http://koran.kompas.com/read/xml/2009/08/29/03120784/presiden.punya.informasi.tentang.naskah.asli.supersemar



Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki informasi tentang 
keberadaan naskah asli Surat Perintah 11 Maret yang ditandatangani Presiden 
Soekarno pada 11 Maret 1966. Untuk informasi itu, Presiden minta Arsip Nasional 
menindaklanjuti benar atau tidaknya informasi tersebut.

"Presiden minta ditindaklanjuti. Ada informasi (Supersemar yang asli) benar 
atau tidak. Informasi itu dimiliki mantan staf Sekretariat Negara. Presiden 
minta Kepala Arsip Nasional berkoordinasi dengan Pak Sudi Silalahi dan Pak 
Hatta Rajasa," ujar Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng di Kantor 
Presiden, Jakarta, Jumat (28/8).

Sebelumnya, Presiden memanggil Kepala Arsip Nasional Djoko Utomo di Kantor 
Presiden. Menurut Djoko, staf Sekretariat Negara yang memiliki informasi adalah 
Daryoto. Djoko akan menindaklanjuti informasi itu seperti yang telah dilakukan 
selama ini.

"Terus-menerus kami menindaklanjuti informasi yang ada. Kepada Pak AH Nasution 
sebelum meninggal kami gali informasi karena sebagai Ketua MPRS ketika 
Supersemar keluar. Kami juga menggali informasi kepada Sekretaris Jenderal MPRS 
Abdul Kadir Besar. Namun, semua nihil," ujar Djoko.

Meskipun belum mendapatkan naskah asli Supersemar, Djoko yakin Supersemar 
instruksi kepada Soeharto selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan 
Ketertiban (Pangkopkamtib) itu ada. Soeharto diinstruksikan mengambil segala 
tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada 
saat itu.

"Arsip Nasional menyimpan film berisi pidato Soekarno yang berbicara panjang 
lebar tentang Supersemar yang sampai sekarang yang aslinya belum ketemu. Pidato 
itu yang membuat kami yakin. Upaya pencarian ketika ada informasi terus-menerus 
kami lakukan," ujar Djoko.

Tidak mudah

Upaya menyimpan arsip bernilai sejarah tinggi, apalagi yang sudah 
bertahun-tahun, memang tidak mudah. Selain naskah asli Supersemar, Presiden 
juga minta kepada Arsip Nasional untuk mengumpulkan arsip tentang peristiwa 
Palagan Ambarawa, yaitu perlawanan rakyat terhadap kekuatan Sekutu di Ambarawa, 
Jawa Tengah, akhir 1945.

Tentang arsip bernilai sejarah tinggi, Djoko memberi contoh, teks Proklamasi 
Kemerdekaan yang ditulis tangan Soekarno tanpa tanda tangan baru disimpan di 
Arsip Nasional tahun 1992. Teks itu diserahkan BM Diah yang menyimpannya kepada 
negara. Sementara teks Proklamasi Kemerdekaan yang diketik Sayuti Melik 
disimpan di Arsip Nasional tahun 1960.

Selain fokus untuk mengumpulkan, menyimpan, dan membuka arsip bernilai sejarah 
pada masa lampau kepada publik, Presiden juga minta agar peristiwa sejarah 5 
sampai 10 tahun terakhir juga diarsipkan. Permintaan Presiden itu ditujukan, 
antara lain, untuk dokumen asli Pemilu 2004 dan 2009 serta empat kali perubahan 
UUD 1945.

Arsip Nasional membuka akses seluas-luasnya kepada publik, kecuali arsip yang 
bersifat rahasia. "Tidak ada pembatasan dan kita tidak menganut rezim tahun. 
Yang bersifat rahasia adalah yang berpotensi mengganggu keamanan nasional," 
katanya. (INU)

Kirim email ke