http://koran.kompas.com/read/xml/2009/09/01/04393732/publikasi.seni.budaya.banyak.karya.asing


Jakarta, Kompas - Publikasi yang berkualitas tentang seni budaya Indonesia 
sampai saat ini masih diwarnai oleh para peneliti dan sarjana asing yang 
karyanya banyak tersebar di berbagai daerah. Adapun di dalam negeri karya 
seperti itu masih terhambat minimnya dana dan minimnya apresiasi.

Buku-buku yang cukup standar secara akademis tentang Minangkabau, misalnya, 
selama ini masih merujuk pada karya-karya sarjana asing, yang memang secara 
mendalam dan sungguh-sungguh melakukan pekerjaannya.

Budayawan dan mantan Ketua Dewan Kesenian Sumatera Barat, Edy Utama, mengatakan 
hal itu ketika dihubungi Senin (31/8) di Padang.

"Kalau ada yang ingin melakukan penelitian tentang teater tradisional 
Minangkabau, randai, misalnya, kita masih harus merujuk kepada karya Prof 
Kirstin Pauka dari Hawaii University serta tentang silat Minangkabau pada karya 
Dr Hiltrud Cordes dari Jerman. Atau, kalau mau mempelajari sijobang, sebuah 
teater tutur dari Payakumbuh, kita masih terpaksa menggunakan hasil penelitian 
Nigel Philyps dari SOAS Inggris," katanya.

Edy menjelaskan, kita nyaris tak bisa menemukan karya-karya yang dipublikasikan 
yang ditulis secara mendalam tentang seni budaya kita oleh orang Indonesia 
sendiri. Jika mau mempelajari budaya masyarakat Mentawai, hampir 100 persen 
buku rujukannya karya orang asing.

Dihubungi secara terpisah, sastrawan asal Bali, Tan Lioe Ie, mengatakan, 
pemerintah harus memberi apresiasi lebih terhadap seni budaya, dengan mendorong 
kalangan akademisi atau peminat kebudayaan untuk meneliti dan menulis buku seni 
budaya.

"Upaya pendokumentasian berbagai seni budaya yang kita miliki perlu digalakkan, 
termasuk di dalamnya penerbitan buku seni budaya, penerjemahan ke dalam 
berbagai bahasa, dan pendistribusiannya ke berbagai negara," katanya. "Jika 
seni budaya kita dikenal luas di dalam dan luar negeri, besar kemungkinan 
rakyat akan bangga dan mencintainya," ujar Lioe Ie.

Minim dana dan apresiasi

Menurut Edy Utama, kurangnya publikasi atau penerbitan buku-buku tentang seni 
budaya di Indonesia, umumnya, dan Sumatera Barat, khususnya, selain dana sangat 
kurang, juga disebabkan belum ada orang yang sungguh-sungguh mau mengabdikan 
hidupnya untuk mengamati, meneliti, dan menulis seni budaya itu sendiri.

Kalau orangnya pun ada, ia juga akan terbentur dengan minimnya dana dan 
apresiasi dari pemerintah serta masyarakat sehingga hasil karyanya tidak cukup 
mendalam dan kurang komprehensif. Sebetulnya, berbagai bentuk penelitian awal 
tentang seni budaya di Sumatera Barat telah banyak dilakukan, terutama untuk 
keperluan akademis.

Banyak dosen yang telah membuat tesis dan bahkan juga disertasi tentang seni 
budaya, tetapi belum banyak yang dipublikasikan, dengan alasan tidak adanya 
dana penerbitan.

"Memang tidak semua hasil penelitian akademis punya kualitas, tetapi sebagai 
bahan awal untuk menelusuri kekayaan khazanah seni budaya di daerah, dapat 
dikatakan sudah cukup memadai. Tinggal lagi melakukan penelitian lanjutan 
sehingga dapat dijadikan bahan publikasi dalam bentuk buku yang dapat 
dikonsumsi oleh umum," tutur Edy Utama.

Sementara itu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat masih 
menginventarisasi seni budaya yang ada di setiap kabupaten dan kota. Diharapkan 
pada tahun 2010 seluruh seni tradisi yang ada bisa didaftarkan ke Direktorat 
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

"Tahun ini tidak bisa karena tidak ada anggarannya," kata Kepala Bidang 
Kesenian dan Perfilman Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat Oden Effendi. 
Berdasarkan pendataan tahun 2004, ada 398 kesenian tradisi yang ada di Jawa 
Barat, mencakup seni tari, pertunjukan, hingga alat musik.

Ketergantungan

Dia berpendapat, minimnya publikasi tentang seni budaya kita, apalagi yang 
berkualitas, telah menyebabkan kita terjebak ketergantungan terus-menerus 
terhadap hasil pengetahuan orang asing (Barat).

Padahal, kalau mau memahami budayanya secara mendalam sebagai hasil pergulatan 
kreatif anak bangsa, mau tidak mau, kita harus mendorong penelitian, kajian, 
dan publikasi oleh bangsa sendiri.

Perspektif orang dalam di sisi lain akan bisa mengungkap banyak hal dari 
karakteristik budaya kita yang unik, plural—yang orang luar belum tentu dapat 
menangkap ruhnya sepenuhnya.

"Saya percaya, jika para sarjana, seniman, dan wartawan kita diberi peluang dan 
dukungan pendanaan yang cukup, akan dapat menghasilkan karya-karya penulisan 
tentang seni budaya kita, yang siap dipublikasikan ke dunia. Dengan cara itu, 
kita telah menyatakan kepada dunia bahwa berbagai seni budaya yang sangat kaya 
ini adalah milik kita meskipun belum dipatenkan atau didaftarkan," katanya.

Selain untuk mempertahankan dari klaim bangsa lain, penelitian, kajian, dan 
publikasi tersebut juga berguna bagi pewarisan budaya—salah satu masalah paling 
krusial dalam kehidupan bangsa kita dewasa ini.

Lembaga kebudayaan

Tan Lioe Ie mengatakan, perlu peran media yang punya akses luas ke masyarakat 
dalam memublikasikan berbagai hal menyangkut seni budaya. Pemerintah juga perlu 
memberi apresiasi lebih kepada seni budaya kita, termasuk senimannya, begitu 
pula dunia usaha, seperti sektor pariwisata yang "diuntungkan" oleh seni budaya 
kita.

"Perlu lembaga kebudayaan Indonesia di berbagai negara untuk mempromosikan seni 
budaya kita, semacam Goethe Institute dan Erasmus Huis, mendukung penerbitan 
karya seni, pengiriman seniman ke luar negeri, tradisional ataupun modern, 
untuk ditampilkan kepada warga negara setempat, selain ditampilkan di berbagai 
ajang festival seni budaya di dalam negeri sendiri serta 
ditayangkan/dipublikasikan secara luas agar masyarakat kenal dan cinta seni 
budayanya, baik yang tradisional maupun modern," katanya.

Untuk teknis pelaksanaan, pemerintah bisa bermitra dengan swasta dan memiliki 
kurator yang bagus sehingga festival itu bermutu dan layak berita, baik bagi 
media dari Indonesia sendiri maupun media asing. Tentu upaya ini perlu 
dilakukan terus-menerus karena sulit berharap hasilnya secara instan. (NAL/JON)

Kirim email ke