http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0708/08/humaniora/3749099.htm
==========================

Meski anak-anak down syndrome memiliki keterbatasan, mereka tetap
mampu berprestasi. Karena itu, anak-anak down syndrome perlu
perhatian, didampingi, dan jangan disisihkan.

"Semua anak haruslah dianggap sama. Janganlah mereka disisihkan.
Sebaiknya mereka pun dibekali keterampilan," kata Ny Mufidah Jusuf
Kalla saat hadir pada acara wisuda lulusan SD, SMP, dan alumni Sekolah
Luar Biasa (SLB) Dian Grahita, Jakarta, Senin (6/8).

Menurut suster Joanni, Kepala SLB Dian Grahita, wisuda ini sangat
berarti bagi anak-anak down syndrome. "Inilah bukti cinta orangtua dan
sekolah kepada anak-anak kami. Mudah- mudahan ini titik awal. Saatnya
masyarakat menerima dan mencintai anak-anak kami," katanya.

Down syndrome disebabkan adanya gangguan pada kromosom yang ke-21.
Manusia memiliki 23 pasang kromosom. Pada anak down syndrome, kromosom
mereka yang ke-21 tidak sepasang (dua), melainkan tiga kromosom
(trisomi). Dengan kata lain, down syndrome adalah gangguan genetik.

Pada wisuda hari Senin lalu, ada 30 anak yang diwisuda. Tujuh anak
adalah lulusan SD, 11 lulusan SMP, dan 12 anak adalah alumnus SLB Dian
Grahita. Mengenakan jubah dan toga berwarna ungu, mereka sangat
antusias mengikuti acara wisuda yang dimeriahkan tari-tarian dari
rekan-rekan mereka.

Menurut Ketua Ikatan Sindroma Down Indonesia (ISDI) Aryanti Rosihan
Yacub, setelah tamat sekolah, anak-anak pada umumnya akan mengejar
masa depan. Akan tetapi, para orangtua anak-anak down syndrome justru
mengalami ketakutan bagaimana masa depan anak-anak mereka karena
keterbatasannya.

"Karena itu ada ISDI, agar kehidupan mereka berguna dan berarti. Ada
banyak rintangan dan cucuran air mata. Asuransi kesehatan pun menolak
mereka karena takut rugi. Tetapi, dengan keterbatasan mereka,
anak-anak ini sebetulnya juga dapat berprestasi mengangkat nama bangsa
dan negara di dunia internasional," kata Aryanti.

Kimberly, yang baru saja lulus SD (biasa dipanggil Kim Kim) pada SLB
Dian Grahita, misalnya. Walaupun untuk berjalan saja Kim Kim mengalami
kesulitan, tetapi begitu "nyemplung" ke kolam renang, ia bak ikat
pesut yang bergerak cepat.

Michael Rosihan Yacub, yang lulus SMP, telah berpraktik kerja di
British International School. Ia pun mampu mandiri. Robby Eko Raharja
yang juga lulus SMP, selain lincah memainkan keyboard juga menang
terus dalam acara-acara pekan olahraga.

Alumni SLB Dian Grahita, seperti Adrian Raharja, pun pernah menjadi
juara I renang Porcaba 2005, mendapatkan medali perak Bocce di Taipei
(Taiwan), juara I Bocce Porcaba 2007.

Tak semua anak down syndrome menyusahkan keluarganya. Seperti Marisa
(16), siswa SMA Triasih di Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Ia bisa mandiri
dan sangat senang menari.

Betapa pun anak-anak, down syndrome ada di sekeliling kita. Adalah
kewajiban kita untuk membekali mereka dengan ketera

Kirim email ke