Re: [Forum Pembaca KOMPAS] Malaysia Paling Sulit Diajak Kerja Sama
Pemerintah Indonesia pantas malu. Bagaimana tidak, pemerintah Norwegia saja sudah mengeluarkan larangan untuk memakai bahan bangunan yang berasal dari kayu dari hutan alam di negara-negara tropis. Termasuk kayu dari Indonesia dilarang di Norwegia. Kebijakan luar negeri tersebut dikeluarkan pertengahan tahun 2007, sebagai bagian dari kampanye internasional Norwegia mengurangi laju deforestrasi di seluruh dunia. Karena Norwegia sadar, bahwa kelebatan hutan, terutama di kawasan tropis perlu dijaga untuk keseimbangan ekologi dunai saat ini, ditengah ancaman dan kerentanan mahluk hidup dari efek pemanasan global. Jika kita mau memberikan penilaian pada kinerja kebijakan kehutanan tahun 2007, maka rapor Menhut MS Ka'ban sejak menjabat selalu merah. Artinya, MS Ka'ban tidak punya kebijakan kehutanan yang bisa menyelamatkan hutan kita dari kerusakan. Baik dari legal logging maupun illegal logging. Satu-satunya prestasi Indonesia di bidang kehutanan tahun 2007 adalah, mampu menciptakan laju deforestrasi 2,7 H/tahun dan menjadikan Indonesia eksportir asap terbesar di Asia-Tenggara. Salam takzim, Azmi - Original Message From: Ahmad Amat [EMAIL PROTECTED] To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Sent: Friday, December 28, 2007 12:39:44 AM Subject: Balasan: [Forum Pembaca KOMPAS] Malaysia Paling Sulit Diajak Kerja Sama Tak jelas apa target dari upaya pemerintah untuk menekan laju peredaran kayu illegal asal indonesia kebeberapa negara. Kalau kepentingan Ka'ban adalah untuk menekan laju deforestasi hutan Indonesia yang mencapai 2,7 Ha/thn harusnya langkah yan g diambil adalah bagaimana mendorong upaya moratorium logging (jeda tebang) sekarang juga. Harusnya Ka'ban tahu bahwa penebangan legal (sah menurut hukum) dan penebanagan illegal sama-sama menimbulkan dampak lingkungan yang merusak, perbedaannya hanya terletak pada secarik kertas yang biasa disebut izin. Ka'ban juga mestinya ingat bahwa saat ini Indonesia telah kehilangan 70% hutan alamnya. Salam, Amat
Balasan: [Forum Pembaca KOMPAS] Malaysia Paling Sulit Diajak Kerja Sama
Tak jelas apa target dari upaya pemerintah untuk menekan laju peredaran kayu illegal asal indonesia kebeberapa negara. Kalau kepentingan Ka'ban adalah untuk menekan laju deforestasi hutan Indonesia yang mencapai 2,7 Ha/thn harusnya langkah yan g diambil adalah bagaimana mendorong upaya moratorium logging (jeda tebang) sekarang juga. Harusnya Ka'ban tahu bahwa penebangan legal (sah menurut hukum) dan penebanagan illegal sama-sama menimbulkan dampak lingkungan yang merusak, perbedaannya hanya terletak pada secarik kertas yang biasa disebut izin. Ka'ban juga mestinya ingat bahwa saat ini Indonesia telah kehilangan 70% hutan alamnya. Salam, Amat Harusnya Ka'ban ingat banyak hal... --- Agus Hamonangan [EMAIL PROTECTED] wrote: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0712/28/ekonomi/4104027.htm === Jakarta, Kompas - Pemerintah masih saja kesulitan bekerja sama dengan Pemerintah Malaysia dalam upaya memberantas pembalakan liar di Indonesia. Sebaliknya, upaya Pemerintah Indonesia mendorong Pemerintah Amerika Serikat, China, dan Uni Eropa untuk tidak membeli kayu ilegal di pasar internasional mulai berhasil. Pemerintah Malaysia menilai kayu bulat yang masuk ke sana resmi jika sudah membayar cukai. Jadi, belum ada kemajuan kerja sama Indonesia dan Malaysia untuk memberantas pembalakan liar, kata Menteri Kehutanan MS Kaban dalam Refleksi Kebijakan Kehutanan 2007, Kamis (27/12) di Jakarta. Indonesia telah melarang ekspor kayu bulat sejak tahun 1985. Namun, penyelundupan kayu bulat dari Indonesia ke Malaysia masih terus berlangsung. Belum lama ini Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (Sporc) Departemen Kehutanan menyergap 12 kapal pengangkut kayu yang tengah berlayar menuju Malaysia dari Kalimantan Barat. Kaban mengatakan, dari hasil pemeriksaan, kayu tersebut milik Warga Negara Malaysia, yang kabur begitu kapal ditangkap. Data Organisasi Pangan Dunia (FAO) menyebutkan, Malaysia merupakan eksportir utama kayu tropis dunia. Negara yang memiliki 11,8 juta hektar hutan produksi itu, mampu mengekspor 5 juta meter kubik kayu bulat dan 3 juta meter kubik kayu gergajian per tahun (Kompas, 22/12). Malaysia juga mengklaim Indonesia menjadi pemasok utama kebutuhan kayu bulatnya. Perjanjian kemitraan Kaban menjelaskan, pemerintah negara anggota Uni Eropa, Amerika Serikat, dan China bersedia meningkatkan pengawasan terhadap importasi kayu. Uni Eropa bersedia menyusun perjanjian kemitraan sukarela untuk hanya mengonsumsi kayu legal. Mereka akan memastikan seluruh kayu yang diimpor dari Asia adalah legal. Kesediaan ini sangat positif karena nilai belanja kayu Uni Eropa mencapai 13,2 miliar dollar AS (Rp 124,1 triliun) per tahun. Adapun Amerika Serikat mengimpor kayu senilai 23,2 miliar dollar AS (Rp 219 triliun) per tahun. Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Hadi Pasaribu mengatakan, Uni Eropa bersedia mengakui legalitas kayu berdasarkan hukum Indonesia. Namun, mereka meminta agar Indonesia membangun sistem informasi pelacakan kayu sehingga produk menjadi transparan. Adapun dengan AS, kerja sama ditujukan pada antisipasi dini perdagangan kayu ilegal. Kerja sama dengan Uni Eropa akan efektif mulai tahun 2008, tambah Hadi. (ham) Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di di bidang Anda! Kunjungi Yahoo! Answers saat ini juga di http://id.answers.yahoo.com/
[Forum Pembaca KOMPAS] Malaysia Paling Sulit Diajak Kerja Sama
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0712/28/ekonomi/4104027.htm === Jakarta, Kompas - Pemerintah masih saja kesulitan bekerja sama dengan Pemerintah Malaysia dalam upaya memberantas pembalakan liar di Indonesia. Sebaliknya, upaya Pemerintah Indonesia mendorong Pemerintah Amerika Serikat, China, dan Uni Eropa untuk tidak membeli kayu ilegal di pasar internasional mulai berhasil. Pemerintah Malaysia menilai kayu bulat yang masuk ke sana resmi jika sudah membayar cukai. Jadi, belum ada kemajuan kerja sama Indonesia dan Malaysia untuk memberantas pembalakan liar, kata Menteri Kehutanan MS Kaban dalam Refleksi Kebijakan Kehutanan 2007, Kamis (27/12) di Jakarta. Indonesia telah melarang ekspor kayu bulat sejak tahun 1985. Namun, penyelundupan kayu bulat dari Indonesia ke Malaysia masih terus berlangsung. Belum lama ini Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (Sporc) Departemen Kehutanan menyergap 12 kapal pengangkut kayu yang tengah berlayar menuju Malaysia dari Kalimantan Barat. Kaban mengatakan, dari hasil pemeriksaan, kayu tersebut milik Warga Negara Malaysia, yang kabur begitu kapal ditangkap. Data Organisasi Pangan Dunia (FAO) menyebutkan, Malaysia merupakan eksportir utama kayu tropis dunia. Negara yang memiliki 11,8 juta hektar hutan produksi itu, mampu mengekspor 5 juta meter kubik kayu bulat dan 3 juta meter kubik kayu gergajian per tahun (Kompas, 22/12). Malaysia juga mengklaim Indonesia menjadi pemasok utama kebutuhan kayu bulatnya. Perjanjian kemitraan Kaban menjelaskan, pemerintah negara anggota Uni Eropa, Amerika Serikat, dan China bersedia meningkatkan pengawasan terhadap importasi kayu. Uni Eropa bersedia menyusun perjanjian kemitraan sukarela untuk hanya mengonsumsi kayu legal. Mereka akan memastikan seluruh kayu yang diimpor dari Asia adalah legal. Kesediaan ini sangat positif karena nilai belanja kayu Uni Eropa mencapai 13,2 miliar dollar AS (Rp 124,1 triliun) per tahun. Adapun Amerika Serikat mengimpor kayu senilai 23,2 miliar dollar AS (Rp 219 triliun) per tahun. Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Hadi Pasaribu mengatakan, Uni Eropa bersedia mengakui legalitas kayu berdasarkan hukum Indonesia. Namun, mereka meminta agar Indonesia membangun sistem informasi pelacakan kayu sehingga produk menjadi transparan. Adapun dengan AS, kerja sama ditujukan pada antisipasi dini perdagangan kayu ilegal. Kerja sama dengan Uni Eropa akan efektif mulai tahun 2008, tambah Hadi. (ham)