http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0708/07/humaniora/3747927.htm ============================
Pembelokan Isu soal Energi Jakarta, Kompas - Rencana pemerintah membangun pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN dinilai mengesampingkan sumber-sumber energi alternatif lainnya. Padahal, Kebijakan Energi Nasional pada Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 memungkinkan optimalisasi sumber energi terbarukan. "Pemerintah ingin menjadikan proyek PLTN sebagai anak emas. Dalam Kebijakan Energi Nasional dipolitisasi dengan menyelipkan sumber energi nuklir dalam kategori energi baru dan terbarukan," kata Ketua Masyarakat Antinuklir Indonesia (Manusia) Dian Abraham, Senin (6/8). Menurut Dian, istilah "energi baru dan terbarukan" mengandung pengertian kedua-duanya harus terpenuhi. Padahal, nuklir hanya memenuhi kategori sebagai energi baru. Pasal 2 Ayat (2) b.6 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 menyebutkan, energi baru dan terbarukan lainnya, khususnya, biomasa, nuklir, tenaga air skala kecil, tenaga surya, dan tenaga angin menjadi lebih dari lima persen. Ketua Komisi VII DPR Agusman Effendi di bidang energi dan lingkungan mengatakan, saat ini publik harus mengkaji kebijakan energi nasional. Pada peraturan itu dinyatakan sasaran kebijakan pada tahun 2025 akan dipenuhi dengan berbagai alternatif beserta target masing-masing. "Dari target pemenuhan energi baru dan terbarukan sebesar lima persen, dua persen rencananya akan dipenuhi dengan energi nuklir. Tetapi, apakah pemanfaatan sumber energi alternatif lainnya, terutama energi terbarukan, sudah optimal?" katanya. Dia mencontohkan, saat ini penggunaan panas bumi (geothermal) 800 megawatt (MW) dari kapasitas sekitar 28.000 MW. Kategori panas bumi di dalam Perpres No 5/2006 dipisahkan dengan kategori energi baru dan terbarukan. Pembelokan isu Dian mengatakan, perpres itu bernuansa politis, semata-mata meloloskan proyek PLTN dalam kerangka sebagai energi baru dan terbarukan. Selain itu, juga ada upaya pembelokan isu, akibat krisis moneter 1997-1998, pembangunan PLTN tertunda. Dian mengingatkan, pada Maret 1997 pemerintah menyatakan meninjau ulang pembangunan PLTN karena sumber-sumber energi lainnya cukup potensial. "Belum ada penjelasan pemerintah mengapa sumber-sumber energi potensial tidak bisa optimal. Tiba-tiba dalam kebijakan energi nasional diselipkan nuklir sebagai energi baru dan terbarukan," katanya. Energi nuklir, katanya, pada awalnya disebut sebagai alternatif terakhir ketika sumber daya lain tak mampu memenuhi kebutuhan. (NAW)