sikap Bung Karno.



Perlu diketahui B.M.Diah yang bukunya saya tulis adalah juga saksi
sejarah. Beliau adalah salah seorang saksi sejarah, satu-satunya
seorang wartawan yang hadir ketika Bung Karno-Hatta merumuskan
proklamasi pada tanggal 16 Agustus 1945 malam di Rumah Maeda (sekarang
menjadi Museum Naskah Perumusan Naskah Proklamasi) di jalan Imam Bonjol
no.1 Jakarta. Beliau pula yang menyaksikan, Sayuti Melik mengetik
naskah proklamasi setelah ditulis Bung Karno. B.M.Diah berdiri tepat di
belakang Sayuti Melik yang sedang mengetik. 



Jadi untuk sementara saya mengatakan, bahwa rumusan naskah proklamasi
itu baru diperbincangkan tanggal 16 Agustus 1945 malam di rumah Maeda,
bukannya di Rengasdengklok.Kalau sudah diproklamsikan di
Rengasdengklok, mengapa Bung Karno dua kali membacakan Proklamasi.
Kalau benar (sekali lagi benar), bukankah di dalam hukum berlaku
hal-hal yang baru menafikan hal-hal yang lama ? Jadi yang dipergunakan
adalah yang baru? Semoga menjadi bahan masukan. Terimakasih 
(http://dasmandj.blogspot.com)





    
     

    
    


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke